Kisah-Kasih di Sekolah (Bagian 50)

Bacaan sebelumnya klik di sini


Sejak Sekolah Dasar, aku tidak punya hasrat untuk melanjutkan sekolah negeri. Awal mulanya apalagi kalau bukan karena wanita. Peristiwa itu terjadi ketika aku kelas lima setelah pulang sekolah. Aku langsung menuju mobil jemputan. Sekolah ini memang menyediakan mobil bagi siswa yang ingin diantarkan sampai rumahnya. Tujuannya satu, agar anak muridnya aman.

Aku yang sudah tua sebenarnya bisa saja naik angkutan umum karena teman-teman seusiaku sudah melakukannya. Alasan mereka karena sudah tidak pantas lagi naik jemputan. Dengan pulang sendiri, mereka bangga karena sudah dewasa. Itu sebabnya di mobil jemputan ini, aku yang paling tua. Ada satu teman yang seangkatan tapi dia wanita. Masih pantas kalau dia takut naik kendaraan umum.

Aku sebenarnya sudah naik kendaraan umum sejak kelas empat. Akan tetapi di tahun ini beda. penyebabnya karena aku melihat adik kelas yang manis. Tidak sengaja aku melihatnya saat sedang iseng melihat mobil jemputan. Aku menghampiri supir karena kami memang akrab. Kami biasa bercanda dengan teman yang lain.

Di tengah candaan itu, aku melihat seorang bocah yang masuk ke dalam mobil sendirian. Anak perempuan inilah yang membuat aku berkeinginan naik jemputan lagi. Aku masih belum tahu siapa namanya. Yang jelas, dia masih kelas dua atau terpaut tiga tahun dariku dan dia lucu meski masih di bawah umur. Aku yakin kalau besar nanti pasti akan menjadi incaran para pria. Oleh karena itu, sebelum banyak pira yang menyadari, aku harus mendekatinya lebih dulu.

Namanya juga anak-anak, aku masih belum punya tahu malu. Langsung saja aku sok dekat dengannya. Kebetulan sekali dia tidak menolak saat diajak bercanda karena saat perjalanan pulang pasti kondisi di dalam mobil gaduh. Apa saja dijadikan pembahasan agar tidak membosankan. Di situ aku tahu namanya. Putri, nama bocah yang aku dekati ini tak luput dari bahan candaan penghuni mobil jemputan.

Aku yang tidak mau melewatkan kesempatan ini, kemudian bergabung bersama teman-teman. Kami bercanda bersama. Di situ Putri tahu kalau aku ada. Langkah pertama tahu dulu. Setelah itu kenal. Kalau tak kenal kan tak akan sayang.

Keesokannya aku datang lagi naik jemputan. Masih melupakan usia yang sudah tidak pantas naik mobil jemputan, aku mengatakan pada supir bahwa sedang malas jalan sendirian menuju rumah. Kalau naik ini kan langsung menuju perumahan. Kebetulan juga ada adik kelas yang satu kawasan. Pak supir tidak mencurigai di balik keinginanku. Yang penting pasang muka keren dan tidak bersalah saja.

Di situ Putri sudah ada di mobil. Dia sendirian tidak ada teman satu kelas yang menemani. Aku tidak tahu di mana teman yang lain. Tapi tas sudah banyak di dalam mobil. “Kamu sendirian saja,” aku mulai membuka pertanyaan. Dia cuma mengangguk sambil melihat isi tas. Putri memang orang yang pemalu. Meski tidak mengeluarkan sepatah kata, aku terus mencoba mendekatinya.

Dia melihat-lihat sembari merogoh sesuatu di dalam tas. Setelah itu Putri keluar mobil. Aku tidak mau kehilangan dia yang masih membuatku penasaran. Sikapnya membuat aku penasaran. Auranya sungguh menarik diri untuk terus berada di dekat dia. Aku mengejar dia yang terus berjalan. Entah kemana dia mau pergi.

“Kamu mau ke mana?” ini bukan pertanyaan yang hanya bisa dijawab dengan anggukan. Kali ini pasti Putri akan mengeluarkan suara.

“Mau jajan ke warung,” katanya dengan suara malu-malu. Suara yang keluar sangat lembut. Kali ini aku semakin yakin akan terus mendekati dia. Aku akan terus naik jemputan sampai lulus sekolah. Pokoknya harus dekat. Kalaupun tidak, minimal setiap hari melihat dan mendengar suara Putri.

Aku terus membuntuti dia. Ternyata Putri pergi ke warung tepat di samping sekolah. Warung yang menjual makanan ringan. Aku tetap berusaha untuk dekat dan mengajak dia bicara. Di warung sekolah dia membeli permen. Permen rasa susu strawberi. Aku ikutan biar tidak disangka pengawal. Setelah itu Putri ke mobil dan aku tetap membayanginya. Tidak ada kesan risih darinya. Itulah yang membuatku terus mengikuti.

Di mobil ternyata sudah banyak anak yang menunggu supir. Tidak sabar mereka ingin pulang. Suasana kembali gaduh. Aku masuk karena Putri juga masuk. Tiba-tiba ada seorang anak lelaki yang melihat Putri membuka bungkus permen. “Gua minta dong,” kata si anak itu. Putri sepertinya tidak mau karena dari wajahnya berkata demikian.

“Sudah jangan ganggu Putri,” aku berlagak sok pahlawan dengan memberikan permen yang aku punya. Pria itu membuka bungkus permen yang aku beri dan duduk tenang di bangku yang sudah ditandai dengan tasnya. Putri lalu melihat aku. Aku hanya membalasnya dengan senyuman.

Bersambung…..

Previous
Next Post »
0 Komentar