KKN Amoral yang Tak Bermoral

KKN Amoral di Tugu UIN


Kuliah kerja nyata sudah berakhir pada awal Agustus 2012 silam. Kegiatan wajib ini mungkin lebih tepat dibilang kerja rodi atau romusha buatku. Adanya kegiatan ini dari kampus adalah untuk menerapkan pengetahuan yang telah kita dapat di kampus, kemudian diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan. Meski aku kuliah sebagai mahasiswa jurnalistik, tidak ada program yang berhubungan saat aku kuliah di kelas.

Sebenarnya, selain menerapkan ilmu yang sudah ada di kampus juga ada ada hal penting yang dilakukuan KKN, yaitu apa yang dibutuhkan masyarakat. Akhirnya program yang kelompok kami buat tidak ada hubungannya dengan apa yang kita dapat saat kuliah. Tapi tak apa, yang penting apa yang kami lakukan bermanfaat bagi masyarakat.

Kelompok kami berjumlah 18 orang. 10 pria dan sisanya wanita terdiri dari lima fakultas yang berbeda dengan 60% anggota KKN ini berasal dari fakultasku. Sebenarnya aku bergabung dengan kelompok ini tanpa ada pikir panjang dan tanpa rencana sebelumnya. Bisa dikatakan, suatu kecelakaan aku bisa bergabung dengan kelompok ini. Meski begitu, aku mencoba untuk sangat menikmati kelompok ini meski sebenarnya sangat memuakkan. Terlebih lagi wanitanya yang sangat manja. Inilah mimpi burukku selama kuliah di UIN Jakarta.

Sebelumnya, aku kenalkan dulu nama kelompok KKN kami. Kejora namanya. Nama ini kepanjangan dari Kerja Nyata Otentik dan Rasional. Namanya sungguh berat jika dimaknai dalam-dalam. Tapi yang benar-benar kerja yang nyata, otentik, dan rasional hanya sebagian yang melakukannya. Hampir semua wanita yang ada di kelompok kami tidak melakukan itu. Ini salah satu bagian mimpi buruk.

Sebenarnya kami masih punya nama selain Kejora. Saat sedang berbincang tak jelas dengan teman satu kelompok, terbesit nama Amoral. Kami pun langsung terbahak-bahak mendengar kata itu. Agar tak terdengar buruk, penggagas nama ini memberikan kepanjangan Anak Muslim Orangnya Alim. Tapi makna sesungguhnya dari “Amoral” tak terlepas dari kelompok kami karena sebagian anggotanya tidak bermoral. Aku pun lebih suka memakai nama Amoral meski sudah ditetapkan bahwa kelompok kami bernama Kejora.

Akhirnya waktu yang ditunggu tiba. Meski persiapan masih sangat kurang, kami tetap menjalankan kewajiban kami sebagai mahasiswa ini sesuai kesepakatan. Kami berangkat pada awal bulan Juli 2012 di Sukabumi atau lebih tepatnya parakan salak di kaki gunung salak. Suasana di sana benar-benar nikmat. Suasana wanitanyalah yang membuat kami para pria dibuat sangat menderita.

Kami diberikan tumpangan dua villa. Untuk pria dan wanitanya. Para pria tetap mengalah berada di villa yang lebih sempit meski jumlah kami lebih banyak. Tempat tidur para wanita pun lebih besar dua kali lipat dari yang dimiliki pria. Karena masih awal, kesabaran kami masih bisa menampung kekesalan. Para pria pun masih bisa tertawa bahagia walaupun dengan keadaan seperti ini. Peristiwa ini mimpi buruk kedua yang diberikan para wanita.

Mimpi buruk selanjutnya adalah kami harus mengangkut air ke kamar mandi wanita setiap mereka kekurangan air. Mereka selalu meminta itu dengan manja, seakan-akan mereka adalah ratu dan kami para pria adalah penjaga mereka yang rela mati demi menjaga mereka. Kesabaran kami pun mulai terkikis di sini.

Di malam hari para wanita ini masih merengek agar para pria berjaga gantian menjaga mereka. Mereka beralasan bahwa villa mereka menyeramkan. Dengan setengah hati kami bergantian menjaga mereka. Kesabaran kami mulai habis ketika kami menjaga mereka tidak ada fasilitas yang membuat kami betah menjaga mereka. Kami ditelantarkan begitu saja seperti tidak ada. Tapi ketika salah satu wanita membawa pasangannya ke tempat kami kerja rodi, ia diberikan fasilitas yang membuat kami benar-benar naik pitam. Saat pria ini tidur, ia diberikan kasur oleh wanitanya. Padahal, kami para pria yang selalu menjaga mereka tak pernah mendapatkan perlakuan seperti itu. Bahkan bantal tidak mereka berikan kecuali jika kami minta.

Mulai dari situ kami para pria berjanji tidak akan mengikuti apa yang para wanita hina itu minta. Kesabaran kami benar-benar kering. Sebenarnya masih banyak lagi kelakuan yang membuat kami kesal. Tapi aku takkan menuliskannya karena masih ada juga sedikit kebahagiaan di balik kerja rodi ini.
Kami masih mencoba untuk tertawa bahagia meski terluka. Perlakuan yang membuat kami menderita malah membuat kami lebih dekat dengan yang lain. Penderitaan kami, kami selesaikan bersama-sama. Susah kami, susah bersama.

Hal yang tak bisa dilupakan adalah bau gunung salak ditambah hawa di bulan puasa. Bau ini benar-benar berbeda dibandingkan tempat lain. Aku selalu menikmati bau ini disaat subuh ketika kami bersiap untuk puasa. Ini adalah kegiatan yang sangat menyenangkan buatku karena ritual inilah yang bisa meleburkan kekesalan yang dibuat para wanita.

Pengabdian kami pun berakhir di awal Agustus. Entah kenapa aku merasa kehilangan. Bukan karena kehilangan para pria seperjuangan kami, tapi takut jika tidak merasakan hawa ini lagi. Ketakutanku pun menjadi kenyataan saat kami tiba di Ciputat, tempat kampus kami berada. Selamat tinggal parakan salak. Kita bertemu lagi suatu hari nanti.

Previous
Next Post »
0 Komentar