Main Salju di India; Cari Penukaran Uang, Kartu Telepon, dan Kangen Matahari

Bacaan sebelumnya klik di sini

Salam cinta dari kami yang bersiap menjelajah India

Keluar dari stasiun Aku dan Ali kedinginan. Hembusan angin pertama yang mengusap kulit langsung membuat tubuh gemetar. Sepertinya cuaca 10 derajat. Kami langsung mengeluarkan jaket di tas.

Beberapa orang sekitar juga tampak mengenakannya. Berarti bukan kami saja yang kedinginan karena belum terbiasa dengan cuaca India. Bukan hanya jaket, Aku juga mengenakan celana dobel. Anginnya menusuk parah. Padahal di sini tidak bersalju. Aku mulai cemas saat nanti di tujuan utama apakah bisa bertahan atau tidak.

Setelah melapisi pakaian, kami segera membeli tiket menuju Shimla. Seperti yang Aku tulis pada tulisan sebelumnya, kami naik dari Inter State Bus Station (ISBT), Khasmere Gate.

Tidak ada yang bisa menggunakan Bahasa Hindi di antara kami. Beruntung ini di kota dan pada paham Bahasa Inggris. Itulah yang kami andalkan.

Bus menuju Shimla juga ada. Jadi liburan masih sesuai rencana awal. Tiket perorang Rs919 atau Rp183.800 (Rs1+Rp200). Busnya petugas bilang eksekutif. Saat menaikinya seperti bus yang aku naiki di Malaysia meski ini lebih jelek. Tapi lumayan nyaman.

Di Jakarta Ali ide untuk naik bus layaknya yang ada di televisi. Maksudnya adalah bus seperti metro mini dan penumpangnya padat. Kalau pernah naik bus 510 Ciputat-Kampung Rambutan, ya seperti itu. Tentu aku tidak mau. Ali pun juga. Itu cuma ide buat lelucon.

Masalahnya adalah perjalanan ini panjang, yaitu 368 Km. Atau seperti dari Serpong ke Pemalang. Patokannya Serpong karena dari rumahku :). Lagipula kami harus tidur di bus.

Maklum, perjalanan ini semi irit. Jadi, selama ada yang bisa ditekan, ya manfaatkan saja. Akan tetapi nanti kami akan menaiki bus yang dimaksud Ali itu. Aku juga mau merasakannya kok.

Setelah dapat tiket, kami makan malam. Menunya adalah makanan dari Malaysia yang aku beli, yaitu nasi lemak. Karena Fajar tidak jadi ikut, Aku menyikat punya dia. Sementara Ali menyantap yang aku belikan untuknya siang hari. Mungkin karena terlalu memikirkan Fajar dia jadi tidak nafsu makan.

Oh iya Aku lupa, di pesawat kan juga dapat makan. Tapi menunya kurang sreg. Di udara kami diberi Nasi Briyani yang merupakan masakan khas India. Rempahnya terlalu terasa. Aku kurang suka sehingga ada keinginan untuk makan lagi di malam hari.

Bus yang kami naiki datang sekitar jam 22.00 waktu India. Di perjalanan Aku langsung tidur. Sungguh lelah rasanya. Maklum, dari Jakarta Aku tidur sebentar. Saat transit di Malaysia, Aku jalan-jalan. Di pesawat juga tidak bisa tidur karena maraton film.

Ternyata memang keputusan Aku tepat. Walaupun sangat dingin, Aku masih bisa bermimpi. Itu bukti tidur nyenyak. Sementara Ali sebaliknya. Selain udara dingin, dia cemas karena jalannya sangat mengerikan. Aku bersyukur tidak melihatnya.

Tapi itu tidak saat pulang. Cerita itu akan Aku buat di bagian lain. Biar kalian penasaran. Akan tetapi yang Aku salut pengemudi di sini taat jam kerja. Setiap tiga atau empat jam sekali mereka istirahat. Tujuannya mengembalikan fokus dan tidak mengantuk.

Shimla New Stand Bus

Perjalanan kami sekitar 9 jam. Jam 08.00 waktu India kami tiba di Shimla New Bus Stand. Tidak lupa kami Salat Subuh. Tapi di sini tidak ada masjid. Cuaca juga sangat dingin. Aku memilih tayamum dan beribadah sambil duduk. Terminal di sini sangat tidak terawat. Meski ada kata “new”, lantainya berdebu. Seperti mall hasil penjarahan tahun 1998 dulu.

