Siapa Aku?

Instagram adalah sesuatu yang baru buatku. Kalau beberapa teman sudah memainkan ini sejak empat hingga enam tahun lalu, aku paling baru mendaftarkannya 1,5 tahun. Tujuan utama bukan karena ingin mengetahui kegiatan sehari-hari teman melainkan hanya ingin menikmati foto-foto wanita cantik yang tidak aku kenal.

Aneh memang. Aku sendiri juga berpikir demikian. Padahal keinginan ini adalah kesadaran murni dari otak. Tapi sebagai individu yang menggerakkan tubuh ini, aku tidak pernah tahu apa yang melandasi hasrat ini. Yang aku tahu adalah aku lebih menikmati keindahan wanita yang tidak pernah aku kenal sama sekali dibandingkan kenal.

Alasannya satu, aku mudah sekali kecewa. Satu saja dia ketahuan sifat buruknya, maka aku akan biasa saja. Makanya hal pertama yang ingin aku dekati dengan seorang wanita bukan berdasarkan wajah atau penampilan, tapi sifatnya. Bahkan sampai sekarang itu terus aku jadikan patokan.

Sudah cukup mengenai wanitanya. Kembali ke media sosial. Di awal buat, aku tidak pernah mengikuti orang-orang yang sudah dikenal. Hampir semua yang aku ikuti adalah wanita-wanita yang sesuai dengan seleraku, bidadari ciptaan Tuhan yang enak dilihat.

Cukup membahas lebih jauh mengenai wanita lagi. Inti tulisan yang aku buat bukanlah itu. Hingga berjalannya waktu, akhirnya aku follow teman-teman yang aku kenal. Aku lakukan demikian karena mereka melakukan lebih dulu. Meski tidak ada kewajiban, follow mereka balik adalah satu cara untuk menghargai.

Sudah jadi informasi umum kalau aku adalah orang yang pendiam. Bukan pendiam sebenarnya, tapi lebih pada irit bicara (((sama saja))). Aku berpikir kalau tidak ada hal yang penting lebih baik tidak usah mengeluarkan kata-kata. Toh, tidak ada yang tersakiti juga kalau aku diam.


Tapi jangan salah, aku juga orang yang bawel dan banyak bicara. Itu kalau aku sudah merasa akrab dan nyaman dengan orang tersebut. Maka butuh waktu buatku untuk jadi seperti itu. Seberapa lama? Tergantung kondisi. Biasanya setahun. Lama yah. Ya seperti itu keadaannya. Tapi bisa juga hanya butuh sehari. Tergantung kenyamanan.

Akan tetapi rasa nyaman inilah yang jarang sekali muncul. Hilang dan timbul tersebut membuat aku menjadi tidak jelas. Kadang diam, kadang berisik, kadang tertawa, kadang gila, tidak jelas pokoknya. Akibat ketidakjelasan ini orang sulit menilai aku. Mereka tidak pernah tahu setiap kata yang aku keluarkan apakah serius atau bercanda karena ekspresi yang aku keluarkan datar.

Untuk kehidupan sehari-hari saja masih bingung, bagaimana di dunia maya? Inilah yang kerap kali menjadi masalah. Bukan saja padaku, tapi orang-orang pada umumnya. Semua orang yang komunikasi secara tidak langsung tidak akan pernah tahu pengirim pesan tersebut apakah sedang tertawa, sedih, berduka, bahagia, ataupun lainnya.

Hal ini menjadi rentan ketika bicara hal yang serius. Ketika satu orang mengirim pesan yang sebenarnya ingin bercanda, bisa saja dianggap dengan nada yang marah. Itu pasti. Salah satunya beberapa waktu silam. Pengalaman ini terjadi saat aku mengomentari status seseorang. Aku hanya ingin bercanda tapi ditanggapi lain oleh si punya akun.

Dia tersinggung lalu mengirim pesan pribadi. Terjadi perdebatan singkat. Aku jelaskan dan dia mengerti. Dia paham tanpa harus memberikan pendapatnya. Masalah selesai. Bukan hanya kali ini saja. Beberapa kejadian aku sempat mengalaminya.

Padahal aku bukan orang yang seperti itu. Aku bukan tipe yang suka menganggap sinis atau jahat pada orang lain. Akan tetapi karena wajahku yang tidak jelas ini membuat orang sulit mengenal diriku. Makin dipersulit lagi dengan komunikasi di dunia maya yang aku tidak ada di depan muka dengan lawan bicara.

Mengatasi kesalahpahaman ini, aku selalu memberikan emotikon senyum ketika mengirim pesan. Agar lawan tahu bahwa aku sedang gembira. Tapi sungguh, aku adalah orang yang baik. Memang aku memiliki wajah yang datar. Tapi di balik itu, ada sesuatu yang membahagiakan. Coba dapatkanlah itu dariku.

Previous
Next Post »
0 Komentar