Takkan Pernah Kulupa (Bagian Ke-2)

bacaan sebelumnya Klik di sini


Setelah pertemuan itu, tak ada rencana yang terpikirkan untuk mendekatinya. Apakah ini malu? Sepertinya sifat itu tak ada di dalam jiwaku. Tidak berani? Aku ini seorang pria, tak mungkin berhadapan dengan seorang wanita saja tak punya keberanian. Jadi kenapa? Pertanyaan itu selalu terbesit sebelum aku menyerah pada malam.

Pernah suatu hari aku memiliki kesempatan berbicara dengannya, namun obrolan kami sangatlah singkat. Tak sampai membuat bokong ini pegal. Tak melebihi jumlah jari di tangan kanan pertanyaan kami. Mungkin itu bukan bincang-bincang, sekadar orang yang berpapasan di jalan. Sungguh menyesal jika mengenang itu. Kenapa tak kumanfaatkan saja momen yang mungkin tak pernah kuulang sekali lagi?
Pandanganku menerawang jauh tanpa arah. Ditemani secangkir kopi yang masih mengepul asapnya, aku berpikir seandainya saja bisa mengulang kejadian itu. “aaahhhhh......” aku merutuki betapa bodohnya diri ini.
“Ngapa lu?” Toni yang kaget mendengar teriakanku menghampiriku dan membuyarkan lamunan ini.
“Ngga”
“Mabok lu ya? Lu gimana sih, lagi pada ngumpul malah mojok sendirian. Bengong lagi. Emang abis berapa botol?”
“Sembarangan. Lagi iseng aja gue. Sedang beronani dengan kesendirian nih”
“Wah ngelamun jorok nih bocah. Masih siang bang. Kalo mau ngelamun jorok ntar aja di rumah. Kalo itu celana basah kan repot”
“Anjroott.... lu liat nih barang gue. Nonjolnya masih biasa kaya ngga terjadi apa-apa”
“Emang punya lu aja yang kecil”
“hahahahahahahahahahaa” terdengar tawa ledek dari teman-teman yang memang mendengar percakapanku dengan Toni.
“Bodo amat dah. Udah sana lu gabung sama yang lain. Ganggu keasikan gue aja lu” kusuruh Toni agar menjauh dariku. Aku pun tak berniat lagi memikirkan kejadian yang takkan pernah berubah walaupun terus kusesali. Kubawa kopi yang belum diminum lalu pindah ke tempat teman-teman kumpul.
Seminggu berlalu tanpa arti, ternyata Tuhan memberikanku kesempatan kedua untuk bertemu Lissa. Sedang apa dia? Ko duduk sendirian? pertanyaan muncul dalam hati. Pertanyaan yang seharusnya kutanyakan padanya. Kusambanginya untuk menghentikan pertanyaan yang sudah penuh di benak.
“Tumben sendirian”
“Iya ni. Mau ngerjain tugas Pak Joni” jawabnya sambil tersenyum. Senyuman itu membuatku terdiam beberapa saat. Betapa indahnya senyum yang dia punya. Sungguh indah bidadari yang semoga saja Tuhan turunkan untukku.
“Oooww tugasnya ‘Dosen Tiri’ em...” belum aku lanjutkan omongan, tiba-tiba Lissa tertawa.
“Hahaha. Bisa aja lu” tangannya menutupi sedikit mulutnya yang terbuka karena leluconku yang bagiku sendiri agak garing. Tapi tawanya sungguh ayu. Lalu ia memukul pundakku dengan lembut karena baru mendengar julukan itu kepada Dosen Produksi Siaran Televisi.
Aku makin terpesona melihat tingkahnya itu. Mulai di situ pula perasaan lain muncul. Bukan perasaan suka, apalagi cinta. Aku makin bingung dengan perasaan yang anomali ini. Semakin dicari, semakin aku tak mengerti.
“Abis dia kan jahat. Seenaknya aja ngasih tugas. Senior juga pernah bilang katanya jangan pernah berdebat sama dia, kalo masih pengen dapet nilai bagus. Dosen apa yang nggak bisa terima kenyataan kaya gitu? Katanya akademisi, harusnya bisa dong kalau diajak diskusi? Dan kalau memang salah harus diakui?” Mulut ini tak bisa berhenti kalau membicarakan orang salah.
“Oh gitu, tapi emang ngerepotin sih tugasnya” ia tersenyum seusai bicara.
Senang sekali melihatnya tersenyum. Semakin aku melihatnya, semakin besar rasaku padanya. Tapi perasaan aneh pun tak kalah berkembangnya. Aku berdiam sejenak, mata kupejam agar mendapat jawaban perasaan ini. Kugali benar-benar. Tak lelah kucari satu persatu bagian, berharap memecahkan sandi membingungkan ini.
Akhirnya kudapat jawabannya. Usahaku terbayar sudah. Kuputuskan ini bukan rasa suka, kuhanya mengaguminya. Bukan karena kecantikkannya, tapi karena keramahannya. Memang ingin sekali dekat dengannya. Tapi semakin dekat, semakin hilang perasaan ini. Bukan karena tidak menyukainya apalagi membencinya.
Kutempatkan dia sebagai pewarna hidupku. Memang tanpa ada orang yang disuka, hidup ini tak ada rasanya. Aku tak mau sia-sia hidup dunia tanpa memiliki rasa. Dan takkan pernah kulupa sikapku ini padanya.

Tamat
Previous
Next Post »
1 Komentar
avatar

How to Play Pai Gow Poker | BetRivers Casino - Wolverione
Pai Gow https://septcasino.com/review/merit-casino/ Poker is an wooricasinos.info online version of a traditional table game gri-go.com in which players place bets in the background. goyangfc Pai Gow Poker uses worrione.com only the symbols from a

Balas