Menyusuri Pulau Kalong hingga Komodo, Berlayar ala Titanic


Pagi-pagi kami sudah bangun. Tidur lumayan nyenyak meski ada sedikit insiden. Aku terbangun di antara mimpi saat teman sebelahku dihisap darahnya lagi oleh pacet. Dia terasa di sekitar kuping dan melemparnya ke arah kaki, bukan membunuhnya.
Aku cemas. Jantung langsung memompa cepat sehingga membuat Aku terus terjaga. Cemas hewan itu masuk ke dalam telinga. Membayangkannya saja sudah membuat Aku khawatir. Butuh setengah jam agar Aku bisa bermimpi kembali.
Kami pamitan dengan tetua. Berharap bisa kembali lagi ke sini. Satu hari yang menyenangkan. Sebelum itu, momen mengabadikan gambar tidak boleh luput. Masing-masing memiliki gayanya sendiri. Aku hanya memerhatikan. Tetap sedikit narsis meski tak banyak.
Setengah delapan kami melangkahkan kaki menuruni desa. Ya, karena tidak lagi menanjak, waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke Desa Dintor setengah dari keberangkatan. Hanya sejam.
Sebenarnya Aku sih yang cepat. Karena lari. Yang lain pada tidak sanggup. Hanya satu wanita yang sanggup mengikuti Aku. Beberapa kali Aku berhenti membiarkan wanita yang mengikuti ambil nafas dalam-dalam.
Boleh juga dalam pikir. Aku sengaja istirahat agar dia bisa mengimbangi. Sebelum sampai bawah terdengar suara air mengalir. Kami menduga ada air terjun. Benar saja. meski tidak tinggi tapi lumayan segar.
Kami mencuci muka dan membersihkan kaki dari pacet. Di kaki ada sekitar empat ekor. sudah sangat besar. Enak betul dia. Menang banyak hisap darahku. Tapi sungguh tak terasa. Benar-benar terasa linu di bagian yang tergigit keesokan harinya. Darah juga keluar deras di titik itu sejam kemudian. Efeknya tertunda.
Semua sudah sampai di mobil parkir. Sekitar jam 13.00 kami bergerak menuju pelabuhan. Jalan berliku dimulai kembali. Tapi bedanya sekarang kami sudah terbiasa. Yang muntah juga berkurang.

Sore kami sampai di pelabuhan. Kapal vinisi sudah menunggu. Cuaca bagus. Ombak juga tak terlalu besar. Kami bisa melanjutkan kegiatan sesuai rencana. Agenda selanjutnya adalah ke Pulau Kalong.
Kapalnya sungguh bagus. Tidak seperti Kapal Titanic sih. Tapi sedikit mirip lah. Dikitnya sangat. Meski begitu, fasilitas lengkap. Kamar tersedia banyak. Ada kamar tidur, pengatur suhu (AC), dan yang paling penting listrik. Sebagai generasi milenial, listrik dan sinyal lebih penting daripada tidur.
Perjalanan menuju Pulau Kalong memakan waktu 45 menit. Meski ombak tidak begitu besar, cukup membuat kapal naik turun. Lagi-lagi perut dikocok. Aku tidak mungkin bisa di kamar karena membuat semakin pusing. Katanya kalau kondisi seperti ini harus melihat kejauhan. Tapi bagiku tidak ada bedanya.
Aku hanya bisa menarik nafas dalam-dalam dan berbaring. Cara ini cukup menahan guncangan. Dan lagi-lagi ada yang muntah. Sepertinya tema perjalanan ini adalah keluarkan isi perut. Berat memang. Tapi Aku menilai sebanding dengan hasilnya.
Akhirnya kami sampai di lokasi. Tapi kapal tidak menyandar ke tepi. Mesin dimatikan. Ayunan ombak sudah berkurang. Lumayan untuk mengistirahatkan perut.
Langit mulai padam karena matahari segera terbenam. Di ujung barat sana terlihat semakin oranye. Kawanan kalong mulai beraktivitas. Mereka keluar dari sarang dan melewati kapal kami. Sudah seperti di film zombie.
Setelah itu kami bersantai. Memperkenalkan diri lebih dalam. Bincang-bincang santai. Bicara segala hal. Tertawa. Hingga kami terasa lelah dan akhirnya kembali ke kamar masing-masing. Sementara Aku tetap di ruang pertemuan yang ada di luar.
Kalau di dalam ruangan bawaannya pusing. Lagipula di sini juga nyaman. Juga ditemani bintang-bintang. Jumlahya sangat banyak karena tidak ada polusi cahaya. Sesuatu hal yang sangat jarang di Jakarta. Hingga akhirnya Aku terlelap.
***
Hari ini adalah terakhir perjalanan liburan. Agenda terakhir adalah ke Pulau Komodo. Di Nusa Tenggara Timur, ada dua pulau tempat populasi hewan purba tersebut. Pulau Komodo dan Pulai Rinca.

Kedua pulau memiliki ciri khas masing-masing. Pulau Komodo banyak hutan dan hewannya lebih buas sementara Rinca padang savana dan sedikit buas. Sama-sama berbahaya sih.
Tapi kalau mau mengabadikan momen bagus, lebih baik ke Rinca. Efek kuning ditambah cahaya matahari akan terlihat menarik jika disebarkan ke media sosial.
Perjalanan kami hanya ke Rinca. Karena kami ke Wae Rebo, spot-spot lain seperti Pulau Padar dan Pantai Pink tidak dikunjungi. Buatku tidak masalah. Yang penting bisa lihat Komodo. Dan harus bisa foto bersamanya meski tidak menyentuhnya.
Akhirnya khayalan kecil terkabulkan. Komodo yang hanya bisa dijadikan bahan bincangan, Pulau yang dilihat dari buku pelajaran kini bisa kupandangi dengan mata kepala sendiri.

Perjalanan kami selesai. Sore menuju bandara. pengalaman yang menarik dan seru. Terima kasih JNE dan juga teman-teman yang ada di kegiatan ini. Semoga kita bisa bertemu lagi.
Latest
Previous
Next Post »
0 Komentar