Kisah-Kasih di Sekolah (Bagian 9)

Cerita sebelumnya klik di sini


Tidak lebih dari 10 menit tiba di rumah Tia. “Assalamuallikum! Tia,” pintu rumah langsung terbuka. Sepertinya Tia sudah menungguku. Penampilannya saat di rumah sungguh berbeda saat di sekolah. Selain belum lama kenal, ini juga pertama kalinya aku menyambangi rumahnya. Aku merasa Tia lebih manis saat memakai pakaian bebas. Memakai kaos dan celana pendek dengan bando di kepala membuatku lebih lama memandangnya.

Aku memang suka datang ke rumah teman. Pikirku kalau tahu rumah mereka, di saat ingin bertemu tidak usah bingung lagi. Aku juga ingin tahu seperti apa rumahnya. Sayangnya keinginan seperti ini tidak aku lakukan saat sekolah dasar. Sekarang aku begitu bingung jika ingin bertemu dengan teman SD. Kontak mereka pun tak ada. Ini resiko jika sekolah yang jauh dari rumah, pasti memiliki teman yang jauh pula.

“Wallaikumsalam. Masuk Kak.” Tia membuka pagar pintu. “Motornya dimasukin aja biar aman.”

“Siapa Dek?” terdengar suara dari kejauhan. “Teman Tia, Mah.” Ternyata itu mama Tia. Dia juga keluar karena penasaran. Aku segera memberi salam pada mama Tia.

“Nama kamu siapa?”

“Jefri tante. Aku ke sini mau bantu Tia membetulkan komputernya.” Mata mamanya memang cokelat. Mirip sekali dengan Tia. Usianya sekitar 35 tahun. Meski begitu, wajah dan penampilannya seperti usia 25-30 tahun. Mungkin saat dewasa nanti, Tia akan seperti ini.

“Oh terima kasih ya sudah datang jauh-jauh ke mari. Tia dari kemarin rewel terus. Katanya konputer tidak mau nyala. Mama juga bingung harus ngapain soalnya tidak tahu apa-apa.” Kata ‘mama’ yang diucapkan seakan-akan aku adalah anak atau orang yang sangat dekat dengannya.

“Ngga ngerepotin kok tante. Rumah aku juga tidak jauh dari sini. Setelah ini juga kebetulan mau les.”

“Masuk yuk.” Tia mengajakku agar segera menginstal ulang komputernya.

“Mama buat minuman dulu. Jefri mau minum apa?”

“Air putih aja tante biar ngga ngerepotin.”

“Buat minum doang tidak repot kok. Oh iya, panggilnya mama aja. Kalau tante seakan-akan seperti di sinetron.”

“Emm.... iya.” Haduhh kenapa jadi begini. Mama Tia seakan-akan tidak masalah aku datang ke rumahnya. Untung saja komputer ada di ruang tamu, bukan di kamar Tia. Kalau itu terjadi, aku benar-benar bingung harus melakukan seperti apa.

Aku langsung mengeluarkan kaset program instal ulang komputer. Telepon juga aku keluarkan. Tidak ada pesan masuk atau panggilan tak terjawab. “Lagi nunggu pesan dari seseorang ya Kak?”

“Nggak kok.” Tia sudah duduk di sebelahku. Sebagian lengannya menyentuhku. Pangkal lengannya begitu empuk. Apakah badan perempuan seperti ini? Aku menaruh telepon kembali ke dalam tas sambil menggeser badan agar tak terlalu dekat dengan Tia. Ini adalah cara agar seakan-akan aku tidak seperti menjauhinya. “Instal seperti ini butuh waktu lebih dari setengah jam.”

“Wah lumayan lama juga yah. Ini komputer pakai acara rusak segala lagi.”

“Makanya instal antivirus juga. Biasanya kompter seperti ini karena sering colok flash disk sembarangan.”

“Oh gitu.” Tia seperti tak paham dengan apa yang aku ucapkan. “Ini gue instalin semuanya. Kalau mau nyolok flash disk dari orang lain, di-scan dulu biar ga nular virusnya.”

Tatapan Tia kosong. Dia seperti benar-benar tidak paham dengan apa yang aku ucap. “Kayanya lu bingung. Ntar kalau selesai instal, gue ajarin cara scan. Ini bisa internet kan? Kalau begitu lumayan aman buat memperbarui antivirusnya.”

“Kakak udah punya pacar?” pertanyaan Tia itu mengagetkanku. Berani sekali dia bertanya seperti itu. Jawab jujur ngga yah?

Bersambung...

Previous
Next Post »
0 Komentar