Ali si Petarung


Logat bicaranya tidak seperti orang indonesia pada umumnya. Cara bicara khas bahasa daerah dari jawa benar-benar terasa. Kalaupun bicara, terkadang terbata-bata. Lidahnya seperti kaku. Badannya tinggi, dengan kulit hitam dan gigi putih. Matanya sayu dengan warna hitam di bawah kelopak mata. Dia terlihat seperti kurang tidur.

Ali saat masih di semester awal kuliah

Itulah ciri-ciri temanku di kuliah, Ali Mansur. Dia salah satu teman akrab pertamaku saat menginjak dunia kampus. Pertama kali kenal dengannya saat mata kuliah ulumul quran. Dosen yang baru masuk di hari pertama langsung menugasi kami untuk membuat kelompok.

Kuliah memang seperti itu. Setiap minggu pertemuannya hanya diskusi yang dipimpin oleh satu kelompok. Selama dua pertiga jam masuk berlangsung, kami diskusi sendiri tanpa dibimbing dosen. Sisanya baru si pengajar memberikan kesimpulan dan memberikan jawaban atas pertanyaan kami yang tidak terjawab pada diskusi.

Aku hanya menoleh ke kiri dan kanan sekiranya ada orang yang mengajak untuk bergabung dalam kelompoknya. Ketika itu aku memang belum kenal dengan lainnya. Aku termaksud orang yang tidak mudah akrab saat pertama kali bertemu. Tiba-tiba Ali melihatku. Dia seperti tahu keinginanku.

Dia langsung mengajak untuk bergabung. Lalu dia menyuruhku mencari teman yang lain. Jadilah kami bertiga dalam satu kelompok. Ali berpesan padaku agar kelompok kami di awal karena kalau sudah jauh, dia kurang memahami materi yang diberikan.

Ali mengaku adalah lulusan SMA saat pertama kali memperkenalkan diri. Di awal semester hingga setahun ke depan, setiap awal pertemuan dosen selalu menanyakan asal sekolah kami. Ali tidak pernah mengaku kalau dia anak pesantren.

Aku baru mengetahui kalau dia adalah anak pesantren saat jam istirahat kuliah. Aku berjalan menuju kosannya. Kami ke sana karena dia mempunyai tempat makan yang murah tapi banyak sehingga bisa kenyang hingga malam. Di tengah-tengah perjalanan dia mengakui semuanya.

Sebelum kami sampai di rumah makan, dia singgah sebentar ke warung sembako. “Mau ngapain Li?” tanyaku.

“Mau beli kopi.”

Aku menunggu di luar. “Kok kopinya banyak banget?”

“Iya. Ini buat jualan nanti malam,”

“Lu jualan kopi? Di mana?” aku sedikit kaget mendengarnya. Tapi penasaran ingin tahu.

“Gua jualan kopi di kereta. Biasanya bawa termos sama kopi.”

“Nanti kalau kopinya masih banyak, tapi airnya sudah habis gimana?”

“Nanti beli di warung.”

Aku benar tidak sanggup menanyakan lagi. Di tengah kerasnya hiruk-pikuk Jakarta, Ali masih mau mencoba menghidupi sehari-hari meskipun dengan berjualan kopi. Agar tinggal di Jakarta lebih murah, dia gabung dengan teman lainnya agar menyewa kos lebih murah.

Teman-teman yang tidak tahu sisi lain Ali selalu meledek dia. Pernah suatu hari di lift dia mendengar musik. Suaranya sungguh keras. Yang menjadi bahan pembicaraan, dia mendengarkan lagu keroncong. Ada saja hal-hal aneh yang membuat dia diledek teman-teman. Seperti pendengarannya yang kurang. 


Aku ngga tahu apakah ini efek mendengar musik terlalu keras atau tidak fokus. Tapi sampai sekarang meskipun sudah tidak mendengar musik keras-keras, Pria asal Indramayu ini selalu tidak mendengar jika ditanya atau diajak bicara. Temanku yang lain menyebut pendengarannya yang sulit itu karena dia memakan buah setah (kalau yang nonton one piece pasti tahu).

Di semester genap, aku lupa apakah itu semester dua atau empat, Ali yang suka dengan klub Persija (ternyata efek The Jack Mania merambah Indramayu juga) mengerjakan sebuah fotokopian yang tebal. Itu dia lakukan di sela-sela pelajaran berlangsung.

Liburan di Pekalongan, tahun 2012
Saat kulihat, ternyata dia sedang mengisi kuesioner. Ini adalah mata pencariannya yang baru. Setelah aku cari tahu, ternyata yang didapat dari survei itu lumayan besar. Dalam hatiku senang kalau Ali bisa mendapat penghasilan yang lebih sejahtera.

Menjelang tahun ketiga berakhir kuliah, Ali merambah bisnis baru. Dia meniti jasa liburan. Keahliannya mencari tiket pesawat dari dalam maupun luar negeri sangat dimanfaatkannya. Setahun menjalani bisnis itu, dia sudah bisa menginjak beberapa negara di Asia.

Satu setengah tahun yang lalu ali lulus kuliah. Dia cepat satu angkatan dariku. Saat ini di bekerja di sebuah media bernafaskan islam. Proyeknya di survei sudah berakhir akibat UU MD3. Bekerja sebagai pencari berita juga membuatnya harus meninggalkan pekerjaan itu. Tapi bisnis menjual tiket murah masih di jalani hingga sekarang. Inilah Ali si petarung.
Previous
Next Post »
0 Komentar