Main Salju di India; Tinggalkan Old Manali Menuju Agra

Bacaan sebelumnya klik di sini

Cuaca hari ini

Hal pertama yang Aku lakukan saat tersadar dari tidur adalah membuka tirai jendela. Berharap hari ini cerah. Doa dikabul Tuhan. Matahari pagi ini dengan gagah menampakkan diri. Cahayanya melelehkan salju yang terkumpul di atap maupun pepohonan.

Tidak ada tanda-tanda bakal turun salju lagi dengan lebat hari ini. Langit sangat biru. Awan jarang tampak. Kalau begitu masih ada kesempatan untuk menuju Solang Valley.

Aku membangunkan Ali agar siap-siap memulai eksplorasi. Hari ini pula kami mengembalikan kunci kepada petugas hotel. Motor sewaan juga tidak ada karena kemarin sore adalah batas akhir.

Lalu kami ke Solang dengan apa? Lagi-lagi rencana mentah. Kendaraan umum juga tidak ada. Akhirnya kami jalan menuju alun-alun yang juga ada stasiun. Memang jaraknya tidak begitu jauh. Sekitar 3 kilometer.

Kami jalan sekalian menanyakan penyewaan mobil. Bagaimanapun harus naik kendaraan ke Solang. Begitu pula tempat kami menaiki bus ke Agra, tempat wisata selanjutnya. Penjual tiket bilang bukan di alun-alun, tapi di Patlikul.

Mobil-mobil jeep yang terparkir di pinggir jalan Aku tanya. Berapa dia menawarkan harga ke Solang dan terminal Patlikul. Beberapa orang tidak cocok dengan harga kami. Selain itu tidak ada yang berani ke Solang karena jalan tertutup salju sehingga licin.

Ya sudah kami jalan mencari yang lain sembari menuju alun-alun. Beberapa menit berselang Aku mendengar suara klakson. Salah seorang penyewa mobil kembali menawarkan harga.

Sebelumnya beberapa orang yang kami tanya menawarkan Rs2.500 atau Rp500.000 (Rs1=Rp200). Tentu Aku tolak. Sangat mahal. Kami bertahan dengan harga Rs1.000. Orang yang mendatangi ini menawar jadi Rs1.750. Akhirnya jalan tengah diambil. Rs1.500.

Memang lebih mahal dari sewa motor. Tapi tidak masalah. Daripada tak ada yang mau. Lagipula kami disupiri. Jadi anggap saja itu bonus karena sudah mengantarkan kami.

Belum sampai Solang mobil berhenti. “Kita tidak bisa melanjutkan. Jalur terlalu berbahaya,” kata supir. Tentu Aku kecewa. Berharap dia mau memaksakan mobilnya untuk terus melaju.

Wajar. Kesepakatan awal adalah dia bersedia mengantar hingga Solang. Kalau tahu seperti ini kan pasti Rs1.500 ditolak. Adu mulut sedikit, akhirnya dia bersedia menjalankan mobilnya. Akan tetapi beberapa ratus meter kemudian kembali berhenti.

Mengabadikan Nehru Kund. Jalan saja sulit karena terselimuti es

Sempat kesal memang. Tapi ya sudah lah. Aku tidak mau liburannya terganggu karena masalah seperti ini. Lagipula, dia ada benarnya. Jalan licin dan ban tidak memadai melewati jalan yang terselimuti es. Aku juga tak melihat ada mobil yang melaju lebih dari kami.

Jeep berhenti di Nehru Kund, beberapa kilometer dari Solang. Akhirnya Aku dan Ali mengabadikan momen di Pegunungan Himalaya ini. Foto-foto selesai dan kami memutuskan untuk menikmati pemandangan saja.

Nehru Kund ada titik menyewa peralatan ski, Atv, dan sejenisnya. Jadi kalau sudah di lokasi bisa maksimal merasakan wahana yang ada.

Kalau belum tahu apa itu Solang, dia adalah perbukitan yang luas. Kalau musim dingin, salju menyelimuti sehingga dijadikan wisata ski dan paralayang apabila musim panas. Akan tetapi jalur memang kurang bagus. Bisa melewati itu dengan kendaraan khusus seperti Atv. Itu harus menyewa lagi.

