Kisah-Kasih di Sekolah (Bagian 45)

Bacaan sebelumnya klik di sini


Kalau saja saat Charnia langsung menatap ke kiri lalu duduk, pasti dia tepat di depanku. Nyatanya tidak. Aku terlalu berharap lebih rasanya. Charnia memilih meja yang sudah ada satu penghuni. Dia menanyakan pada si penghuni yang juga wanita. Dia nempersilakan. Charnia tersenyum sambil menyodorkan tangannya untuk berkenalan. Mereka lalu asik mengobrol.

Aku seperti tidak ada. Charnia langsung akrab dengan teman barunya. Teman sebangku Charnia juga mengenalkan temannya yang tepat berada di belakang. Kebetulan mereka pernah satu kelas sebelumnya. Makin banyaklah teman Charnia sekarang. Maklum saja. Teman kami dari kelas dua duduk terpisah-pisah. Punya teman banyak juga bukan tipe Charnia karena dia orang yang pendiam.

Tapi kali ini beda. Dia seperti menemukan sesuatu yang baru. Charnia lebih sering tertawa kali ini. Para wanita kalau sudah kumpul pasti banyak yang dibicarakan. Apalagi mereka baru saja bertemu. Pasti banyak sekali bahan pembicaraan. Hari pertama sekolah yang masih kosong dan belum ada apa-apa makin membuat mereka bebas membahas segalanya.

Beberapa kali Charnia tertawa. Sungguh ini adalah perdana aku melihatnya. Dia tertawa begitu lepas. Di kelas dua aku belum pernah mendengar dia tergelak begitu ceria. Suaranya begitu lucu saat tertawa. Aku yang terus memperhatikannya juga ikut melebarkan bibir. Rasanya kebahagiaan Charnia tertular langsung padaku.

Selepas pulang aku mencoba ada dalam satu pandangannya berharap dia tahu kami satu kelas. Biasanya dia selalu pulang paling akhir. Itulah yang dilakukannya ketika kelas dua bersama temannya. Hanya itu caraku berkomunikasi atau minimal melihatnya dari dekat.

Dulu, aku selalu menunggu dia pulang meski terkadang tidak bisa karena teman mengajak buru-buru. Kalau sedang ingin sekali melihat Charnia lebih dekat, aku terpaksa membuat alasan. “Duluan saja. Gw mau ke kamar mandi dulu. Nanti gw kejar lu di jalan,” aku meyakinkan teman-teman yang lain. Mereka percaya karena memang setelah berdekatan dengan Charnia aku selalu berlalu mengejar teman-teman.

Aku selalu menunggu kesempatan berpapasan di pintu keluar kelas. Di situ adalah momen yang paling tepat. Saat kami berpapasan, aku hanya fokus melihatnya meski temannya ikut memandangiku. Seperti biasa aku tidak punya keberanian untuk menyapanya. Aku hanya bisa tersenyum sebagai tanda ingin sekali kenal dekat Charnia.

Kini aku mencoba trik yang sama. Cara yang selalu ampuh berdekatan dengan Charnia. Karena kali ini berbeda tempat dengan sebelumnya, aku berpikir bagaimana caranya agar aku bisa bicara minimal satu kalimat. Waktu kelas dua lebih mudah berpapasan di depan pintu karena kami beda baris meja. Sekarang lebih sulit. Aku satu baris. Perpapasan aku rasa sulit karena tidak ada titik puncak temu.

Tidak butuh lama memutar otak agar menemukan jalan keluar dari permasalahan ini. Saat pulang sekolah para siswa pasti akan berhamburan dalam waktu yang sama. Di waktu itu aku akan berjalan di samping Charnia dan pura-pura mendorongnya. Dorongan yang diakibatkan kegaduhan saat pulang sekolah. Di saat itu dia pasti akan melihat siapa yang membuatnya hilang keseimbangan.

Beberapa menit lagi bel pulang akan dibunyikan. Aku sudah siap untuk menjalankan rencana yang dibuat dengan matang. Tas ransel sudah melekat di punggung. Jam dinding masih menunjukkan pukul 11.50 tanda bahwa 10 menit tersisa. Aku mulai gelisah. Kakiku terus bergetar karena sudah tidak sabar menunggu persiapan dijalankan.

Teman sebangku ternyata memperhatikan tindakan aneh ini. “Lu sepertinya tidak sabar banget mau pulang,” katanya sambil melirik kakiku yang terus tidak bisa diam. “Ini kan baru hari pertama sekolah. Senang-senang dulu sama teman baru lah,” tambahnya.

“Iya nih gua tidak sabar. Mau ketemu sama seseorang.”

“Cewe? Siapa? Anak sekolah juga?” teman ini makin penasaran.

Sambil melihat jam dinding dan melirik Charnia yang masih asik dengan temannya, aku mencoba rileks. “Idiihh mau tahu banget sih lu. Gua mau ketemu teman rumah yang satu sekolah juga.”

“Yah. Gua kira ada hal yang menarik. Tampang lu cemas banget sih.”

“Iya sesuatu yang penting. Tapi gua tidak mau kasih tahu.” Aku tidak tahu harus berbohong seperti apa. Tapi memang aku kalau pulang selalu bersama teman ini. Teman yang ketika kelas satu sudah berubah karena mengenal wanita. Rasanya kangen juga pulang bareng dia. Mungkin nanti aku kalau memang bertemu aku bisa pulang dengannya. Karena dulu ketika tahun pertama sekolah kami selalu pulang bersama.

Tidak terasa 10 menit berlalu. Bel pun berdering. Semua siswa teriak senang. Tidak ada yang membuat kami bahagia selain mendengar suara ini. Aku melihat Charnia. Dia masih terlihat belum ingin beranjak dari kursinya. Sepertinya dia menunggu sepi. Kebiasaannya sedari dulu. Dan aku lupa akan kebiasaannya ini. Padahal rencana sudah aku siapkan dengan matang. Bodoh! Aku belum siapkan rencana C

Aku pasrah. Rencana gagal. Otak sudah buntu tidak bisa memikirkan persiapan lain. Teman sebangku sudah mengajak pulang. Aku berdiri dengan muka suram. Pandangan ke bawah karena sudah sangat putus asa. Dorong-dorongan ditambah suara gaduh terjadi. Ini kejadian yang biasa saat pulang. Aku tetap berjalan dengan pandangan kosong ke bawah. Badan sesekali terdorong maju.

Hingga sampai aku tidak terasa ikut mendorong wanita yang berada di depan sampingku. Aku melihatnya. Dari rambutnya aku pikir tidak asing. Dia lalu menatapku. Pupil mataku membesar. Aku menabrak Charnia!

Bersambung…..
Previous
Next Post »
0 Komentar