Berjumpa Kawan Lama


Pernahkah kamu memikirkan sesuatu, lalu baru dikabul beberapa bulan atau tahun kemudian? Aku sering. Kalau kata teman, doa itu pasti dikabulkan. Jika tidak kini, ya nanti. Misalkan seumur hidup tidak tercapai, Tuhan pasti bakal ganti di akhirat. Percaya atau tidak, coba saja sendiri.

Ini adalah salah satu kasus nyata yang aku alami. Jadi begini,‎ setahun yang lalu tiba-tiba aku keingetan sama teman kecil. Dia merupakan salah satu teman yang ada sejak aku kecil, puber, hingga remaja. Kemana-mana kami selalu bersama. Aku tumbuh berkembang bersama dan karena dia.

Namanya Sandi. Aku lupa nama lengkapnya. Kalau tidak salah Sandi Sahroni. Yang pasti dia dikenal dengan nama 'Encit.' Disebut demikian karena badannya yang kecil dan lincah. Awal kali kenal dengan Sandi ketika aku berusia lima tahun. Waktu kecil dulu, aku dan teman (bukan Sandi) suka main di rumahnya untuk main nintendo.

Kami selalu mengundang Sandi karena celotehnya yang selalu membuat kami tertawa. Dia tidak pernah melolak kalau diajak. Namanya juga anak kecil, kalau diajak main pasti tidak mau. Apalagi nintendo adalah permainan orang elit di jamannya.

Beranjak sekolah dasar aku mulai punya mainan baru. Sekolah, teman, guru, tugas membuat lupa main dengan teman rumah karena harus membaginya. Tapi itu tak lagi saat libur sekolah atau akhir pekan. Begitu juga dengan Sandi. Beda RT dengan dia semakin membuat kami jarang ketemu.

Hingga pada akhirnya Sandi pindah rumah. Kami menjadi satu RT. Ini membuat kami makin sering main bersama. Mulai main di sawah, mandi di kali, main layangan, dan segala jenis lainnya. Semua hal yang belum pernah dicoba, kami lakukan. Musim apapun kami mainkan. Dia juga adalah orang yang mengajarkanku segalanya termaksud berbuat nakal.

Dia merupakan orang pertama yang mengenalkan padaku film porno. Ada saja CD baru (waktu itu video dari hape masih jarang. Kalaupun ada, hanya orang mampu yang punya telepon genggam itu) yang dia punya. Kalau ada rumah teman yang kosong, selalu saja dijadikan tempat nobar porno. Untung saja rumahku selalu ada orang, jadi tidak pernah mendapat giliran.

Dia juga yang mengajarkan merokok. Pergi ke tempat kosong atau warung yang jauh dari rumah untuk bisa menghisap tembakau. Jika tidak ada uang, satu rokok bisa digilir untuk lima orang. Semua itu dilakukan ketika kami masih SMP.

Sebenarnya bukan hal nakal saja yang diajarinya, hal baikpun juga. Dengan dia aku belajar bagaimana cara menghasilkan uang sendiri. Seperti yang kuceritakan sebelumnya kami suka main layangan. Dari layangan itu kami memiliki ide untuk mendapat uang.

Bagaimana caranya? Setiap sore kami suka berburu layangan putus. Bukan hanya layangan putus, layangan nyangkut di tiang, pohon atau tempat tinggi lainnya yang masih bagus tidak luput dari pengejaran kami. Hasil buruan mencari layangan kami jual ke orang yang menginginkan dengan harga yang lebih murah. Kalau talikama-nya bagus, menjadi nilai tambah buat kami. Biasanya anak kecil yang tidak bisa membuat talikama terpengaruh dengan iming-iming itu.

Saat musim layangan habis, kami mencari uang dengan mengumpulkan paku. Siang hari kami keliling untuk mencari bahan bangunan itu. Kalau paku habis, kami mencari tembaga sisa latihan tembak polisi. Selongsong peluru juga kami kumpulkan. Beruntung dekat rumah ada asrama polisi. Di kawasan itulah yang menjadi pusat tempat kami bermain. Jadi tidak heran kalau kami buluk. Panas terik matahari di tengah siang bolong tidak membuat gentar kami untuk mengeksplorasi diri.

Mengenang itu semua membuatku rindu untuk bertemu dengannya. Kalau diingat, kami tidak pernah ketemu lagi sejak dia pindah rumah. Aku adalah orang yang mengantarkannya ke rumah kakaknya. Dia pindah karena ada masalah dengan bapak tirinya. Delapan tahun sudah aku tidak berbincang dengannya.

Pernah satu kali aku bertemu. Tapi itu hanya sekilas. Saat itu aku sedang pergi ke Tangerang kota untuk mengurus ujian masuk universitas. Di lampu merah tiba-tiba ada yang manggil. Pas aku menoleh ternyata Sandi. Aku rasa dia sedang persiapan untuk tawuran. Karena memang sekolahnya terkenal dengan perkelahian antarsekolah. Alasan dia masuk sekolah itu karena ingin melakukan tindakan kegaduhan.

Setelah kejadian itu aku tidak pernah melihat dia lagi. Lalu di saat aku selalu terbayang dan memikirkan dia, Tuhan mengabulkannya. Minggu lalu saat hendak ke masjid untuk solat Ashar, ada yang memanggilku dengan menyebut penampilan rambut baruku. “Botak! Botak!” katanya. Aku menoleh kiri-kanan. Tidak ada siapapun. Karena aku tak melihat dia, Sandi kembali panggil. “Botak!” ada orang di atas genteng sedang memperbaiki sesuatu.

Aku memicingkan mata untuk menegaskan siapa orang yang memanggil. Senyumku merekah saat tahu yang panggil itu adalah Sandi. Dia sedang membangun rumah orang. Sepertinya dia jadi kuli bangunan sekarang. Selesai solat aku berdiri di warung sebelah rumah itu. Dia lalu memberikan kode tangan digenggam diarahkan ke mulut. Sepertinya mau minum. “Yaudah sini,” kataku. “Gua selesain ini dulu.”

Lama menunggu, dia tidak menghampiri. Sepertinya kerjaan dia lagi banyak. Padahal aku ingin sekali berbicang dengannya. Ingin tahu bagaimana kabarnya. Apa saja yang dia lakukan selama ini. Kenapa tiba-tiba jadi membangun rumah orang. Aku ingin tahu semuanya.

Tapi keinginan itu tertunda karena aku ada urusan. Rencana untuk temu kangen dengannya sirna. Meski begitu aku senang bisa melihat dia lagi. Semoga di lain hari kita bisa memiliki waktu panjang untuk sekadar berbasa-basi atau membicarakan masa depan.
Sandi (mengenakan kaos merah)

Previous
Next Post »
0 Komentar