Main-Main ke Sekret

Pertengkaran Partai Golkar antara dua kepengurusan membuatku harus mengejar masing-masing kubu. Bagi seorang pencari berita sepertiku, masalah seperti ini menjadi makanan sehari-hari. Setengah dari karirku sebagai wartawan habis mengikuti kasus ini meski terkadang membosankan. 

Salah satu narasumber partai berlambang pohon beringin yang sering aku wawancara adalah Zainudin Amali. Dia adalah Sekertaris Jenderal Golkar hasil Munas Jakarta. Selain posisinya yang tinggi, anggota DPR ini juga termaksud narasumber mudah ditemui. 

Biasanya aku bertemu dengan Amali di kantor pusat Golkar yang berada di Slipi. Tempat yang bisa dikatakan sangat luas dan nyaman. Nyaman karena tidak berada di pinggir jalan dan masih banyak tanah kosong. Meski agak kotor karena banyak orang-orang yang tidur di sana, untuk partai setua Golkar bangunan ini cukup nyaman. 

Dimulailah proses wawancara. Tanya jawab berlangsung selama setengah jam. Pascaberbincang Amali mengajak bicara santai. "Kamu sudah berapa tahun jadi wartawan Jef?" tanyanya. 

Aku bingung kenapa dia tanya itu. "Satu tahun Bang. Kenapa?"

"Berarti kamu baru pertama kali ke sini ya?" Keherananku bertambah karena belum sempat menjawab, dia sudah melempar pertanyaan lagi. "Kalau kamu ke sini setahun atau dua tahun yang lalu, tempat ini kuburan," tambahnya yang tidak menjawab kebingunganku. 

Bukannya bertambah cerah, aku makin bingung. Dengan alis mengerut dan mata memicing, aku bertanya, "Maksudnya apa Bang?"

"Tempat ini waktu ketua sebelumnya jarang ditempati buat rapat. Nah sekarang kami mencoba untuk meramaikan bangunan ini. Biar seperti kantor," Amali menjawab. Pernyataanya ini menyinari ruang gelap dalam kebingunganku. 





Terlepas dari pertikaian kedua kubu yang meng-klaim saling benar, pernyataan Amali ini membuat dadaku berdegub cepat. Aku seperti merasakan hal yang sama dengannya.

Aku adalah orang yang agak aktif di kampus dengan ikut organisasi. Sebelum menjejaki bangku kuliah, aku lebih dulu aktif di organisasi rumah. Organisasi rumah yang bergerak di bidang agama.

Aktif di organisasi membuatku sering kumpul di sekertariat. Walaupun kegiatannya tidak begitu aktif, di momen tertentu kami suka main ke sana. Bertahun-tahun menggeluti di sana membuat emosionalku semakin lebih. Sekret itu seperti rumah kedua.

Di dunia kampus pun seperti itu. Selama kuliah aku menjadi jarang kumpul di rumah. Bagiku itu adalah konsekuensi. Kali ini sekret di kampus kuanggap sebagai rumah kedua. Jika tidak pulang, aku sering menginap di sana.

Meski terpinggirkan karena aktif di kampus, sekret di rumah masih membuka pintu lebar-lebar untukku. Teman-teman di rumah tidak pernah berpikiran buruk atau menganggap bahwa aku hanya memanfaatkan ruang kumpul di saat aku ada maunya.

Buatku kedua sekertariat memang rumah kedua. Banyak peristiwa kuhabiskan di sana. Selama sibuk bekerja, terkadang kusempatkan diri untuk main di salah satu sekret hanya ingin meramaikan seperti yang diucapkan Amali. Keinginan seperti itu menurutku ada jika cinta dengan organisasi.

Aku memang belum mengenal Amali dengan baik karena masih baru dan terbatas oleh pekerjaan. Tindakanlah yang menjawab kecintaan kita terhadap sesuatu. Mulut bisa saja berkata tidak, tapi perasaan tidak akan pernah berbohong. Perasaan itu terealisasi dengan perbuatan yang derajatnya lebih tinggi dari ucapan. Tindakan yang selalu ingin main ke sekret
Previous
Next Post »
0 Komentar