Kisah-Kasih di Sekolah (Bagian 34)

Bacaan sebelumnya klik di sini



Salah satu siswa yang ingin ikut audisi protes. Dia mempertanyakan kenapa tidak boleh tampil sendirian. Padahal ini kan pentas seni yang diperuntukkan dari siswa untuk siswa. “Saya punya hak untuk berpartisipasi dalam acara ini juga,” katanya.

“Bukannya tidak membolehkan. Yang akan tampil pada acara nanti kan adalah band. Sedangkan saat ini kamu tampil sendirian. Perhatian juga untuk semua yang hadir di sini. Panitia menunjuk kami untuk menyaring band, bukan penyanyi. Ajang ini bukan bermain akustik yang hanya bermodal satu gitar, tapi dengan alat lain,” Pak Akbar memberikan penjelasan.

“Jadi saya harus bagaimana Pak? Saya juga mau tampil.”

“Kalau mau mengikuti acara ini, kamu harus mencari personil lain untuk audisi.” ketiga guru kemudian berunding. Suasana menjadi tenang hingga tak ada seorang pun yang bicara. Semua mencoba mendengar apa yang sedang para juri bicarakan. “Jadi begini. Khusus buat kamu, kami dari panitia tunggu sampai besok di sini. Waktu penilaian seperti sekarang tapi lokasinya di ruang guru.”

Karena ada perpanjangan waktu audisi, hasil seleksi pun diundur dari agenda yang direncanakan. Seharusnya siang ini setelah jam pulang sekolah kami semua bisa melihat hasilnya di majalah dinding.

Setelah itu waktu terasa begitu cepat. Seperti biasa jam sekolah berakhir tidak membuat kami langsung pulang. Beberapa siswa yang memang tidak bergegegas ke rumah pada duduk di warung dekat sekolah. Ada yang merokok, menggoda wanita yang lewat, dan aktifitas lainnya. Hari ini aku pulang dengan adikku lagi. Biasanya kalau tidak sama dia, aku langsung pulang ke rumah tanpa berlama-lama menunggu di warung.

***

“Yuk kita lihat siapa saja yang lolos audisi,” Rapsan mengajakku dengan yang lain. Teman kelas yang ikut audisi – Rapsan, Rian, dan Avatar Band - menuju ke tempat pengumuman. Sudah banyak yang melihat. Bukan hanya peserta audisi, yang lain juga tertarik mengetahui siapa saja yang maju ke tahap selanjutnya.

Nama Avatar Band masuk di urutan pertama yang tertulis. Mungkin karena tes diawal, nama kami ada paling atas. Soalnya aku melihat band sebelum kami yang tampil tidak ada yang tertera di mading. Aku tersenyum melihatnya. Ternyata band yang sebenarnya cuma ingin senang-senang meramaikan dan menunjukkan pada Rapsan bisa lolos ke tahap kedua. Puas sekali rasanya.

Band Danu juga lolos. Orang yang terakhir dan membuat gaduh kemarin juga lolos. Aku penasaran dengan lagu yang dia mainkan. Katanya suara dia memang bagus. Dia bergabung di paduan suara sekolah. Beberapa kali acara sekolah dia selalu tampil. Tapi aku tidak begitu memperhatikan kalau itu dia.

Tahap selanjutnya sama seperti sebelumnya yakni menilai kekompakkan dan kualitas bermain musik tim. Yang berbeda adalah tempat audisi di studio band. Studio di mana dulu aku, Rapsan, dan Danu latihan bersama.

Meski jadwal penetapan diundur, pelaksanaan seleksi di studio band tidak berubah. Itulah yang dikatakan Pak Rizal kemarin. Tidak ada persiapan bagi kami untuk acara besok. Yang penting sekarang adalah tenang, jaga kesehatan agar bisa datang. Aku hanya mengerjakan PR. Guru matematika lagi-lagi memberikan latihan di rumah agar kemampuan kami dalam menyelesaikan soal matematika semakin lancar.

Hari yang ditunggu tiba. Avatar pergi ke lokasi bersama-sama. Meski Rapsan berbeda band, dia pergi bersamaku. Kendaraan band mereka sudah pas karena jumlah mereka ganjil. Tidak mungkin satu motor untuk tiga orang. Aku tidak keberatan ditumpangi. Toh, biasanya juga kami suka pulang bareng. Audisi seperti ini tidak membuat kami harus musuhan. Profesional saja.

Dalam perjalanan Rapsan bilang setiap latihan mereka main di sana. “Alatnya ada yang diperbarui,” katanya. “Tapi gitar keduanya kurang enak. Mahal juga sekarang.”

Tak butuh waktu lama hingga tiba di tempat. Untuk acara yang seperti ini teman-teman pada datang tepat waktu. Tidak ada yang terlambat. Bahkan yang biasanya nongkrong dulu di warung, pada langsung ke lokasi. Ada beberapa yang ke sana walaupun hanya membeli beberapa batang rokok. Dengan santai siswa menghisap rokok di saat guru sedang mengetes.

Pemanggilan peserta sama seperti kemarin. Karena di pengumuman aku nomor pertama, Avatar Band dipanggil paling awal. Yang menilai masih ketiga guru kemarin. Tidak ada yang absen. Mereka duduk berpencar di setiap sudut ruangan melihat permainan kami dari berbagai cara.

Aku mencoba bass. Kupetik senar yang paling bawah. Yang membuatku heran kenapa senar bass-nya berjumlah lima. Biasanya hanya empat. Tidak ada waktu untuk heran lagi. Setelah dicoba tidak ada masalah. Hanya saja senar paling atas sangat rendah. Ihsan mengetuk tongkat drum memberi aba-aba mulai.

Saat bermain aku merasa ada yang aneh dengan suara bass. Padahal saat kucoba tadi tidak ada masalah. Suaranya sangat rendah. Benar-benar ganjil. Padahal Asep dan Ihsan bermain dengan sangat baik. Apa yang salah? Pengeras suaranya yang ga bagus? Aku membatin. Permainan selesai dan sangat tidak memuaskan. Kami langsung ke luar. “Suara bass-nya jelek banget dah,” kata Rapsan sudah menunggu di luar bersiap untuk dipanggil.

Belum sempat aku duduk, Danu membisiku, “Lu seharusnya main bukan dari senar lima, tapi yang bawahnya.”

bersambung....

Previous
Next Post »
0 Komentar