Kisah-Kasih di Sekolah (Bagian 29)


Bacaan sebelumnya klik di sini 


"Lu bisa main Blink yang judulnya Adam's Song?" tanya Rapsan pada Asep dan Ihsan.

"Gua sih tinggal nyesuain gitar saja," Ihsan jawab santai.

"Kalau gua kan gitar tambahan, paling ngikutin bass sama melodi," Asep menyambar. Permainan dimulai. Asep sebenarnya tahu kunci lagu itu, tapi yang dimainkan Rapsan berbeda, jadi agak suka salah kunci. Berbeda dengan aku yang sejak dulu memainkan lagu ini, menggunakan bass di musik ini tidak perlu diajari lagi.

Lagu pertama tidak terlalu buruk. Meski kami membutuhkan waktu 10 menit untuk menentukan lagu, setelah lagu Blink semuanya lancar. Seakan-akan kami tahu apa yang akan dimainkan. Bermusik kali ini dihabiskan dengan lagu Blink.

Keasikan Rapsan bermusik dengan teman sekolah muncul lagi. Seminggu kemudian dia mengajak nge-bang lagi. Jika sebelumnya dengan Ihsan, kini mencoba untuk mengajak Danu. Rapsan ingin coba bermain lagi dengannya. Aku dengar kalau Danu juga sedang les main drum. Jadi dia bisa menggantikan Ihsan. Personil sama seperti yang kemarin.

Akan tetapi selera musik Danu kini telah berubah. Sejak ada band baru yang personilnya satu sekolah dengan SMP dia dulu, dia mengikuti aliran genre band tersebut. Motivasinya untuk jadi terkenal saat ini bukan karena kepuasan karena musiknya dihargai, tapi menjadi dihargai oleh industri musik.

Band yang kini menjadi kiblat Danu adalah d'vast. Grup musik yang terkenal karena mengikuti kontes musik ternama di Indonesia. D'vast menjadi juara satu pada ajang tersebut dan diorbitkan musik mereka di kancah nasional.

Danu mulai rajin lagi mengobrol dengan Rapsan. Sebenarnya aku senang mereka sering kumpul lagi. Aku merasa perpindahan kelas membuat kami sedikit menjauh. Ya mau diapakan lagi. Memang sudah seperti itu peraturannya. Hikmahnya aku bisa kenal dengan teman lain setiap tahunnya.

Danu mengajak bermusik lagi. Kali ini dia mengenalkanku d'vast. Band yang sungguh asing di telinga. Pokoknya Danu mempromosikan segala yang bagus tentang d'vast. Dari mulai cara mereka bermusik, sejarah mereka dari bawah hingga seperti sekarang hingga suara khas si vokalis.

"d'vast itu pakai 'v' atau 'f'?" tanyaku.

"Pakai 'v.' artinya itu besar," Rapsan memberitahuku.

"Nih coba dengar lagunya," kata Danu mengeraskan volume telepon genggam yang sedari tadi ada di saku celana sebelah kiri. Musiknya enak didengar untuk pasaran musik di Indonesia. Tidak terlalu keras, liriknya pun kena di hati. Sang promotor tidak salah memilih band ini menjadi juara satu di lomba tersebut.

"Enak kan? Gua tahu kuncinya. Nanti kita ngeband bawain lagu ini saja," tambah Danu walaupun kami belum mengomentari.

Keesokannya kami bermain lagi. Empat kali lebih kami memainkan lagu ini. Bosan juga sih tapi mau gimana lagi. Danu selalu meminta lagu ini karena dia sedang diracuni d'vast. Rapsan disuruh untuk membuat lagu lagi tapi dengan aliran d'vast.

Tidak hanya pada musiknya saja, tapi Danu juga mulai menelusuri kehidupan masing-masing personil. Rumah mereka, tempat di mana mereka sekolah apapun lainnya. Karena memang vokalis d'vast, Rian pernah satu sekolah dengannya, Danu mencari tahu informasi dari temannya dulu. Dari hasil penelusurannya, drummer band itu juga ternyata satu kelas dengan Rian. Makin cinta saja Danu dengan mereka.

Hingga pada suatu hari kami mulai main lagi di rumah Danu. Kami berbincang tidak jelas seperti biasanya. Kami tertawa-tawa sambil meledek satu dengan yang lain. Berjam-jam kami melepas canda, Danu membuat teman perbicaraan baru. "Lu tahu ga? Ternyata adik drummer d'vast itu teman SMP gua juga."

"Terus kenapa?" Rapsan merespon tanpa ekspresi. Aku hanya diam saja. Pasti Danu berharap kami antusias dengan ceritanya itu. Kalau itu yang dia impikan, pikirannya salah besar. Mana mungkin kami tertarik dengan yang seperti itu.

"Gua dapet nomor adiknya. Rencana gua sih mau pacarin adik drummer ini."

Bersambung......
Previous
Next Post »
0 Komentar