Perbincangan grup
aplikasi instan kembali ramai. Jarang-jarang kami seperti ini.
Biasanya kalau ada momen akbar saja menjadi ramai. Grup ini terbentuk
karena kami semua berada dalam satu angkatan yang sama dalam
organisasi kampus. Meski sudah selesai dari seluruh kegiatan,
komunikasi tidak boleh terputus.
Intensitas untuk
bertemu semakin berkurang karena kami sudah tidak aktif dalam
kegiatan itu. Hingga pada suatu hari, kira-kira tiga bulan yang lalu
pengurus organisasi yang membesarkanku itu mengajak seluruh anggota
baik yang sudah lulus maupun masih kuliah untuk liburan bersama.
Liburan dalam rangka penyegaran otak.
Penyegaran yang
dimaksud adalah menghilangkan penat setelah bekerja keras memaksa
otak dan tenaga demi kelangsungan berjalannya roda organisasi.
Kegiatan di sini memang dikatakan sangat sibuk. Bayangkan saja, di
saat mahasiswa sedang di rumah atau liburan karena masa studi di
semester sudah habis, kami masih saja tetap kumpul. Bahkan 10 hari
menjelang lebaran, kami masih memiliki kegiatan.
Ada saja yang kami
lakukan. Entah itu liputan karena memang kami begelut di dunia tulis
menulis, atau kegiatan lainnya. Belum lagi kalau ada diskusi.
Kegiatan tidak pernah ada habisnya. Jangankan mikirin pacar, ngurus
diri sendiri saja tidak sempat saking sibuknya.
Ajang liburan
seperti ini memang sangat jarang dilakukan. Tiga tahun gabung di
sini, liburan yang benar-benar libur bisa dihitung jari. Kebayang kan
seperti apa menjenuhkan agendanya? Penyegaran pertama kali dilakukan
setelah tahun kedua aku berkecimpung. Meski hanya pesta
kecil-kecilan, lumayan untuk membuat otak tenang. Itu pun aku tidak
ikut karena ada tugas kuliah.
Liburan kali ini
agak sedikit mewah, yakni menyewa vila selama tiga hari. Sebagai
senior, aku dan teman seangkatan diundang. Setelah perbincangan dan
pertimbangan cukup panjang, kami (teman seangkatan) kumpul di rumah
Rahmat. Dia mengusulkan agar berangkat pada hari kedua di malam hari.
Momen saat di vila |
Usulannya bukan tanpa sebab. Dia ada kegiatan RT di rumahnya. Maklum, teman yang satu ini sudah berkeluarga jadi harus ikut yang seperti itu. Terlebih lagi Rahmat adalah orang yang senang berorganisasi. “Nanti ke vilanya naik mobil gua,” katanya di grup pesan instan.
Kami datang sesuai
yang dijanjikan. Di sana sudah ada sang istri yang menyambut.
Walaupun sedikit nyasar, rumahnya ketemu juga. Selama perjalanan di
perumahannya. Kondisi jalan cukup gelap. Ternyata memang banyak yang
kena begal di sini. Bukan hanya itu, di jalan itu juga pernah
ditemukan mayat.
Terlepas dari cerita
menyeramkan, kami di rumah Rahmat melepas kangen. Suasana ini benar
sangat aku rindu. Sungguh sangat lama kami tidak kumpul. Meski tidak
semua ada, aku sangat senang. Kami tertawa lepas mengenang masa lalu.
Setiap orang menceritakan apa yang sudah dilakukan selama kami tidak
bertemu. Teman angkatan lain yang tidak hadir pun tidak lupa jadi
bahan perbincangan kami.
Hingga akhirnya kami
berangkat. Istri Rahmat ternyata tidak ikut. Jaga rumah sepertinya.
Saat berpisah, entah ingin pamer atau memang sudah menjadi kebiasaan,
Rahmat mencium sang istri di depan kami. Si istri terlihat malu.
“Sial nih Rahmat. Mau pamer kayanya,” dalam hatiku. Suasana juga
jadi heboh. “Makanya nikah,” kata Rahmat yang sepertinya memang
sengaja melakukan itu.
Rahmat bisa
dikatakan nekat. Di saat masih kuliah dan belum berpenghasilan
apa-apa, dia sudah berani melamar anak orang. Tindakan nekatnya
semakin jadi ketika beberapa bulan kemudian mereka menikah. Beruntung
mertuanya tidak mempermasalahkan itu. Karena biasanya, orang tua
wanita agak selektif dengan calon suami anaknya. Apalagi kalau calon
menantunya tidak punya penghasilan.
Kebahagiaan yang
semakin membuatku iri ketika mereka berdua hidup tidak ada masalah.
Tapi aku senang karena sahabatku ini menjalani rumah tangga dengan
bahagia. “Kalau 'pengen' bisa langsung dilakuin. Baru bangun tidur
saja bisa,” kata Rahmat yang semakin membuatku iri. Cepet-cepet dah
ini sih cari jodoh!
Suasana santai di rumah Rahmat. Rahmat yang sedang minum dengan istri di sebelahnya |
0 Komentar