Main Salju di India; Agra yang Kebalikan dari Old Manali

Bacaan sebelumnya klik di sini

Suasana dari MRT Nizamudin ke kereta jarak jauh.

Kami tiba di New Delhi sekitar pukul 06.30 waktu setempat. Bus yang kami naiki tidak berhenti di Inter State Bus Terminal (ISBT) Khasmere Gate. Lebih tepatnya kami harus berjalan beberapa puluh meter lalu menyebrang hingga sampai di lokasi.

Seperti yang sudah Aku tulis sebelumnya, ISBT juga terdapat moda raya transportasi (MRT). Tujuan kami hari ini adalah Taj Mahal. Bangunan bersejarah ini terletak di Agra. Dari MRT ISBT kami menuju Hazrat Nizamuddin Railway Station atau yang biasa disebut warga India dengan Nizamudin. Kode stasiun adalah NZM.

MRT Nizamudin dengan kereta jarak jauhnya tidak dalam satu gedung. Jadi kami harus keluar terminal MRT yang berada di lorong bawah tanah lalu jalan sekitar 100 meter. Menuju tempat tersebut banyak pedagang. Mulai dari sarapan pagi, buah, hingga barang elektronik.

Oh iya, biaya MRT Rs40 atau Rp8.000 (Rs1=Rp200). Waktu yang ditempuh tidak begitu lama. sekitar 40 menit. Lalu kami menaiki kereta jarak jauh ke Agra Cantt. Ali yang mengurus tiket. Beruntung kami datang pagi sehingga langsung dapat kereta. Karena setelah mencari informasi, jadwal tidak banyak.

Ali salah beli tiket. Karena bahasa Inggris dia kurang bagus dan penjaga loket kurang ramah, diberikanlah kami kelas kedua. Harganya Rs85. Dengan jarak sejauh itu, harusnya kami sadar bahwa yang kami beli bukan kelas yang nyaman.

Ini adalah tempat penumpang sangat berdesak-desakan. Seperti yang ada di media massa. Lebih parah dari kereta rel listrik (KRL) Indonesia saat jam berangkat dan pulang kerja.

Kereta kelas pertama. Bisa tidur.

Kecurigaan seharusnya menaiki berada di gerbong pepes ikan belum tiba. Awal mula menunggu kereta, kami normal-normal saja. Penumpang seperti biasa sangat tidak sabar. Mereka berlomba-lomba untuk bisa mendapat bangku. Padahal mereka membeli tiket kelas pertama dan pasti memperoleh kursi.

Mungkin karena kebiasaan buru-buru dan tidak mau diselak membuat mereka selalu dibawa rasa kecemasan. Beberapa saat kemudian kami naik juga dan mendapat kursi. Aku langsung mengisi daya telepon. Kebetulan ada colokan listrik.

Sekitar 15 menit setelahnya kereta jalan. Kami santai-santai, menikmati perjalanan, dan tentunya bermain telepon genggam. Aku mengecek peristiwa yang terjadi di Indonesia melalui berita daring. Tentu yang paling utama adalah memantau aktivitas teman-teman di media sosial.

Hingga akhirnya peristiwa itu tiba. Dimulai dari petugas kereta yang datang memeriksa tiket. Tiba-tiba nada suaranya meninggi. Dalam bahasa Inggris Aku berkata, "Kami tidak bisa bahasa Hindi."

Petugas pun tidak begitu lancar bahasa Inggris. Komunikasi tersendat. Jarinya menunjuk ke gerbong di ujung. Di situlah kami tahu bahwa salah tempat gara-gara salah beli tiket. Aku bilang, "Oke." Karena sepertinya dia menyuruh kami untuk pindah.

Aku berberes. Tapi orang yang duduk sebaris dengan kami meminta untuk tenang dan tidak usah pindah. Aku menuruti kata-katanya. Aku kembali santai meski sebenarnya cemas. Karena petugas itu pasti akan kembali lagi.

Tiket kereta (kiri). Kertas tilang (kanan).

Benar saja. Dia datang lagi setelah mengecek semua tiket penumpang. Dia menuliskan sesuatu. Lalu kami diminta membayar denda. Di kertas tilang itu tertulis bahasa Hindi. Tentu Aku tidak paham. Yang terbaca hanya tulisan 620. Sepertinya itu adalah jumlah yang harus dibayarkan. Ya sudah lah. Jadi pengalaman bodoh dan lucu saja. Lagi pula tidak terlalu besar. Jika dirupiahkan sekitar Rp124,000.

Perjalanan ke Agra Cantt memakan waktu tiga jam. sekitar jam setengah 12 kami tiba. Kebetulan hari ini Jumat. Aku membayangkan bisa salat Jumat di Taj Mahal.

