-Hari ini-
Sam duduk berkelai di kursi roda, menggenggam sehelai kertas di tengah malam tanpa orang yang menemani. Dengan perban mengelilingi kaki kiri, infus mengalir menembus nadi. Setengah tahun sudah ia melakukan perbuatan rutin seperti ini.
“hihihihihihhihii,” seringainya ditemani angin yang berhembus membuat dedaunan menari.
-seminggu yang lalu-
Sam merasakan udara bebas setelah sebulan menghirup hawa steril rumah sakit. Patah tulang di kaki masih berbekas dan masih membutuhkan perawatan yang intensif karena luka yang didapat belum sepenuhmya pulih
“hihihihihiihihii,” tawanya tanpa sebab pasti.
-sebulan yang lalu-
Sam duduk terdiam di balkon apartemen memandangi langit malam dan sehelai kertas yang ia genggam. Perasaan jiwa yang kelam dilampiaskan hanya dengan bergumam. Ia pun berdiri melihat sesosok peri, tangan melambai mencoba menggapai peri yang berlari. Tanpa disadari ia terjatuh saat sosok kecil itu hampir diraih.
“hihihhihihhihii,” rintihnya yang tak merasakan luka
-tiga bulan yang lalu-
Sam menyantap hidangan sebuah restoran ternama di ibu kota. Sesudahnya ia menurunkan daging yang hancur dilebur lambung sambil menyeruput segelas anggur. Dihirupnya sehelai kertas yang ia bawa. Ditekuri bait demi bait.
“hihihihihihihhii,” bahagianya ia membaca surat itu, keluar restoran tanpa menyadari kanan kiri. Dan tertabrak ia oleh truk yang melaju cepat.
-lima bulan yang lalu-
Sam memandangi bintang bulan yang begitu mesra memberikan cahaya kepada kertas yang ia genggam di suasana yang begitu pengap. Sam merasa kering di tenggorokan. Beranjak ia ke lemari pendingin untuk melepas dahaga, tapi tak ada sesuatu yang bisa ditenggak. Ia melihat botol di atas lemari pendingin. Tanpa pikir panjang dihabiskannya dengan sekali nafas.
“Hihihihhhiiii,” setelah meminum botol yang bergambarkan tengkorak.
-enam bulan yang lalu-
Dian tak ada dimana-mana. Di kampusnya tak ada, tempat biasa ia memandangi matahari terbenam juga sama. Sam datang ke rumahnya. Ia hanya bertemu ibu Dian, dan ia berkata dengan duka yang masih menyelimutinya.
“maaf sebelumnya ibu tidak memberitahukan Nak Sam, ini adalah permintaan terakhir Dian. Dan ini sesuatu untuk kamu,” diberikan sepucuk surat ke Sam, tanpa basa-basi ia membacanya.
To my lovely Sam,
Sebelumnya aku minta maaf karena tidak memberitahukan ini sebelumnya, dan setelah kamu membaca ini semua pasti akan mengetahui kebenaran tentang diriku. Sejak satu bulan yang lalu dokter memprediksi umurku takkan lama. Aku bisa mati kapan saja, karena kanker hati yang diterima sudah tak bersahabat.
Tapi walaupun begitu aku tetap senang karena memiliki pria yang mencintaiku sepenuhnya. Kamu takkan pernah kulupa hingga akhir hayatku kelak. Tetap semangat sayang… mulailah cari wanita yang mencintaimu melebihi diriku dan tidak penyakitan sepertiku
Your lovely everlast
Sam kehilangan akal saat membacanya dan pulang dengan pikiran kosong, sambil menggenggam surat terakhir dari Dian.
-tujuh bulan yang lalu-
Dian tak seperti biasanya. Ia terlihat lebih manja ke Sam, setiap hari ingin bertemu dan bertanya apakah Sam mencintainya. Tanpa bosan Dian menanyakan hal itu setiap hari, dan jawaban yang selalu sama Sam lontarkan.
“you’re my love everlast, I can’t ever life without you. Aku tak tahu apa yang terjadi jika tanpa dirimu”
0 Komentar