Kisah-Kasih di Sekolah (Bagian 33)

Bacaan sebelumnya klik di sini


‎Kami lupa hal remeh tapi penting. "Haduuhh. Kenapa hal itu jadi dilupain?" kata Asep. Guru pasti akan menanyakan nama band saat mendaftar nanti. Sambil menuju lokasi audisi kami semua memikirkan nama yang cocok untuk band kami. Aku buntu harus memberikan usul apa.

"Avatar saja gimana?" tanya Asep sambil tertawa. ‎

"Haah? Gila lu. ‎Masa mau dinamain gitu," protes Ihsan. Aku sendiri tidak tahu apa itu Avatar. Aku diam saja melihat Asep tertawa. Pasti ada sesuatu yang lucu dari ide itu.

"Emang kenapa? Nanti pas tampil biar lebih total penampilannya, rambut kita dibuat kaya Aang," Asep masih tertawa dengan idenya. Suasana perjalanan ke tempat audisi jadi ramai seakan kami tidak menyadari kalau sekarang sedang jam belajar dan tidak boleh buat kegaduhan.

"Ya sudah itu saja," kataku biar cepat. Sudah tidak ada waktu lagi untuk membahas masalah nama band. Sejak awal memang kami ikut audisi hanya karena ingin senang-senang saja. Lolos pun kami sukuri. Kalau tidak, nikmati. Asep langsung mendaftarkan Avatar band sebagai salah satu pendaftar di pentas seni sekolah.

Ternyata setelah mencari tahu apa itu Avatar aku jadi menyesal karena sudah mengiyakan usulan Asep. Memang itu tokoh kartun yang disukai anak-anak dan remaja di usiaku. Tapi kan tidak harus pakai nama itu juga. Untungnya kami tidak pula menindaklanjuti akan potong rambut seperti Aang kalau memang lolos audisi nanti.

Setibanya di tempat audisi, sudah banyak yang datang. Mereka menunggu guru yang akan menyeleksi kami semua. Tidak lama aku duduk, orang yang ditunggu tiba. Ada tiga guru yang hadir, yaitu Guru Teknologi Informasi dan Komunikasi, Pak Akbar, Guru Bahasa Indonesia, Pak Rizal, dan Guru Olahraga, Pak Udin.

"Jadi saat ini yang hadir ada 35 band dari seluruh kelas satu dan dua," Pak Rizal memulai pembicaraan. Jumlah pendaftar diketahui karena sebelum masuk ada teman lain yang menginstruksikan kami agar mengisi absen. Absen itu cuma tertulis nomor dan nama band. Karena kami datang agak terakhir, nomor urutan yang didapat yakni 30. Lumayan panjang juga band kami dipanggil nanti.

"Langsung saja yah biar cepat. Ada banyak juga ternyata yang tertarik acara ini. Kami mendapat arahan dari panitia agar mengambil 10 band. Jumlah yang daftar sekarang dua kali lipat dibandingkan prediksi kami sebagai tim penilai," Pak Akbar menambahkan. Acara pentas seni diurus oleh OSIS. Ketiga guru ini diminta untuk membantu untuk audisi. Kebetulan mereka adalah orang yang tertarik dengan musik.

Proses seleksi dimulai. Dugaanku soal nomor urut audisi berdasarkan absen salah besar. Tim penguji memanggil secara acak. "Avatar band," kata Pak Udin setelah lima band tampil. Teman-teman yang hadir tertawa mendengar nama band kami. Aku yang sedari tadi santai saja tiba-tiba menjadi gugup. Jantung berdegup cepat. Ini pertama kalinya aku ikut tes seperti ini.

Mudah sekali deg-degan adalah salah satu kelemahanku.  Aku gampang gugup kalau menghadapi sesuatu yang penting. Aku terus coba menenangkan diri dengan menarik nafas dalam-dalam. Ihsan membawa galon air minum untuk pengganti drum.

Dia menemukan di selipan paling belakang. Entah kapan dia mencari, tapi itu sungguh kreatif. Kami langsung maju ke depan. Aku duduk paling kanan, Asep tengah, dan Ihsan di kiri.

"Ini bertiga saja?" Tanya Pak Rizal.

"Iya. Kan Rock n Roll," celetuk Asep sekaligus memecah kegugupan.

"Mau bawa lagu apa?" Sambar Pak Akbar.

"Hijrah ke London," jawab Asep.

"Oh lagunya The Cangcuters ya."

"Iya Pak." Tak kusangka Pak Akbar tahu juga lagu ini. Kami langsung main sesuai aba-aba Asep. Asep bernyanyi sambil bermain melodi. Tidak gampang untuk melakukan itu. Aku baru bisa bermain melodi yang sesuai dengan kata-kata. Itupun sulit dan lama untuk menguasai itu.

Selesai bermain, para penguji memberikan tepuk tangan. Itu membuat percaya diri kami meningkat. Aku tak percaya kalau bermain di studio dan akustik seperti ini sangat berbeda. Aku baru menyadari bahwa bermain akustik lebih benar terasa keahlian si pemain.

Setelah itu kami duduk di tempat biasa. Danu dan kelompoknya tampil jauh setelah kami tampil. Seperti dugaanku, dia membawa lagu d'vast. Karena memang sudah sering mendengar lagunya aku tidak terlalu kagum dengan permainannya.

Suasana audisi yang tenang menjadi gaduh karena satu penampilan terakhir. "Memangnya kenapa kalau saja mau sendiri!?" katanya dengan nada tinggi.

Bersambung...
Previous
Next Post »
0 Komentar