Ibadah selesai. Untuk menghilangkan dingin dan terbiasa dengan cuaca, kami memesan teh susu atau dalam bahasa Hindi, cai. Cuma itu bahasa yang aku tahu selain dua, yaitu do. Karena kami hanya berdua, jadi setiap beli apapun, Aku selalu bilang do.

Aku bisa tahu Bahasa Hindi-nya teh, saat sedang menikmati suasana di Shimla ada penjaja minuman meneriakkan, “Cai...cai...cai...”

Lalu Aku melucu ke Ali. “Kong (sapaan Aku ke Ali), ada pedagang asli Sunda. Dia bilang cai.” Kalau tidak ada yang tahu, cai dalam Bahasa Sunda artinya air. Kebetulan bapak itu juga membawa termos dan gelas pastik. Cocoklogi yang Aku gunakan pas lah.

Sebenarnya lawakan itu juga sebagai rasa penasaran. Sambil melirik agar tidak terlihat ingin beli, Aku simpulkan itu artinya teh. Nah, di sini tehnya selalu dicampur susu. Ini adalah salah satu jajanan yang Aku suka.

Harganya juga murah. Antara Rs10—Rs20 atau Rp2.000—Rp4.000 tergantung lokasi. Kalau di tempat makan pasti lebih mahal. Di sini tidak ada kopi untuk warung biasa. Sepertinya cai adalah minuman khas India. Ini cuma kesimpulan setelah beberapa tempat Aku kunjungi.

Badan sudah hangat, hari juga agak siang, dan kehidupan mulai tampak (dua tempat yang Aku kunjungi di utara India, warung hingga orang-orang baru beraktivitas pada pukul 08.00. Aku tidak tahu kenapa, mungkin karena cuaca dingin. Karena saat di tengah-tengah India atau pusat kota, Subuh saja sudah ramai). Saatnya untuk bergerak dan memulai liburan yang sebenarnya.

Aku bertanya pada anak muda. Pertimbangannya pasti dia mengerti Bahasa Inggris dan tahu informasi apa yang kami butuhkan. Kami ingin bertanya di mana tempat wisata atau rekreasi. Dugaan Aku tepat. Dia tahu segalanya. Selain itu orangnya ramah.

Aku bersyukur bertemu dengan orang-orang baik di sini walaupun ada juga yang memanfaatkan kami meski tidak banyak. Intinya cermat dan jangan malu bertanya. Tuhan memberi jalan untuk kami yang sedang melakukan penyegaran dari ingar bingar kehidungan di Jakarta. Apalagi Aku saat itu sedang bertugas mengawal kampanye pemilu. Eneg coy!

Dari New Stand Bus, kami disarankan ke Old Stand Bus. Dari situ kami bisa menikmati Shimla. Orang itu menyarankan kami ke Mall Road. Sepertinya daerah ini memang tujuan pelancong. Karena di siang hari sangat ramai. Baik orang pacaran, pekerja, pedagang, hingga pelajar.

Di sinilah kami menaiki bus yang diinginkan. Desak-desakan. Sudah biasa sih karena di Jakarta juga ada. Tapi ini kondisinya kurang layak, apalagi kondisi jalan perbukitan.

Ternyata kami berbarengan dengan anak sekolah. Sungguh wanita di India lucu-lucu. Manis dan enak dipandang. Wanginya khas India.

Sepertinya ini hari pertama mereka sekolah. Karena orang tua mengantarkan sampai bus benar-benar berangkat. Aku melihat tatapan para ibu kepada anak penuh harapan. Mereka seperti berdoa agar keturunannya bisa hidup lebih baik. Saat supir melaju kendaraannya, sang anak melambaikan tangan. Momen itu membuat Aku terharu.

Biaya bus Rs18 (Rp3.600). murah karena dekat. Kurang dari 15 menit tiba di lokasi. Tapi dari sini kami harus jalan. Jalannya menanjak.

Karena hilang arah, Aku bertanya pada anak sekolah. Anak SD sudah bisa Bahasa Inggris walaupun tidak begitu lancar. Tapi lumayan membantu untuk menanya arah. Aku kemudian mencoba akrab. Tapi sepertinya mereka malu. Entah seperti itu atau takut. Maklum Aku bukan warga sekitar.

Tak masalah. Karena saat Aku salah arah, anak itu mengingatkan. Akhirnya Aku dan Ali di belakang anak itu yang bersama teman-temannya.

