Main Salju di India; Transit di Malaysia Kunjungi Twin Tower, bukan Petronas

Bacaan sebelumnya klik di sini

Sehari sebelum keberangkatan atau lebih tepatnya pada malam hari Aku tidak bisa tidur. Biasa sindrom jalan-jalan. Bawaannya senang dan banyak pikiran akan melakukan apa saja selama perjalanan.

Minggu, 24 Februari pukul 02.00 Aku terbangun. Siap-siap menuju Bandara Soekarno Hatta. Tadinya aku mau membawa motor dan diparkir di sana. Bingung kan kenapa Aku lebih memilih membawa kendaraan pribadi. Nanti akan aku tulis di kesempatan berbeda.

Kembali ke moda transportasi, orang tua melarang. Aku disuruh menggunakan ojek daring saja. Sebagai anak baik aku menurut.

Aku tiba di Malaysia tepat pukul 08.45 waktu setempat setelah terbang pada 05.35 WIB. Sebenarnya perjalanan hanya memakan waktu dua jam. Tapi karena Malaysia lebih cepat sejam, jadi waktu bertambah jadi tiga jam.

Sesuai arahan Ali, aku menyalakan Wi-Fi karena kartu penyedia dari Indonesia tidak tersambung. Kuhubungi Ali dan memberi kabar sudah tiba di Negeri Jiran.

Ali memberikan arahan yang sebenarnya sudah disampaikan sebelumnya. Tapi aku juga memastikan lagi karena praktik dan teori berbeda.

Pada dasarnya bahasa di sini tidak terlalu jauh berbeda. Hanya logatnya saja sangat kentara. Tentu berbicara dengan aksen Jakarta dapat disimpulkan oleh petugas sekitar bahwa aku orang asing.

Di sinilah aku melihat perlakuan orang Malaysia kepada khususnya warga Indonesia berbeda. Ada sedikit diskriminasi dan merendahkan. Petugas jadi tak ramah dan memberikan petunjuk dengan nada kurang senang. Tapi ini perasaan aku saja. Meski ini dirasakan oleh juga teman-teman lain yang pernah ke sana.

Di Malaysia aku berencana ke Petronas. Eettss.... Di sini kalau Kamu menyebut demikian, warga sekitar akan mengira pom bensin. Yang benar adalah Menara Kembar atau Twin Tower.

Tidak heran saat menyebut Petronas yang sebenarnya Twin Tower Aku ditertawakan. Saat itu aku membeli tiket bus tujuan Bandara Kuala Lumpur International Airport (KLIA1) ke KL Sentral. Aku lalu mencoba mengakrabkan diri kepada penjaga tiket.

"Berapa waktu yang diperlukan ke Petronas?" Aku bertanya formal agar dipahami. Sebelumnya menggunakan bahasa Jakarta kurang dicerna petugas

Dia bingung. Setelah aku menyebut Twin Tower baru tahu. Penjaga itu lalu menjelaskan seperti yang aku sebut di atas. Dia menertawakan kebodohan aku dengan temannya yang tidak jauh dari kami. Mereka tertawa dan terus diulang-ulang menjadi bahan lelucon.

Awalnya Aku biasa saja. Mungkin karena masih belum mengerti betul apa yang dia tertawakan. Tapi lama kelamaan Aku sadar bahwa mereka sedang mengeksploitasi kebodohan Aku.

Tapi Aku tetap masih biasa saja. Mungkin karena Aku Indon jadi layak mereka perlakukan seperti itu. Inilah efek dari kebencian yang diwariskan turun temurun.

Kesal? Tentu iya. Tapi tanggapi santai. Buatku pengalaman dan tindakan itu menjadi ikut membenci mereka. Sama saja Aku ikut dalam pusaran kebencian antarserumpun. Masih ada cerita dari teman yang Aku dengar lebih pahit.

Bus di bandara benar-benar tepat waktu. Tidak telat semenit. Biaya ke KL Sentral sebesar RM10. Kalau dirupiahkan sekitar Rp35.000. Kita anggap RM1 senilai Rp3.500.

