Semua Gara-Gara 5 cm



Baru tiba di rumah setelah mencari berita, adikku langsung menanyakan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. “Tas abang yang gede mana?”

“Ada di kamar. Buat apa?”

“Gua mau ke Bromo.”

Benar-benar dah itu adik. Beberapa bulan yang lalu memang dia mengatakan ingin liburan ke Gunung Bromo setelah mendapat cuti. Dia sudah bertekat. Meski nanti tidak boleh mengambil cuti, dia akan tetap pergi ke sana bagaimanapun caranya walaupun harus berbohong. Ternyata dia boleh mengambil libur. Beruntung lah dia.

Bukan hanya meminjam tas, dia juga ingin membawa kamera DSLR. Kamera profesional memang lebih peka terhadap cahaya dalam mengambil gambar. Berbeda dengan telepon pintar meski semahal apapun harganya kualitasnya masih kurang baik karena memang bukan dibuat untuk mengambil gambar.

Adikku berlibur selama empat hari. Katanya setelah dari Bromo mau jalan-jalan ke tempat wisata yang lain. Aku tidak mau bertanya lebih. Yang penting dia senang dan tidak membuat repot diriku.

Foto adik yang kuambil dari foto BBM

Sebenarnya adikku satu-satunya ini tidak begitu minat dengan menaiki gunung. Dugaanku sih karena film 5 cm. Entah dia yang terpengaruh film itu atau temannya. Tapi beberapa kali dia selalu tidak mau terlewat jika stasiun televisi swasta menayangkan itu.

Ya, film yang dirilis tahun 2012 lalu ini membawa efek begitu besar bagi remaja Indonesia. Gara-gara film yang berlatar belakang pemandangan alam, terutama menaiki gunung ini membuat anak jaman sekarang berganti hobi. Naik gunung.

Aku mengakui film ini sangat bagus. Karena menurutku film yang baik itu adalah yang berpengaruh bagi semua orang. Dan gara-gara 5 cm, banyak orang yang beralih ke naik gunung. Apakah itu pengaruh baik atau buruk, silakan masing-masing orang yang menilai.

Menurutku yang salah adalah orang-orang yang terpengaruh oleh film tapi tidak membawa nilai positif. Boleh saja mereka menikmati keindahan alam, tapi jangan sampai merusak yang sudah ada. Karena apa bedanya kita dengan seorang pembunuh kalau cuma bisa menghancurkan ekosistem atau menjadikan lebih buruk?

Aku juga sebenarnya termaksud orang yang beberapa kali menjejakkan kaki di puncak gunung. Tapi itu sudah dimulai sebelum film ini tayang. Dulu, tidak banyak orang yang suka dengan kegiatan seperti ini. Selain berbahaya juga meletihkan. Tapi entah kenapa teman-teman di rumah yang bisa dikatakan tidak tahu kegiatan ini jadi suka sekali mengajak pergi menjelajahi ciptaan Tuhan itu.

Setelah banyak yang ikut-ikutan seperti ini, muncul dalam benak agar tidak mau naik gunung lagi. Malas saja ketika melihat orang yang pergi bukan karena memang tujuan awal. Aku pernah berbincang dengan teman yang memang anak pecinta alam. Pada dasarnya mereka pergi ke gunung untuk menjaga alam dan merawatnya.

Tapi sekarang hal itu sudah berbeda. Banyak orang yang naik gunung karena ingin pamer di media sosial. Yang lebih menggelikan lagi mereka sudah menyiapkan beberapa lembar kertas dari kota dengan membuat tulisan seperti “dapat salam dari Gunung Semeru” atau “Eneng, Abang sudah nyampe puncak nih,” bahkan sampai memetik bunga bunga edelweis yang sebenarnya itu dilarang.

Ada pesan dari anak pecinta alam yang selalu aku hapal. “Jangan pernah tinggalkan apapun selain jejak. Jangan ambil apapun selain gambar. Jangan bunuh apapun selain waktu.” tiga kalimat yang sungguh sangat dalam. Dan kurasa anak kemarin sore yang ikut-ikutan naik gunung tidak tahu akan itu. Semua gara-gara 5 cm.


Previous
Next Post »
0 Komentar