Dan kami diturunkan persis sekitar Nehru Kund. Aku merasa sudah ada kesepakatan warga sekitar agar pelancong mau tak mau harus menggunakan jasa itu. Sayang, cuaca memang habis buruk dan membuat jalan licin. Kalau tidak, Aku bisa melewati dengan sepeda motor.

Gagal mengantarkan kami ke Solang, supir membawa ke tempat lain. Sepertinya dia tahu kalau Aku sangat kecewa. Meski tempatnya lagi-lagi hanya wihara, Aku mengapresiasi. Sekalian jalan-jalan dan menunggu hingga sore.

Bus yang parkir bukan di sisi kiri saja, tapi juga kanan

Jelang sore kami ke terminal. Sebelum jam 16.00 kami sudah tiba di lokasi. Aku kira Patlikul adalah seperti terminal pada umunya. Ternyata tidak. Hanya bus-bus yang diparkir di pinggir jalan. Sepanjang 1 Km kendaraan berbaris.

Sementara itu Aku tidak tahu bus kami yang mana. Di sini muncul kekhawatiran akan dibohongi lagi. Aku hubungi penjual tiket. Dia memberikan nomor bus. Masalahnya Aku tidak tahu yang mana. Ada banyak di sini.

Aku hubungi lagi. Diberikannya kontak seorang kernet. Aku bersyukur meski ada masalah, ada pula kemudahan. Kartu perdana yang kami beli ternyata bisa digunakan untuk menelepon. Padahal tidak ada pulsa.

Masa bodoh dengan biaya telepon. Yang penting urusan ini selesai dulu. Yang lain bisa menyusul. Pada kenyataannya tidak ada masalah setelahnya. Ternyata gratis. Mungkin bonus pembelian perdana.

Beberapa kali telepon kernet, akhirnya ketemu juga dengan bus. Ternyata dia ada di ujung bus parkir. Sebenarnya tidak ada batasannya. Kalau ada bus menaruh kendaraan di depannya lagi juga bisa. Tapi kebetulan tidak ada.

Aku tenang. Perjalanan menuju Agra bisa dimulai sekarang. Waktu yang dibutuhkan ke Delhi sekitar 12 jam. Seperti yang Aku tulis sebelumnya, pengendara di sini sangat menjaga betul konsentrasi. Setiap 3—4 jam sekali mereka berhenti sejenak untuk mengambil istirahat. Oh iya, harga tiketnya Rs800 atau Rp160.000

Bagus. Kondisi jalan di sini bagiku sangat mengerikan. Supir bisa membawa 40 Km/jam di jalan berliku. Saat berbelok membuat linu. Aku sangat khawatir. Sampai-sampai tidak bisa tidur.

Seandainya saat perjalanan ke Old Manali sebelumnya adalah pagi atau terpapar sinar matahari, pasti Aku trauma menaiki jalur darat. Ditambah lagi kami selalu duduk paling depan. Sangat terlihat ujung bus hampir mencium pembatas. Salah konsentrasi dikit, semua penumpang ke terjun jurang.

Aku memaksakan diri untuk memejamkan mata. Doa pun dipanjatkan agar selamat juga bisa tertidur. Rasanya butuh sejam hingga Aku setengah sadar.

Saat hampir benar-benar terlelap bus berhenti. Beberapa pria berseragam masuk dan melihat setiap penumpang. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Ali dengan sok tahu bilang karena menjaga dari pemberontak. Maklum, jalur kami berdekatan dengan Kashmir. Perbatasan antara India dengan Pakistan.

Sehari sebelumnya juga beberapa televisi lokal memberitakan daerah ini. Suasana memang sedang memanas. Sepertinya sampai Aku menulis ini. Tapi Aku tidak terlalu peduli. Petugas itu tidak mengganggu. Sekitar 10 menit bus sudah jalan lagi. Aku mencoba meneruskan tidur dan berdoa agar perjalanan memompa denyut jantung ini cepat selesai.

Bersambung ...

Previous
Next Post »
0 Komentar