Perjalanan menuju Mall Road

Karena jalannya menanjak, Ali terengah-engah. Tidak kuat membawa badannya yang membengkak. Aku melihat beberapa dari mereka tersenyum melihat Ali yang kelelahan. Tapi mereka menunggu.

Sampai di Mall Road, Aku seperti anak kecil yang baru tahu dunia luar. Sangat antusias berkeliling dan melihat keadaan sekitar. Ujung ke ujung jalan kami jelajahi. Lokasi ini tidak ada kendaraan. Titik terakhir hanya di Old Stand Bus. Jadi semuanya hanya ditempuh dengan jalan kaki.

Sembari keliling Mall Road, kami makan. Ya tidak makan besar tapi camilan. Menikmati jajanan khas lokal. Enak-enak karena kebanyakan berbahan dasar roti. Pas sekali dengan Aku yang menyukai itu.

Mencoba berbaur dengan anak sekolah

Jalan-jalan dan mengabadikan gambar sudah didapat. Agak siang kami mulai ke tujuan utama, yaitu menukar uang dan membeli kartu telepon. Kami tidak membawa persediaan banyak dari Jakarta. Dua penukaran di Jakarta tidak menyediakan rupe. Akhirnya kami membeli dolar untuk diganti jadi mata uang India saat sudah sampai di Negeri Bollywood.

Jika dihitung-hitung, kami sudah tidak bisa lagi jajan kalau tidak menukar uang. Repot kalau sudah begini. Bagaimanapun caranya harus bisa mendapat rupe.

Nyatanya memang mencari bank yang bisa menukar uang hanya ada satu di Mall Road. Kami bertanya pada satu petugas bank, dia memberi jalan tidak jelas dan akurat. Lagi-lagi Aku kualat karena sering membuat orang tersesat.

Akhirnya setelah berputar di tempat yang sama dan pegal juga kesal karena tidak ketemu, bank pusat di Mall Road ketemu. Semua dolar yang kami bawa ditukar. Aku lupa bawa berapa, sepertinya Rp2,5 juta. Ali juga tidak lebih dari segitu.

Kami bisa bernafas dan foya-foya lagi. Selanjutnya adalah membeli kartu telepon. Ini penting karena kebutuhan sosial. Untuk riya di media sosial tentunya.

Mendapatkan kartu perdana di India ternyata tidak mudah. Harus ada orang lokal sebagai penjamin. Setelah sedikit berbohong pada petugas bahwa kami punya kenalan, akhirnya didapat juga itu kartu. Harganya setengah dari yang dijual di bandara, yaitu Rs350 atau Rp70.000

Ali memang ada kenalan. Teman yang sangat baru di media sosial. Dari grup backpacker. Ternyata ikut seperti itu berguna juga. Tadinya Ali janjian ingin bertemu. Aku juga mau tahu seperti apa. Tapi ternyata tidak jadi karena lokasi jauh. Tidak apa. Yang penting sebentar lagi bisa mendapat sinyal kehidupan.

Tidak terasa hari sudah siang. Tapi cuaca tetap saja dingin. Kami memutuskan mencari matahari untuk berjemur. Sungguh belum terbiasa dengan keadaan seperti ini. Hidung juga mulai keluar ingus. Beruntung Ali membawa madu. Ini sangat manjur menjaga fisik.

Setiap pagi dan malam aku meminumnya dengan tolak angin. Salah satu bawaan dari Jakarta yang sangat membantu. Ada satu lagi. Tapi nanti ya di tulisan selanjutnya.

Akhirnya dapat juga paparan sinar matahari. Tidak pernah Aku sekangen dan senikmat ini. Ternyata memang kita tidak akan pernah bisa menghitung nikmat Tuhan.

Saat berjemur ada seorang bapak mengajak bicara. Aku ladeni. Dia ternyata seorang pekerja yang menjual barang di salah satu toko. Dan Mall Road seperti yang Aku bilang sebelumnya adalah tempat pelancong. Mungkin seperti Kota Tua, Jakarta.

Kami tidak lama-lama di Mall Road. Lokasi ini memang hanya menjadi tempat singgah sekaligus dimanfaatkan jadi salah satu destinasi walaupun Ali tidak tahu ke mana. Ya, kami dadakan seperti tahu bulat. Tapi itulah yang menjadikan perjalanan ini seru juga berharga.

Sore hari kami kembali ke New Stand Bus. Pagi tadi sebelum ke Mall Road tiket sudah dibeli. Harganya Rs640 (Rp128.000). tujuan selanjutnya adalah Old Manali

Bersambung...

Previous
Next Post »
0 Komentar