Seperti
biasa setiap malam sehabis pulang lipuan aku membuka semua media
sosial yang kupunya. Kegiatan rutin ini aku lakukan agar tidak ada
perkembangan kehidupan sehari-hari teman yang luput dari pantauan.
Salah satu keuntungan adanya media sosial adalah kita bisa mengetahui
segala aktivitas semua teman. Tapi itu hanya berlaku jika teman itu
eksis.
Pada
malam itu tiba-tiba kepikiran untuk melihat rekam jejak kegiatanku di
twitter. Tombol arah bawah terus kutekan hingga tangan berhenti pada
kejadian bulan januari 2014. Itu adalah kegiatan di mana aku sedang
menghadapi sidang skripsi. Di situ tertulis, “Amfuun dah si @prabujaffry mau sidang, malah nonton anime.. Kelakuan temanmu ini loh @ilhamadiansyah_” Begitulah kata
Hilman yang sidang bareng.
Dari
situ pikiranku melayang hingga jauh ke belakang. Aku mencoba
mengingat kejadian apa saja di situ. Agak susah memang merinci setiap
kegiatan yang ada. Pikiran masih samar-samar. Aku terus berusaha
keras agar bisa mengingat penuh. Beberapa menit kemudian,
pecahan-pecahan memori terkumpul.
Aku
ingat hari itu rabu. Aku sengaja berangkat ke kampus pagi-pagi karena
ingin menyelesaikan tugas akhir di proses terakhir. Tidak ada yang
istimewa hari itu. Aku berangkat seperti biasa. Yang beda hanya kali
ini lebih pagi. Mama baru tahu ketika aku ingin pamitan pergi. “Abang
hari ini mau sidang,” kataku tanpa basa-basi. “Hati-hati, semoga
lancar,” kata mama. Mungkin mama bingung harus ekspresi seperti apa
karena memang sebelumnya aku tidak pernah membicarakan soal skripsi
padanya.
Seminggu
sebelumnya ada acara bakar-bakar di malam tahun baru. Itu digelar di
rumahku. Teman-teman yang sudah kumpul aku suruh tunggu karena aku
harus menjemput salah satu teman kuliah yang letaknya tidak jauh dari
rumahku. Ternyata saat aku pergi mama sempat menanyakan perkembangan
skripsiku pada teman.
Mama
harus melakukan itu saking penasarannya dengan tugas akhirku. Ini
sudah tahun kelima aku di kampus tapi aku belum juga melepas status
mahasiswa. Padahal adikku beberapa minggu lagi akan sidang skripsi.
Mungkin mama sungguh ingin mencari kepastian dari teman-teman yang
kebetulan main. Untung, tanpa arahan salah satu teman bilang kalau
sebentar lagi aku akan sidang walaupun aku tidak tahu kapan. Mendapat
jawaban seperti itu, mama terlihat tenang. Itu yang dikatakan teman
setelah melihat ekspresi mama.
Sebenarnya
seminggu yang lalu aku sudah menyelesaikan tugas akhir. Hanya tinggal
sentuhan akhir saja. Aku melakukannya karena sejak awal menggarap
skripsi, aku berjanji akan sudah menyelesaikannya di akhir tahun.
Bulan
November aku sudah mulai gencar meminta ketemu dosen untuk menilai
hasil skripsi. Jika dilihat ke belakang, ini sungguh beda di semester
ganjil. Ketika itu dosen pembimbing yang mencariku. Bahkan dia sampai
bertanya pada mahasiswa yang lain ada di mana aku.
Aku
sengaja menghilang bukan karena takut, tapi memang ingin memahami bab
dua yang isisnya tentang teori. Aku menganggap skripsi bukan hanya
tugas akhir yang diselesaikan dengan buru-buru tapi wadah terakhir
belajar di strata satu. Aku juga sebenarnya sudah ijin sama dosen
bahwa aku tidak ingin bergegas lulus karena masih punya tugas di
organisasi. Beruntung dia memahaminya.
Dua
bulan terakhir sebelum habis tahun, dosen selalu aku teror. Kalau dia
tidak bisa atau membalas pesan instan, aku langsung ke rumah dia
untuk menyerahkan hasil revisi. Beberapa hari setelahnya aku
menanyakan bagaimana perkembangannya. Hingga pada 23 Desember 2013
dosen yang mengirim pesan duluan. “Ambil hasil revisi di rumah
saya,” begitu tertulis di telepon genggamku.
Membaca
itu aku langsung bergegas ke rumah dosen. Beruntung rumahnya tidak
begitu jauh dari kampus jadi tidak masalah jika harus bolak-balik ke
rumahnya. Tiba di rumah ternyata dosen tidak ada. Hanya ada anaknya
dan asisten rumah tangga yang biasa dipanggil “ibu”.
