Anton Purwanto

Aku berbeda usia dengannya sekitar 10 tahun. Pertama kali mengenalnya ketika pesantren kilat di masjid. Setiap tahun di bulan ramadhan, perumahanku selalu mengadakan acara yang berguna mengisi waktu luang di bulan puasa. Pria ini namanya Anton Purwanto. Dia bisa dikatakan orang yang religius. Jangan pernah sekali-kali bercanda ketika sedang solat di masjid jika tidak ingin berhadapan langsung dan diusir olehnya.

Teman-temanku banyak yang kurang suka dengan tindakan religiusnya. Ka Anton tidak suka dengan orang-orang yang memainkan agama. Meski begitu, dia adalah orang yang sangat berpengaruh dalam kehidupanku hingga sekarang. Jika tak mengenalnya, besar kemungkinan aku minim pengetahuan tentang Islam.

Kedekatanku dengan Ka Anton dimulai saat aku berusia 14 tahun atau kelas 2 SMP. Kegiatanku yang hanya bermain-main saja di bulan puasa mulai bermakna ketika itu. Ka Anton dengan senang hati menerimaku untuk mengikuti pengajian setelah salat taraweh. Ketika itu aku sedang jalan-jalan tak jelas di sekitaran perumahan. Secara kebetulan aku melewati masjid dan entah kenapa masjid masih terang.

Di sini kalau sudah malam, penerangan di masjid padam. Saat aku melongok lebih dalam, ternyata sedang ada kehidupan. Ka Anton dengan anak-anak yang seumuran denganku sedang mengaji. Karena penasaran, aku masuk. Ternyata sarung yang masih melilit di leher ada gunanya. Sepeda kuparkir di depan masjid dan aku segera memakai sarung agar lebih sopan. Sembari malu-malu, aku masuk ke dalam ke masjid.

“Kamu Jefri kan? Masuk aja. Sini gabung”

“Iya Kak.” Aku melihat kiri kanan. Yang lain tidak memperdulikan kedatanganku karena sedang sibuk membaca Al-Quran.

“Kamu bisa ngaji?”

“Bisa Kak.”

“Yasudah kamu baca surat Al-Furqon. Dari awal ya bacanya. Kuat berapa halaman?”

“hhmmmm... sekuatnya saya aja deh kak. Nanti kalau ngga kuat, aku berhenti.”

Kegiatanku menjadi agak sibuk di bulan ramadhan. Di saat itu pula aku pertama kali khatam Al-Quran di bulan puasa dan selama hidup meskipun membacanya ramai-ramai. Setelah itu aku sering bertemu dengan Ka Anton. Sering mengadakan pertemuan untuk belajar fiqih atau sejarah Islam berdasarkan surat yang ada di Al-Quran.

Aku sebenarnya bingung apa yang tidak disenangi teman-temanku pada Ka Anton. Memang dia agak keras kepala dan aku terkadang agak kecewa dengan sikap itu. tapi aku menyadari bahwa jangan pernah melihat orang dari sisi buruknya, tapi dari sisi yang baik. Aku tau sisi baik Ka Anton lebih banyak dari sisi buruknya.

Salah satu adegan film “bodoh” Bo Bo Ho yanng masih kuingat adalah ketika seorang pria menunjukkan sebuah titik ke temannya. Pria itu bertanya sambil menunjuk kertas tersebut. “Apa ini?” teman itu menjawab, “Sebuah titik.”

Pria itu kemudian bertanya, “Kenapa kamu bilang sebuah titik? Kenapa tidak kamu bilang sebuah kertas yang ada titiknya? Setiap orang itu hanya melihat sifat buruk seseorang dibandingkan sisi baik. Padahal kalau dilihat, kertas ini lebih banyak putihnya dibandingkan hitam.” Adegan itu tidak pernah kulupa hingga sekarang.

