Target 2016

Sesuatu hal yang serius dimulai dari obrolan santai di warung kopi. Menjelang akhir tahun baru, aku main ke Ciputat. Apalagi alasanku ke sana kalau bukan bertemu dengan teman-teman. Kali ini aku bertemu dengan teman satu organisasi. Sedang asiknya ngobrol santai, dia mengajakku untuk menulis, sesuatu hal yang biasa di antara kami.

Aku bertanya untuk apa. Obrolan santai ini menjadi serius dengan suasana kalem. Dia punya garapan membuat buku elektronik yang bisa dibaca secara gratis. Isinya tentang target di tahun baru. Jelas aku pasti punya akan tetapi tidak bisa dikatakan. Aku ingin ini menjadi rahasiaku saja sampai nanti benar-benar terlaksana.

Lalu aku dapat ide. Ada sesuatu yang ingin sekali aku lakukan sejak masih sekolah. Memang hal yang sangat remeh, tapi harus aku capai. Tulisan pun kelar dalam satu hari. Dia meminta tulisan sebanyak 1500 kata. Kalau dibuat halaman, yaitu tiga halaman.

Akan tetapi hingga kini tidak ada omongannya. Aku sempat bertanya dengan pembuat tata letak kapan akan selesai pembuatannya. Ketidakjelasan yang aku terima. Beberapa hari belakang aku berpikir, kenapa tidak aku taruh di sini saja. Toh, bukan hal yang spesial ini tulisannya. Sayang-sayang sudah aku buat tapi tidak ada hasilnya. Kalau aku simpan di blog kan nyata hasilnya. Berikut isinya.

***

Selepas solat isya telepon genggamku berdering. Belum sempat mengambil dan menekan tombol hijau untuk menjawabnya, panggilan tersebut sudah mati. Aku buka kunci telepon dan melihat siapa yang barusan memanggil. Tidak ada nama yang tercantum di sana. Hanya nomor saja yang terpampang. Pasti kerjaan orang iseng dalam hatiku.

Ini bukan pertama kalinya aku mendapat panggilan aneh dari orang yang tidak dikenal. Entah itu hanya panggilan yang tidak sempurna atau saat itu dikenal dengan sebutan cumi (cuma misscall), atau karena ingin nomornya aku ketahui sehingga membuat diriku penasaran. Kalau memang niatnya demikian, pemikirannya salah. Tidak pernah ada niatan untuk menelepon balik dariku.

Hanya saja kalau ini terus didiamkan, bisa mengganggu kehidupan. Setiap hari ada saja panggilan iseng yang datang. Aku bisa saja mengganti nomor telepon. Tapi setelah dipikir lagi hal itu tidak mungkin. Membeli nomor baru pasti akan sangat merepotkan. Belum harus daftarnya, simpen kontak, dan yang paling menjengkelkan adalah memberi tahu teman lain kalau aku ganti nomor. Membayangkan saja sudah membuat aku pusing.

Alasan ketiga inilah yang membuat aku enggan untuk ganti kartu baru. Biarkan saja orang-orang iseng misscall, toh aku juga jarang mempedulikannya. Kalau mereka bosan juga nanti lelah sendiri. Kita lihat siapa nanti yang akan bertahan dengan semua ini.

Foto ini adalah ukuran aslinya. Maklum diambil dengan kamera kualitas VGA. Oh iya foto ini tidak sesuai dengan isi tulisan. Hanya ingin ditaruh di sini saja.

Kejadian ini sudah berlangsung sejak beberapa bulan setelah aku memiliki telepon genggam. Aku benar-benar ingin punya telepon sendiri ketika menginjak kelas dua SMA. Pada masa itu aku berpikiran sudah saatnya aku memilikinya. Ada beberapa alasan aku harus punya telepon genggam. Yang paling utama adalah agar mudah dihubungi keluarga dan teman.

Beberapa kali ayah menawarkan apakah aku mau dibelikan telepon. Jawabanku selalu tidak. Kalau memang ada hal yang penting aku bisa menghubungi rumah menggunakan telepon umum. Jika teman mencariku, mereka bisa telepon ke rumah karena aku tidak pernah pergi ke mana-mana.

