Kisah-Kasih di Sekolah (Bagian 2)

Bacaan sebelumnya klik di sini


Siang ini sama seperti biasa. Aku berbincang dengan teman setongkrongan membicarakan hal yang tidak jelas. Tapi kali ini Aku tak punya kegiatan. Adikku sekarang sudah mengendarai motor sendiri dan tidak ada pelajaran tambahan dari sekolah. Kalau langsung pulang iseng juga. Aku pun memutuskan untuk terus di samping sekolah hingga sore.

“Jeff (panggilanku saat sekolah), bete nih. Jalan ke mana gitu yuk,” ucap Dimas temanku dari SMP.

“Iya juga sih. Tapi mau cabut ke mana? Panas banget kan jam segini,” eluhku kepada matahari yang tak pernah bosan memberikan cahaya panasnya ke bumi.

“Tiba-tiba gw kangen dah sama teman SMP. Gimana kalo kita main ke SMP kita? Teman kita kan pada lanjutin sekolah di sana,” saran Dimas.

Sekolahku saat SMP memang terkenal. Gimana tidak? Dari TK sampai SMA ada di sana. Tempatnya juga luas. Untuk bayaran perbulan, bisa dijangkau untuk keluargaku yang tidak terlalu memiliki harta melimpah. Tapi entah kenapa banyak orang yang bilang kalau SMP-ku merupakan sekolah elit.

Tanpa banyak pikir, kami langsung ke tempat tujuan. Jarak dari tempat SMA ke SMP tidak begitu jauh. Kalau jalan tidak macet dan kendaraan umum yang melaju santai, hanya membutuhkan waktu 10 menit. Berhubung Aku mengendarai kendaraan pribadi, kurang dari 10 menit tiba di sana.

“Halo Pak.. sudah lama nggak ketemu,” ucap Dimas kepada penjaga sekolah. Dimas termaksud orang yang terkenal saat SMP dulu. Ia salah satu anggota OSIS saat itu. Berbeda dengan Aku yang lebih suka bersenang-senang dengan teman disbanding mengurusi hal yang tidak penting seperti itu. Meski demikian, Aku tak kalah pamor dengan Dimas. Penjaga sekolah pun akrab kepada Aku, karena Aku dulu suka berbincang dengan penjaga sekolah dan teman sepermainanku sepulang sekolah.

Sekejap Aku langsung mencium tangan penjaga sekolah. Itu salah satu hormatku padanya. Aku menganggap ia sebagai keluargaku. Ia sangat baik padaku. Bahkan, saat Aku kehabisan uang, ia suka memberikanku beberapa ribu untuk jajan. “Apa kabar Pak? Sudah lama nggak ketemu,” aku membuka perbincangan padanya.

“Alhamdulillah baik. Jefri gimana? Ke mana aja nggak keliatan,” ia langsung memeluk tak sanggup menahan rasa rindu.

“Ada kok Pak. Cuma lagi sibuk aja sama sekolah. Maklum mau ujian akhir,” Aku membalas pelukannya. Sudah lama sekali Aku tak dipeluknya. Terakhir kali terjadi saat Aku lulus dari SMP. Aku tak sanggup meninggalkannya hingga air mata pun meleleh mengikuti bentuk wajahku.

“Iya juga ya. Tapi kok tumben main ke sini. Ada acara apa?”

“Iseng aja. Dimas noh yang pengen main ke sini. Ya karena kangen juga sih sama teman-teman SMP. Hehehehee… kan hampir 70% yang SMA di sini, alumni SMP sini juga.”

“Lagian mereka nggak bosan apa sekolah di sini mulu? Bapak aja bosan liat mereka,” ucapnya sambil gerutu. “Tapi anak SMA-nya belum pada pulang. Di sini kan pulang sekolah jam 3 sore.”

“iya juga ya. Tapi sebentar lagi juga pada pulang mereka.” Aku tak sabar menunggu teman lamaku. Sejak lulus SMP, Aku tak pernah bertemu dengan teman SMP

Sedang asik berbincang, tiba-tiba saja dadaku berdegup hebat. Darahku mengalir begitu cepat. Aku merasa panik seperti sedang menghilangkan barang yang mahal harganya. Aku segera menatap ke gedung sekolah. Mataku langsung terbelalak saat melihat seseorang yang sangat aku kenal.

Ternyata benar. Ia adalah vini, wanita yang sangat Aku sukai saat masih SMP. Aku hanya terpaku melihatnya. Tak peduli akan tatapan kosongku, ia malah tersenyum. Aku yakin senyuman itu untukku. Tak ada yang berubah dari senyumannya. Indah sekali. Aku masih tertegun melihatnya. Inilah saatnya untuk mendekatinya. Tapi aku tak berani. Tapi tidak ada waktu lagi untuk menunda ini. Tapi aku juga malu berbicara dengannya, apalagi menatap matanya. Aku harus bagaimana Tuhan?

Bersambung…
Previous
Next Post »
0 Komentar