Seperti
biasa anak dosen pembimbing menyambangiku. Dia selalu saja senang
jika aku datang. Biasanya dia memamerkan sesuatu yang dia punya. Aku
bercanda sebentar dengannya lalu bertemu ibu untuk memberikan revisi
skripsi yang sudah dicoret. Begitu melihat halaman depan, mulutku
membentuk lekungan lebar. Aku sudah diijinkan untuk sidang. Sambil ke
kampus aku hanya tersenyum di perjalanan. Sungguh bahagia hari ini.
Beberapa hari setelah bakar-bakar atau hari Senin aku kembali ke kampus. Rencanya aku hanya ingin mengetahui bagaimana proses dan kapan aku bisa sidang. Di ruang kepala jurusan (kajur) sudah banyak mahasiswa tua sepertiku yang ingin mendaftar sidang. Aku segera bertanya pada kajur, “Untuk sidang saratnya apa saja?”
“Kamu
memang sudah selesai? Kalau sudah langsung saja daftar sekarang. Rabu
langsung ibu jadwalkan,” katanya yang membuatku kaget. Dia meminta
ada satu orang yang akan sidang juga agar kami bisa tukeran dosen
untuk dijadikan penguji. Kuajak Hilman yang menjadi teman mengajukan
skripsi dulu.
Ternyata
dia lagi pacaran. Aku langsung telepon dengan nada terburu-buru
menyuruhnya ke fakultas. Beberapa menit kemudian dia tiba. “Ayo
kita sidang Rabu!”
“Hah
yang benar saja? Gua belum siapin apa-apa,” katanya.
“Gua
juga sama. Tiba-tiba disuruh kajur sidang Rabu dan ajak satu orang,
yasudah turutin saja. Daripada nanti lama lagi kita sidang.”
Hilman
menjadi panik juga mendengar itu. Kami bergegas ke ruang kajur untuk
melihat sarat-sarat yang dibutuhkan. Yang diperlukan tidak banyak.
Semua ada di tukang fotokopi. Aku kirim pesan ke dosen pembimbing.
“Saya sidang hari Rabu. Ibu bisa datang di sidang?” tanyaku.
Setiap sidang harus ada dosen pembimbing yang menemani. Tugasnya bisa
mendukung atau membantu mahasiswanya.
“Wah
selamat ya,” jawabnya. Bukan itu jawaban yang kuminta. Kurasa dia
bersedia untuk datang. Sekarang tinggal dosen pembimbing Hilman.
Ketebetulan jadwal dia sibuk. Oleh karena itu kami berharap dia juga
bisa. Beruntung guru besar di kampusku ini bersedia hadir.
Keesokan
harinya aku memberikan surat sidang beserta satu bundel skripsi untuk
dibaca dosen pembimbing. Sebelum sore sudah selesai. Malamnya aku
pergi ke kosan Hilman untuk persiapan besok. Ilham salah satu
sahabatku bersedia menjadi pelaksana acara sidang beserta pacar
Hilman. Besok aku harus datang pagi. “Pokoknya lu besok santai
saja,” kata Ilham
Jam
tujuh pagi aku sudah berangkat dari rumah. Ini tidak seperti
biasanya. Aku seperti anak semester baru lagi. Setibanya di kosan,
hujan turun dengan lebat. Tuhan sungguh memberikan kemudahan saat aku
sidang. Jika saja aku datang telat, mungkin aku sudah hujan-hujanan.
Kekhawatiran
muncul pada Ilham si ketua pelaksana. Aku takut dia masih tidur atau
tertunda karena hujan. Aku terharu melihat dia hujan-hujanan
mempersiapkan makanan untuk sidang. Sedangkan aku di kosan hanya
santai sambil menonton anime setelah itu bermain gitar. Sebenarnya
aku melakukan itu untuk menghilangkan ketegangan.
Karena
memang tidak ada persiapan lebih, aku sengaja tidak mengundang
teman-teman saat sidang. Tapi entah kenapa yang datang saat itu
lumayan banyak. Terutama dari teman kelas. Untuk gosip seputar sidang
memang mudah menyebar dengan cepat. Bahkan salah satu teman yang
sudah jadi wartawan menyempatkan diri untuk datang.
Sidang
berjalan dengan lancar walaupun aku banyak mendapatkan revisi. Terima
kasih teman yang sudah datang walaupun tidak diundang terutama untuk
Ilham Adiansyah yang sangat aku repotkan ketika itu. Semoga kau cepat
menyusul kami.
0 Komentar