Penyakit Aneh Macam Apa Ini? (Tamat)

Bacaan sebelumnya klik di sini

Aku mulai melakukan penjajakan dengan wanita yang usianya lebih muda beberapa tahun dariku itu. Selain ingin menikah muda, dari kecil aku juga sudah memantapkan diri memiliki pendamping hidup yang lebih muda. Aku tidak pernah tahu kenapa sampai bisa memikirkan hal seperti ini. Yang aku ingat, pasangan ideal yang dianjurkan negara adalah seperti itu.

Pemahaman ini aku dapat dari pelajaran IPS saat SD. Dari iklan-iklan yang ada di televisi saat itu juga sedang menggemborkan usia pernikahan seperti itu. Aku salah satu bocah polos yang termakan oleh kampanye tersebut dan terus terpatri hingga sekarang. Hingga kini pun tidak pernah ada pikiran menjalin hubungan serius pada wanita seumuran.

Meski pernah beberapa kali kenal dekat pada teman yang semumuran bahkan terus memikirkannya, keinginan tersebut selalu kalah oleh konsep menikah dengan wanita yang lebih muda. Aku terus menahan perasaan dengan teman-teman wanita yang sebaya. Tidak peduli seberapa besar ledekan dari kerabat yang ingin aku dengan seorang wanita yang seumuran, aku tetap tanggapi dengan santai. Ini berarti sudah ada beberapa kriteria yang membatasi jodohku.

Kalau dipikir-pikir, masalahnya bukan hanya pada usia saja yang jadi persoalan. Aku seperti belum siap untuk menjalin hubungan dengan serius. Tipe wanita yang sempurna di matalah yang aku cari. Padahal aku tidak pernah tahu wanita seperti apa yang aku suka. Dalam beberapa kasus aku juga menaruh perhatian pada seseorang yang dari penampilannya biasa saja.

Kasus yang terjadi adalah wanita yang sudah kuputuskan untuk menjalin hubungan dengan serius pada tahun ini. Aku sudah menandainya sejak di akhir tahun kuliah. Baru cuma berpikir, belum pada tahap akan benar-benar dilakukan.

Ilustrasi orang pacaran

Tahun pertama sejak itu aku masih biasa saja sampai aku beranikan diri untuk bercanda setiap kali bertemu. Ada saja hal yang aku coba bahas setiap kali tegur sapa. Ini karena kami sudah berbeda status. Aku telah bekerja dengan segala kesibukan sedangkan dia masih duduk di bangku kuliah. Maklum usia kami beda tiga tahun.

Aku selalu menggunakan waktu selesai liputan untuk menjumpainya meski terkadang gagal karena dia tidak ada. Jelas saja tidak jumpa, aku tidak memberi kabar ingin menghampiri. Saat Tuhan mempertemukan, aku menarik perhatiannya dengan cara sembunyi-sembunyi. Aku berusaha untuk senda gurau tanpa harus mengungkapkan atau memberi tanda bahwa aku sedang mencari perhatiannya.

Hanya bercanda dalam waktu kurang dari lima menit saja sudah membuatku senang. Padahal banyak sekali pengorbanan yang aku lakukan hanya untuk bertemu dia. Tapi sekali lagi ini adalah misi sembunyi-sembunyi. Tidak peduli dia tahu atau tidak, aku berpikir yang aku lakukan adalah untuk beberapa tahun ke depan. Awal yang baik dengan konsistensi akan menciptakan hasil yang baik pula.

Di masa perjuangan ini aku merasa bahwa dia memberikan respon positif. Dia sempat mengajak ke pantai meski hanya sebuah wacana. Dia juga seperti seperti mencoba untuk mendekatiku dengan cara menyapa dan memberi tahu sesuatu yang baru. Tapi ini hanya perasaanku saja karena orang yang haus kasih sayang akan merasakan yang dilakukan oleh seorang wanita menjadi sangat lebih. Ya, saat ini aku berada pada posisi itu.

Meski begitu aku yakin kalau dia memang ingin kenal lebih dekat dengan aku. Beberapa kali mengamatinya, perlakuannya terhadap pria lain beda jika dibandingkan kepadaku. Dia juga seperti terkadang memberi kode bahwa dia sedang sendiri dan tidak didekati laki-laki lain. Itu membuat aku yakin dia juga sama seperti apa yang aku rasakan.

Beberapa bulan lalu aku coba menghubungi dia dan mengajaknya ketemuan. Tanpa banyak basa-basi dia mengatakan iya meski waktu itu dia ada janji bersama teman sekolahnya. Konsekuensinya aku “kencan” ramai-ramai. Tidak masalah. Minimal target awal untuk bertemu sukses. Aku juga mengantarkanny pulang meski tidak sampai depan rumahnya karena aku paham bahwa kami masih sekadar teman.

Tidak lama setelah itu aku mengajak bertemu lagi. Kali ini tidak ada pengganggu. Satu hal yang tidak aku persiapkan sebelumnya adalah tempat kita untuk berbagi cerita. Aku lupa membuat rencana cadangan kalau ide itu gagal. Kenyataannya dia menolak lokasi yang aku pilih. Restoran cepat saji jadi alternatif terakhir. Lagi-lagi pertemuan itu tidak lama. Waktu sudah malam dan dia musti segera pulang.

Aku hanya bisa mengantarnya hingga transportasi umum karena dia menolak diantar. Wajar saja, perjalanan naik motor ke rumahnya memakan waktu dua jam. Dengan pakaiannya yang memakai rok dan hanya menggunakan motor, dia memilih kendaraan umum. Meski lebih lama dia pilih yang nyaman. Duduk di motor dua jam itu pegal!

Aku sudah yakin padanya. Pokoknya di akhir tahun ini sudah ada kejelasan mengenai status. Lalu ada perbincangan yang serius ke depannya dengan segala kekurangan dan kelebihan yang kami miliki. Tahun depan atau dua tahun lagi menikah. Rencana yang sangat matang.

Akhirnya rencana yang sudah dibuat seapik mungkin itu gugur. Keyakinanku runtuh oleh karena beberapa sebab. Alasan yang sebenarnya sudah aku hilangkan tapi kembali menggelapkan mata. Dia adalah orang yang dikatakan sangat mampu dan keluarga kami memiliki kerangka pemikiran agama yang sangat berbeda meski kami sama-sama beragama Islam.

Mengenai keuangan pada dasarnya aku bisa mengatasinya. Aku yakin dia mau mulai dari bawah. Masalah utamanya adalah kerangka berpikir soal beribadah inilah penyebabnya. Aku membayangkan keluarganya tidak bisa menerima kedua orang tuaku. Aku sangat takut kedua orang tua kami tidak bisa menyatu. Itu saja.

Ujung kisah aku lagi-lagi gagal mencari pendamping hidup. Banyak sekali pertimbangan yang membuat aku menggagalkan rencana untuk berkeluarga. Kalau begini bagaimana aku bisa menikah? Penyakit aneh ini sungguh sudah berada di stadium akhir.

Previous
Next Post »
0 Komentar