Main Salju Murah di India; Injakkan Kaki di Negeri Bollywood

Bacaan sebelumnya klik di sini

Apa yah kira-kira yang Ali sebut kabar buruk? Aku khawatir dia tidak jadi ikut. Apakah itu karena tiket bermasalah, gagal lolos di imigrasi atau terjadi masalah dengan istrinya.

Tapi saat Aku tanya sedang di mana, dia bilang di ruang merokok Bandara Kuala Lumpur. Berarti dugaan-dugaan negatif itu salah. Nyatanya Ali sudah di Malaysia menunggu penerbangan ke India.

Aku berjalan cepat menuju tempatnya. Ternyata tidak jauh dari ruang tunggu transit. Di sana, Aku melihat pandangan Ali kosong. Kepalanya sedikit tertunduk sambil memegang sebatang rokok di tangan kanannya. Sementara tangan kirinya memegang telepon genggam.

Tatapannya tidak berpindah ke arah telepon. Aku menyapa berusaha membuyarkan yang dia pikirkan. Menatap ke wajahku, Ali kembali fokus di telepon. Aku bertanya apa yang terjadi.

“Fajar tidak jadi ikut,” katanya sambil terus menatap layar telepon. Dia seperti sedang mengurusi sesuatu. Sambil memerhatikan apa yang dia lakukan pada gawainya, Aku bertanya apa yang terjadi. Kenapa bisa Fajar tidak ikut. Padahal tiket sudah dia beli.

Beberapa hari sebelum keberangkatan kami sempat bertemu mengecek segala kesiapan. Di situ tampak kami hanya tinggal berangkat. Di hari keberangkatan Fajar juga sudah berada di bandara.

Ternyata masalahnya ada pada nama di visa dia. Di situ tertulis nama dobel. Aku lupa nama lengkapnya. Intinya, di visa nama dia tertulis Fajar Ramadhan Fajar Ramadhan. Itu bukan nama lengkapnya yah. cuma contoh saja.

Rupanya ada kesalahan nama saat mengajukan visa daring. Fajar adalah teman sekantor Ali. Dialah orang yang sangat ingin pergi ke India. Ali diajaknya. Kemudian Ali mengajak Aku. Aku diminta mencari satu orang lagi agar genap. Tapi akhirnya hanya bertiga.

Saat visa sudah keluar, Ali sudah menyarankan agar Fajar mengajukan ulang. Tapi Fajar kukuh dengan percaya diri kalau itu tidak masalah. Ya sudah Ali tidak memaksa. Hingga akhirnya benar-benar dipermasalahkan bagian petugas imigrasi Indonesia.

Ali meminta istrinya agar mengirim surat elektronik ke Kedubes India apa yang sudah dialami Fakar. Kemudian meminta agar kedutaan bisa menerbitkan visa baru. Jika berhasil, Ali meminta Fajar untuk menyusul. Berarti harus membeli tiket lagi dan ketinggalan dua hari di India.

Itu adalah rencana kedua. Sembari memikirkan itu, kami bersiap terbang ke India. Baik pesawat dari Indonesia ke Malaysia dan Malaysia ke India kami menggunakan Malindo Air.

Dari Malaysia kami terbang pukul 16.15 waktu setempat. Perjalanan memakan waktu 5 jam 40 menit dengan waktu India lebih cepat 2 jam 30 menit. Artinya, kami tiba di Negari Bollywood 19.25 waktu setempat.

Horizon India dari pesawat

Selama penerbangan Aku menonton film yang disediakan pesawat. Dua cerita tamat selama di penerbangan. Dari monitor, cuaca di luar berada pada -10 derajat. Ngeri sih. Semoga pesawat tidak membeku. Aku kembali berdoa agar perjalan selamat sampai tujuan.

Saat waktu menunjukkan sekitar 20.15 waktu Malaysia, Aku melihat keluar jendela. Nyatanya terlihat sore. Dari pesawat Aku melihat matahari bakal tenggelam. Aku mengira bakal gelap. Nyatanya salah. Kalau di Jakarta ini seperti 17.30. Di ujung sana berbentuk garis lurus berwarna oranye. Sangat indah.

Akhirnya tiba juga di India. Kami turun di Bandara Delhi Indira Gandhi. Di sini kami masih mengandalkan Wi-Fi umum. Terima kasih fasilitas yang disediakan gratis dan tanpa kata kunci. Ini sungguh sangat membantu walaupun tidak menjamin keamanan.

Bisa saja data dalam telepon dicuri. Tapi Aku berpikir tidak ada data penting. Jadi tidak terlalu masalah jika memang dibajak. Nyatanya memang sedikit ada ketakutan. Tapi masa bodoh karena ini urgen.

Kami berpikir masih belum terlalu membutuhkan sinyal. Beli kartu telepon di bandara sangat mahal di sini. Aku lupa harganya. Antara Rs700 sampai Rs850 (penulisan rupe mata uang India). Kalau dirupiahkan, sekitar Rp180.000 kalau Rs1=Rp200.

Tentu sangat mahal cuma untuk membeli kartu penyedia. Kami berpikir untuk beli di jalan saja. Aku yakin lebih murah. Cerita soal membeli kartu akan ditulis pada bagian selanjutnya.

Sebelum keberangkatan Ali bilang kami sudah harus di sudah ada di Inter State Bus Terminal, Kashmere Gate, New Delhi sebelum jam 10 malam. Itu adalah bus terakhir. kalau memang tidak bisa, kami mengubah rencana.

Kami bergegas ke terminal. Masih ada waktu sekitar dua jam lagi. Akan tetapi kami tidak tahu rute ke Kashmere Gate menggunakan transportasi umum. Ternyata Ali hanya tahu kami akan ke mana saja. Tapi jenis transportasinya apa tidak tahu. Ya maklum saja karena ini baru pertama kali. Akhirnya kami bertanya-tanya.

Metro atau MRT di India. Ini di bawah tanah

Petugas bilang kami bisa menggunakan metro. Dalam bayangan metro itu adalah bus. Maklum sedari orok Aku selalu menaiki metro mini. Jadi kalau dia bilang metro, ya aku pikir sebuah bus. Ternyata itu sebutan untuk moda raya transportasi (MRT).

Jarak dari bandara ke Khasmere Gate adalah 24 kilometer. Ini seperti Pasar Rebo, Pulogebang atau terminal besar antarkota lainnya di Indonesia. Metro pertama adalah kereta bandara. Biayanya adalah Rs60 atau Rp12.000.

Lalu kami transit menaiki metro kedua. Kalau ini MRT. Kenapa Aku membagi dua karena para penumpang harus membayar ulang. Di sini harus beli tiket lagi sebesar Rs20 atau Rp4.000. Dari turun kereta bandara ada jalur berwarna yang menunjukkan rute metro. Untuk tujuan terminal, kami harus mengikuti jalur kuning.

Yang membuat Aku kagum di sini adalah metro berada di bawah tanah dan sangat luas. Dalam benak tidak akan seperti ini. Ternyata dari sisi transportasi umum, India jauh lebih maju dari Indonesia. Sampailah kami di tempat terminal. Mari ke tujuan pertama di India!

Bersambung...

Previous
Next Post »
0 Komentar