Tidak Punya Alasan ke Ciputat

Jalan di ibu kota selalu saja begini, macet tanpa kenal jam. Padahal sekarang masih jam satu siang dan bukan jam berangkat kerja ataupun pulang. Tapi kenapa kendaraan tidak pernah ada habisnya. Perjalanan yang panjangnya hanya lima kilometer saja membutuhkan waktu satu jam. seharusnya dengan naik sepeda saja paling lama 30 menit. Hina sekali bukan?

Pekerjaan hari ini sudah selesai. Cepat memang. Wajar saja aku masuk subuh dan memang sudah seharusnya jam pulang. Kebetulan pula besok libur. Aku berpikir akan ke mana hari ini. Terlintas untuk bermain ke Ciputat, daerah yang tidak kalah macetnya dengan Jakarta. Tempat yang penuh dengan kenangan. Lokasi yang selalu ingin aku pergi ke sana.

Tapi itu dulu. Sekarang hasrat itu sudah tidak ada lagi. Setiap kali aku berkeinginan untuk ke sana selalu saja ada hal yang menghalangi. Pembatas itu selalu menang. Selalu saja begitu. Sebuah alasan yang sangat kuat sehingga membuat aku selalu membatalkan rencana jika ingin ke Ciputat.

Penyebab utamanya adalah karena aku sudah punya alasan lagi untuk ke sana. Ini bermula dari setahun lalu. Satu persatu ketidaksabaranku untuk selalu pergi ke Ciputat hilang. Karena sebenarnya banyak sekali yang membuat aku menanti dan menunggu akhir pekan pribadi untuk main. Aku bilang pribadi, ya karena memang liburku beda dengan orang pada umumnya.

Teman-teman yang ada di sana sudah mulai pergi. Pindah ke tempat yang lebih baik demi kehidupan di masa depan. Wajar karena setiap orang selalu ingin bahagia. Dan aku ke Ciputat karena dulu di sana sumber keceriaan. 

Sampai saat ini masih ada tempat yang bisa dijadikan singgah jika ke Ciputat, yaitu sekretariat, kegiatan di luar belajar dimana aku dulu mengabdi ketika kuliah. Setelah tidak aktif lagi, di sana aku bisa bertemu dengan orang-orang yang pernah mengalami nasib seperti aku. Aku memiliki teman mengobrol saat ingin bersosialisasi.

Memang di sana aku masih bisa bersenda, tapi suasana sudah berbeda. Kedekatan dengan orang yang mengurusi organisasi sekarang ini tidak terlalu akrab. Agar bisa terus bergerak, butuh orang baru yang membuat tempat ini terus hidup. Dan pergerakan ini berujung pada perpisahan.

Beberapa kali aku ke kampus dan bersantai di sekertariat semakin membuat aku yakin bahwa semuanya telah berubah. Aku tidak menyerah begitu saja. Lalu aku berpikir untuk menghubungi teman kuliah atau seperjuangan di organisasi yang masih ada di Ciputat apakah akan main ke kost mereka atau sekadar mengajaknya kumpul.

Akan tetapi semua percuma. Aku kembali disadarkan kalau teman kuliah sudah tidak ada yang kost di Ciputat. Kalaupun ada, cuma satu dua orang dan itu juga sedang bekerja. Teman di organisasi? Mereka tidak ada bedanya, sibuk dengan tugas akhir. Memang sudah sewajarnya bagi mereka meninggalkan kampus. Yang paling muda, dua tahun lagi musti lulus. Kalau tidak, harapan mereka dapat gelar pasti pupus.

Di akhir usaha, kehidupanku kini hanya bekerja, pulang. Kalau libur, habisnya lelah dengan santai-santai. Aku menghapus semua jadwal, rencana, atau angan-angan ke Ciputat karena sudah tidak ada lagi cerita di sana. Hanya kenangan manis yang sangat berkesan untuk diingat.

***

Tulisan ini adalah kelanjutan kisah sebelumnya yang pernah aku ceritakan. Coretan saat aku masih tidak bisa lepas dari dunia kampus. Tahun awal dimana selalu memikirkan peristiwa apa yang sedang terjadi di Ciputat. Karena aku sadar bahwa akan datang masa aku akan tidak akan pernah ingin ke Ciputat lagi, akhirnya aku menulis itu.

Kini, datang kala aku benar-benar tidak ada hasrat, keinginan, gairah untuk pergi ke tempat yang penuh kenangan. Aku hanya bisa mengenang masa sulit yang menyenangkan. Tidak pernah ada tempat di saat menempuh pendidikan resmi yang paling aku ingin selalu kunjungi selain dunia kampus.

Previous
Next Post »
0 Komentar