Perjalanan dari KLIA1 ke KL Sentral memakan 1,5 jam. Di hari Minggu jalan tidak terlalu macet. Sangat lengang malah. Tapi aku tidak tahu kalau hari biasa. Yang pasti, kendaraan di sini lebih sedikit.

Busnya bagus dan nyaman. Jarak kaki juga luas. Di sini aku bertemu dengan orang Indonesia yang duduk di sebelah. Aku bersyukur karena bisa bertanya-tanya.

Semua rasa penasaran Aku luapkan di situ. Maklum perjalanan cukup panjang. Mulai dari pilihan rute bandara ke Twin Tower atau sebaliknya sampai dalam rangka apa dia di Malaysia. Sayang, Aku lupa namanya. Hehee

Peron LRT di Malaysia. Sama kan kaya MRT

Sampai di KL Sentral, aku kemudian Kuala Lumpur City Centre (KLCC) menggunakan lintas rel terpadu (LRT). Biayanya RM 3 atau Rp11.000. Turun dari bus ke LRT tidak begitu jauh. Jika diibaratkan, tempat ini seperti Blok M karena tempat pemberhentian bus dan transportasi umum lainnya serta pusat belanja.

Setiap tikungan pasti Aku tanya jalan. Maklum anak baru. Takut tersesat. Tempatnya pun luas. LRT cukup nyaman. Maklum di Indonesia transportasi ini belum ada. Aneh sih kalau negeri tercinta belum punya. Tak heran terus tertinggal.

Tiket sekali pakai LRT. Dia berbentuk koin Dingdong 

Bisa dikatakan dalam beberapa bulan lagi resmi beroperasi setelah dari perjalanan ini. Tapi baru moda raya transportasi (MRT). Bisa dikatakan sejenis lah. Stasiun dan bentuknya juga hampir sama kok.

Perjalanan dari KL Sentral ke KLCC ke Twin Tower kurang dari 20 menit. Aku menikmati setiap jengkal perjalanan dengan melongok bangunan kota Kuala Lumpur dari LRT. Tak jauh berbeda dengan Jakarta rupanya.

Suasana di spot terbaik mengambil gambar Twin Tower

Tiba di Twin Tower kurang dari jam 12.00. Aku punya waktu sekitar 1,5 jam. Ali bilang sebelum jam 14.00 sudah naik bus biar tidak tertinggal pesawat.

Tempat pemberhentian LRT ternyata persis di Twin Tower. Berada di dalam tanah, Aku harus naik permukaan. Aku mencari spot terbaik untuk mendapatkan Twin Tower dari kejauhan. Ternyata di situ banyak orang. Turis dari Indonesia juga banyak.

Selfi dulu

Mereka sepertinya memperhatikan aku. Topi yang aku gunakan mungkin dianggapnya aneh.

Setelah itu Aku membeli makan siang. Ali menyarankan nasi lemak karena harganya lebih murah. Aku tidak tahu bentuknya. Tapi dia bilang isinya nasi, potongan ayam, sambal, dan sayur.

Di KL Sentral sebenarnya aku sudah bertanya dengan petugas di mana tempat makan. Dia berkata yang murah ada di luar gedung. Tapi aku bingung jadi menundanya.

Ternyata dekat KLCC ada tempat makan rumah. Bahkan tidak jauh dari Twin Tower. Di sana juga ada penjual nasi lemak.

Sejak dari KLCC aku bertemu dengan petugas yang ramah. Terbukti tidak semua orang di sini jahat. Tinggal kita saja yang menyikapinya.

Nasi lemak. Murah dan enak

Penjual nasi lemak juga ramah. Tokonya berbentuk seperti food truck. Hanya lebih kecil. Harganya pun murah. RM5 atau Rp17.000. Porsinya banyak dengan nasi pulen. Sangat mengenyangkan.

Setelah itu aku kembali di bandara. Sesuai dengan waktu yang diperkirakan, aku sampai sekitar 14.30. Aku telepon Ali di mana posisinya. Dia bilang di ruang merokok.

"Ada kabar buruk," katanya. Aduh ada apa ini. Padahal sampai India saja belum. Semoga saja liburan ini menyenangkan.

Bersambung...
Previous
Next Post »
0 Komentar