Eliza Kissya yang Dikutuk untuk Haruku

Dari tengah laut menuju bibir pantai aku melihat sesosok pria tua yang berdiri di atas pemecah ombak. Tampaknya dia sedang menunggu sesuatu. Semakin mendekat pria tua itu melihat ke arah perahu kami. Tak lepas pandangannya ke perahu. Aku tidak tahu siapa dia. Dari wajahnya seperti sedang menanti kedatangan kami.

“Om Eli ya?” kata salah satu rekan yang bertugas bertemu kepala desa di Pulau Haruku, Maluku Tengah. Dia mengangguk. Raut muka cemasnya berubah. Dia terlihat lebih tenang. “Saya sudah tunggu daritadi. Saya takut kalian nyasar,” katanya. Sebelumnya, orang yang ingin bertemu dengan Om Eli diantar ke tempat sebelah yang tidak jauh dari lokasi dia tinggal.

Jelas saja dia menunggu. Sejak dua jam yang lalu aku bilang padanya sudah di perjalanan menuju pelabuhan. Padahal kami baru saja makan. Belum lagi setelah itu kami belanja untuk bekal makanan di sana. Sejam kemudian di saat kami benar-benar dalam perjalanan aku bilang baru mau akan naik perahu.

Di telepon yang terakhir, kira-kira setengah jam kemudian, narasumberku ini kembali menanyakan posisi. Dari suaranya sepertinya dia cemas kalau aku tidak tiba dengan selamat. Dengan perasaan tidak enak aku katakan sedang mengambil gambar di sekitar pelabuhan. Kalau yang ini aku benar. Aku jadi merasa bersalah karena membuat orang khawatir.

Kali ini aku benar-benar dalam perjalanan. Aku mengenalkan diri pada Om Eli, begitu biasa dia disapa orang. Akulah orang yang dari Jakarta menghubunginya untuk bertemu. Akhirnya kami tatap muka juga. Namanya adalah Eliza Kissya. Usianya sudah lebih dari 60 tahun. Meski sudah tua, tidak bisa dia menikmati masa senja dengan manja.

Sejak usia 20 tahun Om Eli sudah diberikan tugas yang berat untuk menjadi Ketua Adat Negeri Haruku. Seperti itulah masyarakat sini menyebut Pulau Haruku. Oleh karena itu Om Eli disebut wakil raja. Dan sebutan untuk gubernur di sana adalah bapak raja.

Penunjukan Wakil Raja Pulau Haruku tidak sembarang orang. Dia harus lelaki dari keturunan wakil raja sebelumnya. Setelah itu harus memiliki kesiapan untuk mencurahkan segalanya untuk Negeri Haruku. Itu sebabnya Om Eli tidak pernah keluar pulau untuk mencari nafkah. Salah satu sarat penting yang harus dimiliki oleh wakil raja adalah memiliki istri.

Di usia yang masih muda Om Eli masih belum memikirkan sejauh itu. Akhirnya dia dijodohkan dengan gadis setempat. Pernikahan yang tidak pernah dibayangkan secepat ini oleh sepasang anak muda itu. Tugas wakil raja adalah menjaga kelestarian alam di Haruku, menjaga flora dan fauna, dan yang paling mengancam nyawa adalah melindungi pulau dari pembalak liar.

Om Eli cerita bahwa dirinya pernah mengejar orang yang ingin mencuri ikan khas Pulau Haruku. Haruku terkenal dengan ikannya yang melimpah ruah. Ini menyebabkan orang-orang ingin mendapatkannya meski bukan waktu yang tepat. Ya, penangkapan ikan ada penanggalan sendiri. Penanggalan ini bertujuan agar keberadaan ikan tetap terjamin.

Saat mengejar para pembalak liar Om Eli mengatakan bisa saja nyawanya dan penjaga lain melayang jika para orang yang tak bertanggung jawab itu melempar bom. Beruntung tidak orang itu tidak melakukannya. Aku berpikir bisa saja bahan berbahaya itu dilempar. Tapi mungkin Tuhan masih menyanyangi dan berharap Om Eli terus menjaga pulau.

Belum lagi pernah ada saat salah satu perusahaan yang ingin menambang di Haruku. Om Eli harus melawan preman-preman berduit itu. Dia bahkan sampai harus mengungsikan seluruh keluarganya ke luar pulau dan musti tinggal berpindah-pindah tempat agar tetap bisa memperjuangkan tanahnya dengan selamat. Pengorbanannya tidak sia-sia. Bertahun-tahun melawan, akhirnya Negeri Haruku bebas dari tangan asing. Dia tidak ingin Haruku seperti negeri yang berada di sebelahnya, yakni Papua yang telah habis diekspoitasi negera asing.

Masih banyak lagi perjuangan Om Eli untuk Haruku. Lalu bagaimana dengan kehidupan sehari-hari? Bagaimana Om Eli menghasilkan uang melihat dia hanya menghabiskan hidupnya di Pulau Haruku dan tidak beranjak kemana-mana.

Om Eli memanfaatkan bahan-bahan yang dia jaga. Alam yang dilindunginya pun memberikan balas budi pada Om Eli. Pertama dengan melestarikan Burung Maleo yang merupakan burung khas Maluku. Dia menjaga burung tersebut dan membuat penangkaran. Lalu dengan menanam bibit Pohon Bakau. Om Eli lah yang menanam pohon Bakau di Pulau Haruku. Salah satu fungsi bakau adalah mencegah abrasi. Ada lagi bibit cengkeh.

Om Eli sedang menanam bibit Bakau

Masih banyak lagi tanaman yang membantu Om Eli. Meski begitu, hidupnya masih juga kekurangan. Untuk mengurangi kemiskinan, Istri Om Eli juga membantu dengan menawarkan jasa jahit.

Meski sudah berjuang untuk negeri, tidak ada perhatian sedikitpun dari pemerintah daerah. Bantuan malah datang dari negara luar. Itulah sebabnya Om Eli sangat benci dengan pemerintah. Seharusnya minimal ada perhatian untuk Om Eli. Bahkan Om Eli tinggal di rumah tempat menerima tamu. Rumah ini didirikan oleh peneliti Jepang yang datang untuk mengobservasi.

Di usia pernikahan yang sudah 40 tahun ini, Istri Om Eli mencurahkan hatinya kalau dia tidak bahagia dengan apa yang telah dilakukan suaminya. Pernyataan yang membuat kami terkejut. Alasannya karena dia terlalu memikirkan Haruku sehingga membuatnya sibuk. Om Eli suka lupa dengan keluarga. Meski begitu istri Om Eli tetap setia menemani dan mendukungnya hingga usia tua.

Foto bersama dengan Om Eli, istri bersama cucu, dan partner kerjaku. Di belakang adalah rumah tamu yang didirikan dengan bantuan Pemerintah Jepang

Previous
Next Post »
0 Komentar