Tak terasa kami sampai di terminal pemberhentian. Aku bisa memejamkan mata sebentar karena sudah merasa aman dengan kena denda.

Di perjalanan Ali telah memesan hotel melalui aplikasi. Lokasinya berada dalam satu wilayah Taj Mahal. Harganya juga murah. Rs900 (Rp180.000) per malam. Keluar stasiun kami mencari kendaraan menuju hotel. Tersedia taksi dan bajaj. Tentu Aku memilih bajaj karena yakin lebih murah. Selain itu ini adalah salah satu transportasi khas India,

Proses tawar-menawar terjadi. Dari Rs300, kami dapat Rs150 (Rp30.000) karena hanya 6Km atau sekitar 20 menit perjalanan. Benar-benar dah di India. Semua harus negosiasi. Indonesia juga sebenarnya demikian sih.

Seperti judul, Keadaan di Agra dan Old Manali sungguh seperti minyak dan air. Sangat tidak sama.Mulai dari cuaca, di sini tidak ada salju. Memang suhu sekitar 20 derajat dan masuk dalam keadaan dingin.

Tapi Aku yang sudah terbiasa dengan di bawah titik beku merasa harus kembali menyesuaikan badan. Madu tetap tidak lupa Aku minum setiap hari. Ini tetap membuat Aku terus bugar. Meski tidak butuh jaket, Aku tetap tidak bisa mandi. Airnya dingin. Seperti air Puncak, Bogor.

Dari suasana, di sini sangat bising. Aku mulai terasa sudah di India asli. Warga yang tidak terbiasa antre, selalu terburu-buru, dan suara klakson yang tidak pernah berhenti. Oh ya satu lagi, bergerombol kalau ada sesuatu.

Kebetulan saat Aku menuju hotel terjadi tabrakan kecil. Pengemudi jatuh. Seketika yang menonton banyak. Yang jatuh itu pun adu mulut di tempat. Tidak peduli telah membuat macet. Padahal bisa berkelahi di pinggir jalan. Tapi mereka memilih lain.

Yang paling aneh adalah di saat itu klakson tetap berbunyi. Begitu pula oleh sopir bajaj yang Aku naiki. Dia terus menekan suara penanda tapi berjalan pelan saat bersebelahan dengan lokasi kejadian. Dia tidak mau terjebak macet tapi membuat jalan padat. Hhmmmm.

Aku sendiri mulai merasa tidak nyaman dengan keadaan ini. Padahal belum sejam di Agra. Tapi kegaduhannya melebihi Jakarta. Rasa-rasanya sedang bekerja saja. Padahal ini kan liburan. Old Manali memang terbaik.

Akhirnya kami tiba juga di 20 menit dalam kebisingan. Masalah lain muncul. Saat hotel sudah dibayar, yang punya hotel bilang tidak bisa menerima pembayaran dengan aplikasi. Alasannya eror. Oleh karena itu, dia meminta pembayaran langsung saja. Kesal memang. Padahal itu kan problem dia.

Masalahnya duit sudah keluar. Sedangkan kami sudah di hotel. Sementara itu harga pembayaran langsung lebih mahal. Ingin rasanya keluar dan mencari yang lain. Tapi akhirnya Aku urung. Lagi-lagi Aku tawar seharga aplikasi. Akhirnya dia mau.

Kondisi kamar tidak begitu bagus. Kecil dan tidak ada pengatur suhu. Kalau musim dingin pasti bisa membeku. Karena saat ini dindingnya terasa dingin.

Satu kebodohan lagi yang sebenarnya karena kurang riset adalah Taj Mahal tutup di hari Jumat. Itu berarti kami tidak bisa ke sana dan merasakan Salat Jumat di salah satu tempat keajaiban dunia ini. Aku tak tahu apakah ada ritual ibadah atau tidak di sana karena sudah terlanjur percaya dengan kata petugas hotel.

Padahal kan Aku muslim juga. Seharusnya bisa ikut dalam ibadah tersebut. Itu baru terpikir beberapa jam kemudian. Sungguh bodoh. Mungkin karena lapar sehingga tidak konsentrasi dan otak tidak cair.

Pasar rakyat.

Beruntung sore hari ada pasar rakyat jadi ada kegiatan. Ini semacam pasar malam. Dibuka mulai sore hari. Tiket masuknya murah. Aku lupa. Tapi tidak lebih dari Rs5. Di dalamnya ada berbagai macam jualan dari cendera mata, perkakas rumah tangga, hingga kuliner.

Bersambung...

Previous
Next Post »
0 Komentar