bacaan sebelumnya Klik di sini
Setelah pertemuan itu, tak ada rencana yang terpikirkan untuk
mendekatinya. Apakah ini malu? Sepertinya sifat itu tak ada di dalam jiwaku.
Tidak berani? Aku ini seorang pria, tak mungkin berhadapan dengan seorang
wanita saja tak punya keberanian. Jadi kenapa? Pertanyaan itu selalu terbesit
sebelum aku menyerah pada malam.
Pernah
suatu hari aku memiliki kesempatan berbicara dengannya, namun obrolan kami
sangatlah singkat. Tak sampai membuat bokong ini pegal. Tak melebihi jumlah
jari di tangan kanan pertanyaan kami. Mungkin itu bukan bincang-bincang,
sekadar orang yang berpapasan di jalan. Sungguh menyesal jika mengenang itu.
Kenapa tak kumanfaatkan saja momen yang mungkin tak pernah kuulang sekali lagi?
Pandanganku
menerawang jauh tanpa arah. Ditemani secangkir kopi yang masih mengepul asapnya,
aku berpikir seandainya saja bisa mengulang kejadian itu. “aaahhhhh......” aku
merutuki betapa bodohnya diri ini.
“Ngapa lu?”
Toni yang kaget mendengar teriakanku menghampiriku dan membuyarkan lamunan ini.
“Ngga”
“Mabok lu
ya? Lu gimana sih, lagi pada ngumpul malah mojok sendirian. Bengong lagi. Emang
abis berapa botol?”
“Sembarangan.
Lagi iseng aja gue. Sedang beronani dengan kesendirian nih”
“Wah
ngelamun jorok nih bocah. Masih siang bang. Kalo mau ngelamun jorok ntar aja di
rumah. Kalo itu celana basah kan repot”
“Anjroott....
lu liat nih barang gue. Nonjolnya masih biasa kaya ngga terjadi apa-apa”
“Emang
punya lu aja yang kecil”
“hahahahahahahahahahaa”
terdengar tawa ledek dari teman-teman yang memang mendengar percakapanku dengan
Toni.
“Bodo amat
dah. Udah sana lu gabung sama yang lain. Ganggu keasikan gue aja lu” kusuruh Toni
agar menjauh dariku. Aku pun tak berniat lagi memikirkan kejadian yang takkan
pernah berubah walaupun terus kusesali. Kubawa kopi yang belum diminum lalu
pindah ke tempat teman-teman kumpul.
Seminggu
berlalu tanpa arti, ternyata Tuhan memberikanku kesempatan kedua untuk bertemu Lissa.
Sedang apa dia? Ko duduk sendirian? pertanyaan muncul dalam hati. Pertanyaan
yang seharusnya kutanyakan padanya. Kusambanginya untuk menghentikan pertanyaan
yang sudah penuh di benak.
“Tumben
sendirian”
“Iya ni.
Mau ngerjain tugas Pak Joni” jawabnya sambil tersenyum. Senyuman itu membuatku
terdiam beberapa saat. Betapa indahnya senyum yang dia punya. Sungguh indah
bidadari yang semoga saja Tuhan turunkan untukku.
“Oooww
tugasnya ‘Dosen Tiri’ em...” belum aku lanjutkan omongan, tiba-tiba Lissa
tertawa.
“Hahaha.
Bisa aja lu” tangannya menutupi sedikit mulutnya yang terbuka karena leluconku
yang bagiku sendiri agak garing. Tapi tawanya sungguh ayu. Lalu ia memukul
pundakku dengan lembut karena baru mendengar julukan itu kepada Dosen Produksi
Siaran Televisi.
Aku makin terpesona
melihat tingkahnya itu. Mulai di situ pula perasaan lain muncul. Bukan perasaan
suka, apalagi cinta. Aku makin bingung dengan perasaan yang anomali ini.
Semakin dicari, semakin aku tak mengerti.
“Abis dia
kan jahat. Seenaknya aja ngasih tugas. Senior juga pernah bilang katanya jangan
pernah berdebat sama dia, kalo masih pengen dapet nilai bagus. Dosen apa yang
nggak bisa terima kenyataan kaya gitu? Katanya akademisi, harusnya bisa dong kalau
diajak diskusi? Dan kalau memang salah harus diakui?” Mulut ini tak bisa berhenti
kalau membicarakan orang salah.
“Oh gitu,
tapi emang ngerepotin sih tugasnya” ia tersenyum seusai bicara.
Senang sekali
melihatnya tersenyum. Semakin aku melihatnya, semakin besar rasaku padanya. Tapi
perasaan aneh pun tak kalah berkembangnya. Aku berdiam sejenak, mata kupejam
agar mendapat jawaban perasaan ini. Kugali benar-benar. Tak lelah kucari satu
persatu bagian, berharap memecahkan sandi membingungkan ini.
Akhirnya kudapat
jawabannya. Usahaku terbayar sudah. Kuputuskan ini bukan rasa suka, kuhanya
mengaguminya. Bukan karena kecantikkannya, tapi karena keramahannya. Memang ingin
sekali dekat dengannya. Tapi semakin dekat, semakin hilang perasaan ini. Bukan karena
tidak menyukainya apalagi membencinya.
Kutempatkan
dia sebagai pewarna hidupku. Memang tanpa ada orang yang disuka, hidup ini tak
ada rasanya. Aku tak mau sia-sia hidup dunia tanpa memiliki rasa. Dan takkan
pernah kulupa sikapku ini padanya.
Tamat
1 Komentar
How to Play Pai Gow Poker | BetRivers Casino - Wolverione
BalasPai Gow https://septcasino.com/review/merit-casino/ Poker is an wooricasinos.info online version of a traditional table game gri-go.com in which players place bets in the background. goyangfc Pai Gow Poker uses worrione.com only the symbols from a