Kisah-Kasih di Sekolah (Bagian 10)

Bacaan sebelumnya klik di sini


“Ngga. Kok nanya kaya gitu?” kenapa jawaban itu yang keluar!

“Mau tau aja. Tapi pernah pacaran?” badanku makin menegang saat Tia bertanya seperti itu.

“Pernah sih. Tapi ngga tahu juga bisa disebut pacaran atau tidak. Mungkin bisa dibilang cinta monyet.” Jawab jujur saja dah. Sudah tanggung juga.

“Kenapa? Anggap aja belum pernah yah. Aku juga belum pernah. Aku ngerasa kurang sreg sama cowo yang kebanyakan gaya. Ngomongnya doang keren, tindakannya nihil. Tong kosong nyaring bunyinya.”

“Gua masih bingung dengan pacaran. Sebenarnya apa yang ngebedain pacaran sama teman dekat? Keduanya kan sama dekat. Yang ngebedain cuma status aja.” Sepertinya aku juga harus bicara banyak sama dia biar tidak dikira sombong. Lagipula aku ingin tahu apa yang ada dipikiran seorang wanita tentang pacaran.

“Iya sih. Tapi kan cewe itu butuh status yang jelas kak. Kalau misalnya dia sudah dekat dengan cowo, terus cowonya ternyata dekat sama cewe lain gimana?”

“Emang kalau sudah pacaran, akan menjamin cowo tersebut ngga dekat dengan cewe lain, dalam artian selingkuh?”

“Ngga juga sih. Teman aku juga beberapa ada yang seperti itu. Diselingkuhin sama pacarnya.”

“Nah itu dia. Inti dari menjalin hubungan kan kepercayaan. Kalau sudah ngga percaya dengan pasangannya, buat apa dipaksa untuk bersatu?”

“Tapi ngga semua orang berpikiran kaya kakak. Kebanyakan dari kita itu harus ada status yang jelas. Orang bisa dibilang pintar kalau punya ijazah yang tinggi.”

“Iya itu sebenarnya kelemahan dari status. Orang cerdas itu pintar karena pengalamannya dan menghargai semua kegagalannya. Tapi memang tidak dipungkiri juga kalau ijazah itu penting sebagai status. Kalau lu, kenapa bisa suka sama seseorang? Apa tampang dulu yang dilihat?” Perbincangan ini biar tidak terlalu kaku, aku juga harus bertanya pada Tia.

“Kayanya sih tampang dulu. Kalau memang suka, baru deh lihat sikapnya.”

“Misalnya dia punya sikap yang bagus, tapi tampangnya kurang gimana?”

“Hhmmmmmm aku bingung. Ko sekarang jadi aku yang diintrogasi? Gantian ah!” Tia mencubit lenganku. Tapi cubitan itu tidak sakit. Mungkin ini cuma canda kecil agar perbincangan semakin cair.

“Aduuuhhh!” aku pura-pura kesakitan.  “Gua dulu yang tanya, nanti kalau udah puas, gantian lu yang tanya. Sekarang jawab dulu pertanyaan gua tadi.”

“Oke deh. Kayanya ngga deh. Bagaimanapun juga kan masih dalam mencari, jadi kalau ada yang lebih baik, kenapa ngga cari yang lain?”

“Iya juga sih.” Jawabannya bagus. Aku sepakat dengan pendapatnya kali ini.

“Sekarang gantian aku yang tanya yah. Kalau Ka Jefri suka cewe yang seperti apa?”

“Gua juga ngga tau sih kaya gimana cewe yang gua suka. Tapi pada dasarnya semua cewe gua suka dengan segala kekurangan dan kelebihannya.”

“Berarti Ka Jefri suka aku juga?” Aku sempat tidak bisa berkata beberapa detik dengan pertanyaannya itu. dia memang selalu memberikan kejutan.

“Bisa dibilang gitu.”

“Ko jawabannya gitu? Kalau gitu, Ka Jefri suka aku dari sisi mana?”

Aku diam. Berpikir jawaban apa yang akan dikeluarkan untuk Tia. “Lama bener Ka mikirnya," Tia seperti tak sabar menunggu jawaban dariku.

“Lu manis ko. Menarik kalau dilihat. Apa lagi yah? Gua belum bisa ngejelasin, soalnya kan baru kenal juga. Mungkin baru bisa suka dari fisiknya aja.”

“Oh gitu.”

“Iya. Tapi gua juga gampang ngga suka sama cewe.”

“Maksudnya?” Tia semakin penasaran.

“Iya kaya yang tadi gua bilang, “Gua ngga tau cewe yang gua suka.” Gua gampang suka suka, tapi gampang juga hilang rasa itu. mungkin karena benar-benar cari yang paling baik, jadi semua wanita itu, dicari kekurangan dan kelebihannya. Tapi gua lebih suka ngelihat wanita dari kejauhan aja.”

“Ka Jefri aneh.”

“Gitu dah. Gua berpikiran kalau cewe itu kaya pemandangan. Dinikmati saja dari kejauhan. Kalau didekatin, keindahan itu jadi berkurang.”

“Berarti Ka Jefri anggp cewe itu benda mati dong?”

“Ngga juga. Itu cuma perumpamaan. Kan gua gampang ngga suka sama cewe karena suatu hal. Nah solusinya, jangan miliki itu cewe. Cukup jadi teman dekat. Kan sama saja pacaran dengan teman dekat. Kalau pacaran, dekatnya cuma pas jadi pacar saja. Kalau sudah ngga, ya selesai.” Aku melihat komputer. Ternyata berbincang mengenai pacaran menghabiskan waktu yang panjang. “Ini instalnya sudah selesai. Kalau begitu tugas gua sudah selesai. Sudah jam gua les juga, jadi sekalian pamit yah.”

“Wah padahal lagi seru Kak. Nanti kita lanjutin lagi yah.”

“Boleh.”

“Oh iya Kak, boleh ngga aku minta nomor HP Ka Jefri?”

Wah bisa-bisa pendekatan itu terus berlangsung. Untuk silaturahmi tidak masalah lah. Aku mengeluarkan HP. “Catet nomor lu. Abis itu miss call aja.”

“Sudah Ka. Terima kasih banyak yah sudah repot-repot.” Aku pamit dengan ibunya. Dia minta agar aku sering main ke sini. Aduuhhh kayanya ibu Tia senang aku main ke sana.
Previous
Next Post »
0 Komentar