Salut dengan Orang Muda Penuh Berjasa

Telepon genggamku berdering. Dalam keadaan samar-samar aku merasakannya. Tapi aku tidak yakin kalau itu suara telepon. Keadaan saat itu masih setengah melayang. Mataku terpejam. Badang miring ke arah kanan. Dalam gelap aku merasakan sedang tertawa bersama teman-teman. Mulut pun ikut melebar terbawa suasana. Aku rasa sedang mengigau.

Suaranya tak berhenti juga. Di tengah senyum aku merasakan bahwa sudah seharusnya aku bangun. Aku tahu bahwa ini adalah alarm telepon yang sedari tadi berdering. Hanya saja aku tidak segera mematikannya karena masih terbawa dalam mimpi. Selaput mata sedikit terbuka dan tangan meraba kasur mendekati sumber suara. 

Aku lupa di mana semalem menaruh telepon genggam. Biasanya aku selalu taruh di lantai jauh dari kasur. Sengaja aku lakukan demikian agar menghindari radiasi. Menurut tulisan yang aku baca, pengaruh telepon yang dibawa saat tidur itu sangat tidak baik untuk kesehatan. Memang tidak dirasakan secara langsung tapi bertahun-tahun kemudian.

Sewaktu masih minim pengetahuan aku hanya menganggap angin lalu. Percaya tidak percaya pada penelitian itu. Suatu kali sedang menonton televisi, tiba-tiba layarnya menjadi jelek. Seperti ada sinyal yang mengganggu. Tidak lama, pesan singkat masuk. Layar makin parah saat ada telepon masuk. Setelah itu aku tidak mau dekat-dekat atau mengantongi telepon genggam kecuali dengan keadaan terpaksa.

Dengan susah payah aku membuka seluruh mata. Pandangan masih samar-samar. Butuh beberapa detik agar aku bisa melihat dengan jelas meski keadaan masih ngantuk. Dengan bantuan mata akhirnya telepon ketemu. Aku matikan alarm dan duduk di pinggir kasur agar tidak melanjutkan delusi. Tak lama aku yakin sudah sadar dan melanjutkan aktivitas.

Sampai pada kegiatan membaca koran. Berita utama seperti biasa yang itu-itu saja. Entah kenapa aku sudah bosan dengan berita kejahatan apakah itu pencurian baik itu dalam bentuk kecil ataupun sangat besar yang mencapai miliaran rupiah. Ada lagi soal kekuasaan yang selalu diperebutkan.

Sebenarnya sih bagus. Aku sangat mendukung dengan kabar yang disebarkan itu. Dengan begitu masyarakat akan tahu siapa saja orang buruk dan layak disumpahi. Hanya saja aku berpikir apakah tidak ada yang bisa dibanggakan? Aku putuskan untuk tidak membaca sepenuhnya atau mengikuti perkembangan yang tidak membuat bahagia.

Setiap lembaran koran aku balik dengan cepat. Tanganku berhenti bergerak. Sembari mengusap tiap jari dengan jempol yang lengket karena tinta koran, aku mengamati gambar yang tertera. Aku membaca judulnya dan mengamati setiap kata. Ini adalah rubrik sosok. 

Dari sekian banyak tulisan, ini adalah yang paling aku suka. Setiap hari kerja, surat kabar ini selalu menceritakan orang yang berjasa untuk orang sekitar meski tidak dibantu oleh pemerintah. Tentu yang paling membuat aku kagum beberapa dari mereka usianya masih muda. Bahkan ada yang lebih muda dariku.

Kalau membaca ini justru aku malu. Sampai kini aku tidak bisa berbuat banyak untuk orang di sekeliling. Aku berpikir hanya menghidupi kehidupan sehari-hari untuk diri sendiri. Egois sekali rasanya. Mau berubah tapi tidak punya upaya.

Beberapa hari yang lalu aku dikirim ke Gunung Kidul. Aku musti bertemu dan melihat keseharian seseorang yang bisa dikatakan pahlawan lalu mengabadikannya. Aku bersyukur karena bisa dapat pengalaman seperti ini. Aku bisa belajar dari orang ini bagaimana dia mengabdi untuk kesejahteraan orang terdekat.

Kegiatan belajar membaca.

Yang paling membuat haru adalah saat bertemu dengan warga yang tidak memiliki cukup daya. Usia mereka sudah tidak bisa dikatakan muda, bahkan ada yang punya cucu. Meski begitu, baca tulis saja mereka tidak bisa.

Sedih memang. Kini, mereka berusaha untuk tidak tunaaksara. Tulisan-tulisan dasar seperti “Bu-di” mereka lafalkan. Setelah itu mereka tiru dengan perlahan kata tersebut.  Rekan bertanya pada salah satu warga mengapa dia mau melakukan seperti ini. Matanya memerah dan berkaca. Tak lama dia berkata, “Agar nggak gampang dibohongi orang. Agar tidak nyasar kalau di jalan.” Cuma itu saja, tidak lebih.

Itu adalah salah satu pengalaman bertemu orang yang aku bilang sangat keren. Sebenarnya masih banyak lagi orang baik di sana dan tidak banyak orang tahu. Mereka melakukan itu tanpa pamrih dan berharap apapun. Mereka melakukan itu karena panggilan jiwa dan sepenuh hati. 

Kalau mau jujur, aku sangat ingin mengikuti jejak mereka. Aku terus berdoa agar bisa diberi kepercayaan untuk melakukan itu. Memang sekarang masih tidak mungkin. Tapi siapa yang tahu lima atau 10 tahun ke depan? Jika bisa lebih cepat, aku pasti akan bersyukur. Dan seandainya memang waktunya tiba, semoga semesta mendukungnya.


Previous
Next Post »
0 Komentar