Jangan Menangis Katung

Karya ini didedikasikan untuk Putri Nur Azizah, teman satu kelasku di kampus. Sebuah cerita yang mengisahkan tentang salah paham antara Aku, Tompel, dan Dia.
 
Seperti biasa dalam kisah ini memiliki pemain utama yaitu Jaffry Prabu Prakoso alias Aku sebagai penulis dan Ilham Adiansyah alias Tompel, dengan pemain baru yaitu Putri Nur Azizah. Dan agar pembaca mengenal pemain utamanya maka Aku akan menampilkan foto mereka satu persatu.


Ini adalah Putri atau teman-teman satu gengnya manggil dia Kutang. Aku kurang tahu filosofi kutang itu didapat darimana, mungkin dengan berjalannya waktu Aku akan mengetahui makna dari kata ‘kutang’ itu. Tapi Tompel memplesetkan kata ‘kutang’ menjadi ‘katung’ dan Aku ikut-ikutan manggil dia ‘katung’.

Di sebelah kiri adalah Tompel dan sebelah kanan adalah aku. Sepertinya Aku tidak Perlu mendeskripsikan Tompel, karena dalam tulisan sebelumnya Aku sudah menggambarkan tentang dia.
Berawal ketika Aku Ujian Akhir Semester (UAS), saat itu sedang menunggu dosen yang telat hadir, sambil menghilangkan rasa suntuk yang ada Aku membicarakan modusan Tompel yang didapat dari Katung.
Sebelumnya Tompel tahu bahwa modusannya baru putus dengan kekasihnya, tapi beberapa hari kemudian modusannya itu dapat kekasih baru lagi. Ia dapat fakta itu setelah mengecek pesan yang ada di jejaring sosial milik Katung. Dan ia tidak menceritakan masalah itu ke Tompel.
Sebenarnya kami (Aku dan Tompel) biasa saja dengan hal itu, tapi untuk menghapus rasa bosan karena dosen yang ternyata lupa kalau hari ini UAS, maka kita berencana untuk merajuk ke Katung sambil mencibirnya dengan kalimat ‘teman tiri’. Dan kami mendoktrin yang lain untuk memusuhi Katung walaupun sebenarnya mereka tidak mengetahui hal itu.
Dosen pun datang tanpa rasa dosa, kami kembali ke tempat duduk dan melupakan sementara memusuhi Katung, Kelas terasa sangat sesak karena banyak mahasiswa. Suasana makin tidak kondusif dengan suara gaduh yang diciptakan mahasiswa, karena keegoisannya meminta lembar soal dari dosen yang ternyata tidak cukup dengan mahasiswa yang begitu membludak.
UAS selesai dengan mudah dan tanpa kesulitan, para mahasiswa berdesak-desakan untuk keluar karena udara yang begitu pengap. Kami kembali menjahili Katung yang sepertinya mulai merasa bersalah dengan kejadian itu, dan kata-kata kami berhasil masuk ke dalam pikiran Katung.
Setelah itu kami ke lantai dasar. Hampir semua teman kelas ngumpul di sana, tempat kami berbincang, Katung juga di sana. Kami terus mengeluarkan kata-kata yang membuat Katung menyesal dengan perbuatannya sambil berkata ‘teman tiri’. Bukan hanya itu saja, kami juga mengajak senior untuk memusuhi Katung, dan entah kenapa senior mengikuti itu.
Target kami membuat Katung nangis, dan tiba-tiba Katung memalingkan muka ke bahu temannya. Tak lama kemudian suaranya tersedu-sedu. Kami mengira Katung menangis, tapi tak mungkin Katung menangis. Tiba-tiba temannya itu merasakan basah di bahunya, dan benar Katung menangis.
Misi membuat Katung menangis tercapai, kami tertawa merayakan keberhasilan itu. Tapi perayaan itu tenggelam karena suara sendu Katung yang tak berhenti, dan teman gengnya yang menyalahkan kami. Kami langsung menghibur Katung, dan berkata kalau kami sebenarnya hanya bercanda melakukan itu. Tapi ternyata Katung sudah menganggapnya sebagai hal yang serius.
Beberapa jam kemudian Katung pergi, setelah ditelisik gantian ia yang merajuk. Kami langsung mencari Katung, biasanya ia ada di kos yang biasa kami singgah untuk berbincang, tapi sekarang ia tak ada di sana. Rasa penyesalan kami makin jadi, ku kirim pesan ke Katung dengan kata menggoda, tapi ia tidak mengacuhkan itu.
Beberapa hari kemudian ia mencolek kami di jejaring sosial dan berkata bahwa ia kangen, setelah bertemu ia bercerita bahwa saat itu ia menangis karena kata ‘tiri’ yang kami keluarkan. Katung sangat sensitif dengan kata ‘tiri’ karena memiliki masalah dengan hal itu.
Tapi masalah nangis telah dilupakan karena kami tidak ingin berlarut-larut dengan masalah, dan saat itu Aku dan Tompel hanya bercanda ke Katung karena kami memang suka bercanda. Meskipun itu terlihat berlebihan, itulah Aku dan Tompel, tak pernah menganggap segala hal dengan serius. Apalagi bermasalah dengan sahabat karena modusan.

Sebagai penutup, ini foto Katung ketika ia mengibaskan air mata saat kami goda.
 

















Jangan menangis Katung…
Previous
Next Post »
2 Komentar
avatar

perbanyakan nulis lagi,

Balas