kisah-kasih di Sekolah (Bagian 42)

Bacaan sebelumnya klik di sini


Libur sekolah kenaikan kelas lebih lama dari libur pertengahan semester. Kalau libur dari semester satu ke semester dua hanya satu minggu, di semester akhir kami bisa dapat satu bulan full. Belum lagi kalau masuk sekolah setelah ujian. Itu bisa lebih karena setelah ujian hanya membuang jatah kegiatan belajar mengajar. Kami disuruh masuk tapi tidak belajar. Tidak masuk pun tak masalah karena absen sudah tak berlaku.

Meski sudah bebas aku masih saja ke sekolah berharap bisa bertemu Charnia. Hari pertama dia masuk. Tapi aku masih tetap melihatnya dari kejauhan. Aku tetap dalam kehantuan ragu-ragu. Belum ada keberanian untuk mendekati Charnia. Sampai kapan aku akan seperti ini? Aku terus mengutuki diri karena punya mental pecundang.

Melihat dia tersenyum dari kejauhan saja membuat aku bahagia. Dia orang yang murah senyum. Aku lihat belum ada pria di kelas yang mendekatinya. Aku berpikir masih punya kesempatan. Tapi kesempatan itu tidak pernah aku manfaatkan. Rasa takut ini lebih besar dari apapun. Aku harus mencari cara agar bisa menghancurkan penghalang ini.

Sebenarnya aku bisa. Tindakan pertama yang harus aku lakukan adalah menghampirinya. Kalau sudah melihat dia dari dekat pasti akan berlanjut. Itu saja yang ada dalam pikiranku, titik. Sangat sederhana bukan! Akan tetapi mudah diucapkan sulit dilakukan. Aku bingung harus mulai dari mana. Kalau saja aku punya satu pembahasan untuk bicara dengannya, pasti akan aku gunakan dengan baik.

Aku hanya bisa menghayal. Membayangkan bicara dengan Charnia, menceritakan seluruh isi hati, lalu mengungkapkan perasaan masing-masing. Nikmat sekali membayangkan itu. Aku merasa seperti sudah melakukannya setiap kali melakukan itu.

Hari pertama pascaujian berakhir biasa. Aku tetap kumpul dengan teman semeja dan dia tidak lepas dari kelompoknya. Sekolah pulang sangat cepat karena tidak ada yang dikerjakan para siswa. Kami semua bingung apa besok akan sekolah atau tidak. Kalau seperti ini lebih baik di rumah saja. Aku putuskan untuk sekolah agar tetap bisa melihat Charnia.

Aku berangkat sekolah seperti biasa. Telat setengah jam tidak ada dari pihak sekolah yang menegur. Bebas sekali. Mau diapakan lagi karena sekolah menjadi ketat agar proses belajar tidak terganggu. Aku menuju kelas dengan kondisi jantung berdegub sedikit cepat. Tak sabar melihat wajah Charnia.

Belum sempat melangkahkan kaki masuk kelas, rasa kecewa sudah menghingap. Aku lihat dari kejauhan tidak banyak teman yang masuk. Sangat sepi. Tidak seperti biasanya. Begitu juga Charnia. Ternyata dia tidak ada di kelas. Aku masih berharap dia datang terlambat. Tapi rasanya tidak mungkin. Selama satu kelas dengannya aku tidak pernah melihat dia terlambat.

Suasana kelas pun terasa sangat membosankan. Teman-teman dekat tidak ada yang masuk. Aku hanya duduk di kursi. Beberapa teman yang jarang sekali aku ajak bicara asik tertawa. Setengah jam sudah aku duduk diam. Waktu terasa sangat lama. Akhirnya aku putuskan menghampiri mereka untuk memecah rasa suntuk. Meski sedikit canggung aku coba untuk menikmati.

Kami putuskan pulang sebelum bel istirahat berdering walaupun tidak akan terdengar karena tidak ada jam istirahat saat ini. Kami bisa masuk dan pulang sebebasnya. Kali ini aku putuskan besok dan seterusnya tidak masuk sekolah. Inti penyebabnya adalah Charnia sudah tidak masuk lagi. Tidak ada gunanya juga karena tidak ada apa-apa.

Di rumah aku juga banyak kegiatan meski hanya aku habiskan dengan bermain. Dari bermain bola, PS, nongkrong di warung, dan kagiatan lainnya. Liburan membuat kami jadi sering kumpul. Malam hari yang biasanya sepi kini jadi ramai dipenuhi anak-anak yang libur. Dari anak SD, SMP, bahkan SMA berseliweran di tempatnya masing-masing. Mereka punya wilayah sendiri untuk dijadikan tempat kumpul.

Aku juga tidak mau kalah. Anak remaja seusia dengan aku yang paling banyak di sini. Hanya momen seperti ini yang pas untuk kami bertemu. Karena kalau sekolah para orang tua biasanya melarang anaknya main apalagi keluar malam. Mereka harus belajar dan mengerjakan PR. Kalaupun tidak mengerjakan keduanya, kami harus tidur cepat karena harus bangun pagi.

Satu bulan libur membuat aku sedikit melupakan Charnia. Perasaan was-was yang selalu ingin bisa melihatnya berkurang. Rasa candu ini kepadanya memudar. Terkadang aku menikmati, kadang juga kesal karena tidak bisa mengatasi rasa gelisah ini. Hingga akhirnya besok aku sudah mulai sekolah lagi. Sekolah dengan tingkat baru dan teman baru.

Aku sudah tidak terlalu berharap satu kelas bersama Charnia. Hanya saja kalau memang terwujud, aku tidak akan pernah melewatkan kesempatan ini. Anggap saja tahun lalu menjadi pembelajaran buat aku. Kali ini tidak boleh sama seperti kemarin. Haduuhhh membayangkan ini saja sudah membuat aku gelisah lagi. Padahal hari pertama sekolah kan masih besok.

Bersambung…

Previous
Next Post »
0 Komentar