Semakin berjalannya hari ternyata mencari telepon umum semakin sulit. Dengan merajalelanya telepon genggam yang semakin murah, bisnis ini kian meredup. Meski beberapa teman memiliki ini, tapi jika aku pinjam untuk menghubungi rumah selalu tidak ada pulsa. Mau tidak mau kan aku harus cari tempat yang masih menyediakan jasa ini.

Maklum, selama menjadi pelajar aku adalah anak yang selalu harus ijin dengan orang tua. Pulang malam sedikit harus menghubungi rumah agar tidak membuat khawatir. Meski aku anak lelaki dan memiliki adik perempuan, perlakuan orang tuaku terhadap kedua anaknya tidak ada yang diistimewakan. Semua dibuat sama.

Akhirnya aku putuskan untuk mempunyai telepon genggam. “Yah, Abang mau punya telepon,” kataku.

“Mau yang seperti apa?” Tidak ada penolakan atau wejangan dari ayah. Karena seperti yang sudah aku bilang sebelumnya kalau ayah sudah beberapa kali menawarkan untuk membeli telepon. Saat pertama kali aku meminta, aku langsung disuruh mencari tipe telepon yang berkualitas bagus. Selain tahan lama, dengan fitur terbaru membuat aku tidak kalau canggih jika dibandingkan telepon baru di tahun kemudian. Karena teknologi makin berkembang setiap harinya.

Seminggu setelah itu aku mendapatkan telepon baru. Aku langsung memberi tahu teman terdekat. Jadi mereka tidak perlu bingung jika mencari atau sangat butuh aku. Tinggal telepon, aku bisa menjawab pertanyaan dan kebutuhan mereka.

Sebenarnya tidak ada yang berubah dengan aku memiliki telepon. Aku juga tidak begitu ketergantungan dengan alat ini. Kesibukan dan kesenangan dengan bermain masih tetap aku jalani. Hanya saja ada ruang privasi yang mulai dimasuki orang lain ke duniaku.

Entah dimulai darimana, orang-orang tak dikenal mulai misscall. Dan yang aku sudah jelaskan sebelumnya, tindakan tersebut kuanggap angin lalu. Nomor-nomor asing itu aku simpan. Kuberi nama “tanpa nama.” Kalau ada nomor lain, aku tulis “tanpa nama 2” dan begitu seterusnya.

Di saat nomor asing yang sering menghubungi ini mereda, aku coba hubungi satu persatu nomor mereka. Beberapa dari nomor tak dikenal ini sudah tidak aktif. Itu tanda kalau mereka memang sengaja mengerjaiku. Aku punya dugaan bahwa dia adalah salah satu orang yang suka dengan aku. Di sekolah ada salah satu wanita yang selalu melihat aku dari seberang kelas melalui celah pintu.

Pertama kali aku tidak menyadari kalau dia memperhatikan aku. Setiap tidak ada jam atau guru yang tidak masuk, wanita ini selalu berdiri di seberang dan mencari tempat agar bisa melihat aku dengan jelas. Beberapa minggu kemudian tersebar juga kabar bahwa wanita ini suka aku. Mulai saat itu pula aku selalu pindah tempat duduk jika dia di luar kelas dan melihat aku.

Kebetulan temannya adalah teman aku saat kelas satu. Ketika itu aku iseng pinjam teleponnya dan mengecek nomor-nomor yang selalu menghubungi aku. Benar saja. Salah satu dari kontak ini adalah nomor dia. Sayang nomor ini sudah tidak aktif. Jika tidak, aku kerjain balik nomornya.

Satu nomor sudah ketahuan. Masih ada beberapa kontak tak dikenal. Salah satu cara untuk mengetahui kontak ini adalah menelepon balik. Meski sejak awal aku tidak mau meladeni nomor asing ini, tapi aku penasaran. Siapa sih sebenarnya mereka. Hingga ada salah satu kontak masih aktif. Tak lama menunggu ada suara dari seberang sana. Yang membuat aku kaget ini suara wanita.
Previous
Next Post »
0 Komentar