Saking ada yang tidak suka dengan Ka Anton, dia sempat difitnah oleh tetangga. Masalah itu menyebar hingga satu RT bahkan beberapa RT tahu. Orang iseng itu membuat akun palsu di media sosial mengatasnamakan dirinya. Akun palsu itu menggoda beberapa wanita di RT dan menjelek-jelekkan “orang yang dituakan.”

Sebenarnya Ka Anton tidak mau menanggapi kasus itu. Yang membuatnya  naik pitam saat orang tuanya dibawa-bawa. Ibu-ibu di perumahan ini biang gosip. Ada satu isu, pasti menyebar ke seluruh penjuru. Ka Anton sempat kecewa dengan “orang yang dituakan” ini. Padahal mereka ustad, tapi bisa-bisanya terpengaruh fitnah ini tanpa meminta konfirmasi dari Ka Anton. Aku pun sungguh menyayangkan ini.

“Orang yang dituakan” ini malah menyuruh Ka Anton untuk segera menikah. Di usia yang sudah kepala tiga, Ka Anton masih belum juga membawa seorang wanita ke rumahnya. Kasus ini selalu menjadi perbincangan lebih dari 1 tahun hingga akhirnya selesai karena satu RT tersebut dikumpulkan dan mengancam akan membawa masalah ini ke kepolisian.

Akhirnya tahun 2013 ada kabar bahwa Ka Anton segera menikah. Aku sangat sengang mendengar itu. Akhirnya salah satu orang penting dalam kehidupanku memiliki pasangan. Sependek pengetahuanku, Islam mengharuskan menikah dan Ka Anton akan menunaikan itu.

Hari yang bersejarah bagi Ka Anton tiba. Aku sempat panik karena saat itu harus kerja. Tiba-tiba saja bos menyuruh untuk masuk ke kantor di hari libur karena ada ulang tahun. Pagi-pagi jam 6 aku sudah bangun untuk berangkat ke kantor. Untung saat itu aku bisa pulang lebih awal dan menyaksikan sumpah Ka Anton di depan saksi bersama tamu yang hadir.

Ka Anton dan istri setelah mengucap janji.

Aku tiba di tempat jam 10.00. Walaupun sempat nyasar, aku datang tepat waktu. Persis kedatanganku, Ka Anton akan mengucap kabul. Ka Anton membaca itu dengan lantang dan jelas. Mungkin dia semalaman menghapal itu. saat saksi mengatakan sah, entah kenapa dadaku sesak. Air mataku hampir menetes karena bahagia akhirnya Ka Anton resmi menjadi suami. Aku bersama teman masjid yang lain bersenang-senang di acara itu.
Di pagi hari, teman-teman dari rumah baru tiga orang. Ferdi/Rete (paling kiri) dan Kisut (sebelah kiri Ka Anton) datang lebih awal karena menjadi pengantar ke rumah mempelai wanita.
Sekitar jam tiga sore seluruh teman-teman yang berfoto bersama sebelum berpamitan pulang.

Ternyata Ka Anton tidak tinggal di sini. Dia menetap di rumah mertuanya. Ka Anton sudah tidak punya beban lagi di perumahan. Organisasi masjid sudah diserahkan padaku dan temanku yang lain. Sebelumnya Ka Anton berjuang sendirian menghidupkan remaja masjid meski sudah ditinggal teman seperjuangannya. Kini aku dan yang lain diberi amanah untuk melanjutkan ini. Jangan sampai kegiatan masjid ini sepi bahkan vakum seperti saat pertama kali aku bergabung .

Setengah tahun menikah, badan Ka Anton sedikit melebar. Aku meledekinya, “Abis nikah gemuk Ka. Nyusu mulu yah?” iya hanya tersenyum. Kini aku tinggal menunggu Ka Anton memiliki anak. Kalau memang panjang umur dan Ka Anton tinggal berdekatan denganku, ingin rasanya mendidik anak itu seperti dahulu Ka Anton dengan sabar menuntunku hingga seperti sekarang.
Previous
Next Post »
0 Komentar