Main Salju di India, Detik-Detik Terakhir di Negeri Bollywood


 

Sabtu, 2 Maret 2019 adalah hari terakhir Aku dan Ali di India. Tepat seminggu kami berlibur. Perjalanan terakhir dihabiskan untuk mengunjungi Taj Mahal. Karena kemarin tidak bisa, kami sudah siap sejak pukul 05.00.

Jam buka bangunan salah satu keajaiban dunia ini sejak subuh. Estimasi kami adalah 05.30 sudah jalan dari hotel karena harus menyiapkan mental. Maklum, harus bangun pagi.

Hotel yang kami tempati berada di sekitaran Taj Mahal. 1 Km berjalan sudah langsung sampai pintu masuk. Ternyata harganya lumayan mahal untuk turis seperti kami. Rs1.250 atau Rp250.000 (Rs1=Rp200).

Di sini tersedia juga pemandu. Tentu harus bayar lagi. Mereka menawar antara Rs1.000-Rs2.000. Aku tidak mau menyarankan apakah harus menggunakannya atau tidak. Tapi keuntungannya adalah kalian bisa tahu seluk-beluk Taj Mahal.

Aku sendiri memilih tidak memakai jasa tersebut. Namanya juga pelancong kere. Lagipula kalau informasi bisa didapat dari Google. Simpel.

Di sini, Aku saran agar datang lebih pagi. Karena kalau sudah lewan jam 07.00, orang-orang sudah mulai berdatangan dan banyak sekali. Aku yang sampai jam 06.00 saja sudah ramai. Aku lalu mencoba hitung-hitungan dengan Ali. Kalau ada 10.000 pengunjung dalam seminggu, itu artinya omset dari pariwisata ini saja sudah Rp3,7 miliar.

Di sini ya kami cuma foto-foto saja. Karena tidak ada apa-apa lagi. Tapi yang pasti bangunannya sangat megah. Memasuki Taj Mahal, sepatu kami harus dilapisi seperti penutup kepala untuk mandi. Tujuannya agar tidak mengotori bangunan.


Taj Mahal memang dijaga betul kebersihannya. Akan tetapi tidak di luar. Beberapa kali Aku melihat kotoran kuda tergeletak begitu saja. Aneh. Padahal merokok tidak boleh sembarangan, tapi buang kotoran bebas. Begitu pula buang air kecil.

Kami tidak berlama-lama. Sore hari sudah harus ada di New Delhi untuk terbang ke Tanah Air. Antara bahagia dan sedih. Senang karena akan makan enak. Sedihnya kalian pasti tahu. Aku kembali ke kehidupan normal.

Jam 09.00 kami sudah keluar hotel. Lagi-lagi memilih bajaj ke stasiun. Masalah kembali datang. Ternyata jadwal kereta sudah tidak ada. Jam selanjutnya adalah sore hari atau besok.

Tidak mungkin Aku gunakan. Jadwal pesawat kami malam hari. Aku mencoba cari informasi. Sebenarnya agak kesal juga dengan sopir bajaj. Dia tahu tidak ada kereta tapi diam saja dan enggan memberikan saran. Sial!

Informasi akhirnya didapat. Seorang sopir taksi menyarankan agar naik bus. Bus tercepat jam 13.00 dan bisa sampai Delhi sore hari.

Sopir ini sangat ramah karena tahu Aku muslim. Selama di India, Aku selalu memakai peci yang dibeli di alun-alun Old Manali. Fotonya ada di dua tulisan sebelum ini.

Di sini, warga India yang beragama Islam sangat menganggap saudara jika tahu lawannya sama. Sopir itu lalu menunjukkan foto setelah menjadi pemandu untuk pelancong dari Malaysia.

Kami harus membayar Rs350 untuk diantarkan ke travel. Tiket bus pun didapat. Harganya Rs500. Perjalanan memakan waktu sekitar tiga jam.

Karena masih ada sejam lagi, kami mencari makan siang. Tapi Aku hanya makan prata. Sudah malas rasanya makan masakan India. Aku seperti trauma makan bawang mentah dan rempah. Ali mau makan sayur lodeh. Kalau Aku sayur asam dengan ikan teri. Memikirkannya saja sudah membuat banjir air liur.

Setelah itu cari jajanan biar mulut tidak diam. Kebetulan di samping bus kami ada warung kecil. Kami duduk di sana. Beberapa saat ada anak muda berada di hadapan kami.

Sepertinya dia juga bosan menunggu di dalam bus. Kami pun mengobrol. Dia orang India yang sedang liburang dengan pacarnya.

Dia bercerita kehidupan di India sangat timpang. Yang kaya sangat kaya. Miskin, begitu melarat. Aku memang melihatnya. Terbukti tiket Taj Mahal tidak akan mampu dibeli oleh semua orang. Keluar dari kawasan tersebut, terlihat kumuh.

Akhirnya bus kami jalan. Jalan di India bukan kota besar atau inti tidak begitu padat. Bus melaju antara 80Km-100Km. Aku tidur karena kurang cukup istirahat. Dan tak terasa sudah di Ibu Kota.

Lalu kami menuju moda raya transportasi (MRT) menuju bandara. Entah bodoh atau apa, kami lupa jalurnya. Petugas MRT juga tidak begitu banyak bisa bahasa Inggris. Timbal balik komunikasi tidak ada.

Untung waktu masih banyak jadi tidak perlu terburu-buru atau cemas. Aku bertanya dengan pengguna MRT. Kupilih yang muda karena pasti bisa bahasa Inggris.

Ternyata dia juga tidak hapal rute MRT. Wajar sih. Aku pun kalau ditanya rute MRT atau kereta rel listrik di Indonesia juga pasti tidak tahu.

Meski tidak hapal, orang itu membuka aplikasi MRT. Lalu dia tunjukkan jalurnya. Setelah itu Ali mengunduh aplikasi tersebut. Dengan begitu kami tidak perlu kebingunan lagi.

Pesawat kami terbang pada pukul 22.05. Berdasarkan jadwal, kami akan tiba di Indonesia jam 08.45. Selesai sudah perjalanan Aku bersama Ali. Sangat mengesankan. Bisa dibilang salah satu perjalanan terbaik selama hidup karena banyak pelajaran yang diambil.

Dari sini, rasa ingin menjelajah daerah baru lainnya makin menggebu. Aku belum tahu akan ke mana. Tapi tunggu saja tulisan selanjutnya. Tentu jika punya cuti banyak.

Tamat
Previous
Next Post »
0 Komentar