Menjalin Silaturahmi Kembali

Langit mulai terlihat padam. Sedangkan aku masih berada di lingkungan kampus. Kemungkinan tidak akan beranjak ke manapun bahkan pulang ke rumah. Masih ada kegiatan bukan di perkuliahan yang musti aku jalani. Aku prediksi selesai hingga pagi hari. Kebetulan hari itu Jumat, jadi besoknya tidak ada jam kuliah.

Jarum pendek bergerak menuju angka tujuh. Kegiatan akan dimulai sebentar lagi setelah istirahat melaksanakan ibadah. Sebenarnya acara ini sudah dimulai sejak jam lima sore. Kami putuskan rehat sejenak karena harus sembahyang. Maklum, aku kuliah di kampus Islam, jadi habitat layaknya umat taat dilakukan. Ya, meski ada yang tidak melakukan, tapi tidak ada yang memaksa karena sudah masuk dalam ranah individu.

Kami semua sudah dewasa. Yang wanita sudah menstruasi yang pria sudah mimpi. Sudah kenal pacaran pula. Tidak mungkin ibadah harus dipaksakan. Cukup diingatkan dan diajak saja. Kalau tidak hari ini, mungkin suatu hari mereka yang tidak melaksanakan itu akan mendapat cahaya.

Menjelang rapat dimulai. Abaikan kertas-kertas berserakan.

Ini adalah rapat redaksi. Rapat bulanan di organisasi yang bergerak di bidang tulis menulis. Kegiatan seperti ini menjadi kebiasaan sebelum menghasilkan sebuah tulisan. Proses diskusi menjadi sangat lama karena terjadi perdebatan ide tulisan yang akan diambil. Kami berkomitmen tidak akan menghasilkan tulisan yang biasa-biasa saja. Hasil yang baik itu berawal dari proses yang panjang.

Aku pilih perkumpulan ini untuk memperdalam keahlian karena aku kuliah yang bagian kecilnya membahas tentang ini. Aku memilihnya dibandingkan organisasi lain yang ada kaitan dengan jurusan karena … (lima menit kemudian setelah berpikir) aku tidak tahu. Yang jelas aku tidak mau kuliah yang seperti itu saja.

Rapat sudah dimulai kembali dan berjalan dua jam sejak istirahat berakhir. Adu argumen masih sengit. Yang mengajukan ide tulisan mempertahankan isu yang mereka yakini agar apa yang dibawa bisa mereka selidiki. Bagi kami, sebuah kebanggaan tersendiri jika apa yang diusulkan lolos seleksi. Di situlah masing-masing saling mencecar hingga layak dikejar.

Tidak lama telepon genggam bergetar dan mengeluarkan suara. Dari suaranya ini adalah tanda pesan singkat. Aku rogoh kantong sebelah kiri tempat biasa aku menaruh telepon. Aku segera membukanya karena jarang-jarang ada yang menghubungi di malam seperti ini. Ternyata dari teman SMA. Sudah lama juga tidak saling sapa. “Di mana? Bocah pada nongkrong nih,” tertera dalam pesan itu.

Dengan berat hati aku menolak, “Maaf gua masih di kampus. Lagi ada rapat.” Ajakan seperti ini sebenarnya bukan yang pertama kalinya. Teman rumah juga pernah melakukan hal yang sama. Dan lagi-lagi aku menolaknya dengan alasan yang serupa. Sampai akhirnya aku dilupakan karena selalu menolak setiap ajakan.

Suatu hari aku bisa hadir dalam acara kumpul bersama. Ada seorang teman yang bertanya, “Tumben ngga di kampus?” Bagiku pertanyaan itu wajar karena memang aku tidak pernah bisa jika ditanya. Akupun jawab dengan senyuman. Teman lain berkata, “Iya, lu Jef kalau ditanya sama yang lain pasti ada yang jawab paling lagi di kampus.” “Sibuk bener ya jadi aktivis,” samber teman lainnya.

Ya mau bagaimana lagi. Ini adalah pilihanku. Sejak awal aku sudah siap dengan resiko apapun kalau bergabung dengan organisasi ini. Efek paling parah adalah aku kehilangan waktu dengan teman-teman, bahkan keluarga.

Perjuangan ini aku lalui sampai empat tahun. Aku sibuk dengan dunia sendiri. Aku lupakan dunia luar apalagi kawan lama. Dalam lubuk hati ingin sekali bertemu dengan mereka karena sudah lama sekali tidak tertawa bersama, mengenang cerita ketika masih sekolah, dan hal lainnya. Tapi apa boleh buat. Aku musti bersabar. Rasanya seperti memutus satu persatu tali silaturahmi.

Dunia kampus akhirnya selesai. Aku sudah tidak lagi sangat sibuk. Bahkan memiliki waktu yang sangat lengang. Aku bisa kemana saja tanpa harus memikirkan kegiatan wajib. Namun sayang dunia berputar. Intensitas pertemuan teman-teman tidak sesering dulu. Karena bukan aku saja yang punya kegiatan, tapi mereka juga. Lalu aku kesepian.

Sangat sulit sekarang janjian untuk bertemu. Kalaupun bisa, pasti tidak semua. Jika ada satu tim penuh, itu karena ada agenda penting. Tapi tidak apa-apa. Bagiku kualitas lebih utama dibandikan sering jumpa tapi tidak ada apa-apa.

Tapi kini aku akan menebus dosa. Rasa bersalah karena sulit untuk diajak bertemu. Kali ini aku akan mengutamakan bertemu dengan kawan-kawan. Untuk saat ini akan aku korbankan waktu untuk menyambung kembali silaturahmi. Mungkin besok atau entah kapan itu, aku akan menjadi sibuk kembali.

Previous
Next Post »
0 Komentar