(dari kiri ke kanan) Arif, Hilman, Ilham, dan aku |
Beberapa bulan setelah Kuliah Kerja Nyata (KKN), membuat kami (aku, Hilman,
dan Ilham-kedua temanku ini sudah diperkenalkan pada tulisan yang lalu) rindu
akan suasana di sana. Salah satu yang tak bisa dilupakan dari KKN Amoral adalah
tempatnya yang sejuk dan tenang. Mungkin karena stress dengan kuliah yang sudah
menjelang tahun terakhir, membuat kami butuh ketenangan.
Rencana kami berangkat saat tahun baru. Rencana itu gagal setelah kami
pikir arus puncak macet. Akhirnya keberangkatan kami berhasil dilaksanakan saat
liburan semester ganjil (sekitar bulan Februari). Kami hanya mengajak kelompok
KKN yang tidak rewel saja. Itu karena kami pergi ke sana untuk liburan, bukan
untuk membuat kekesalan baru.
Setelah kami kabari teman yang lain, hanya Arif yang bergabung. Aku tidak
akan menggambarkan seperti apa Arif karena ia hanya pemain figuran di sini. Ia
satu motor denganku Kami berangkat sekitar pukul 15.30. dengan pertimbangan kami
tidak ingin merasakan panas dan macet. Ternyata dugaan kami salah. Saat hampir
tiba di lokasi adalah waktu buruh pulang. Kami terjebak macet parah. Sebenarnya
motorku (aku menyebutnya Jupe) juga menjadi faktor keterlambatan kami.
Sebelum berangkat ke kampus aku sudah merasakan hal yang aneh pada Jupe.
Rantainya sudah kendor. Aku ingin memperbaikinya, tapi karena berbagai alasan
rencana itu tidak jadi. Akhirnya sesuatu yang tak diinginkan terjadi. Rantai
Jupe keluar dari tempat semestinya. Padahal perjalanan kami masih jauh. Aku
sudah pasrah dengan keadaan ini. Di tengah kepasrahan itu Tuhan menolong kami.
Tak jauh aku mendorong motor, ada sebuah bengkel. Pemiliki bengkel itu juga
baik. Rantai Jupe hanya dipotong. Mungkin jika Tuhan tidak menolong, aku sudah
mengganti rantai baru. Harganya pun pasti mahal. Aku dan Arif berangkat kembali
setelah ditinggal Hilman dan Ilham. Aku tidak mengebut karena kondisi Jupe
masih kurang baik dan saran pemilik bengkel juga agar tidak membawa Jupe
cepat-cepat.
Meski membawa tidak terlalu cepat, aku dilindungi mobil polisi penyapu
jalan. Tindakan mereka membuat kami tidak sedikit merasakan kemacetan. Kami
seperti orang penting yang sedang liburan. Jika biasanya yang dilindungi adalah
mobil, kali ini hanya kami yang dilindungi. Sungguh mungkin belum pernah
dirasakan oleh orang kebanyakan.
Kami berpisah dengan mobil polisi itu setelah mereka tak sanggup lagi
jalan. Jalan sangat macet hingga mobil penyapu tak sanggup untuk
membersihkannya. Aku tak lupa mengucap terima kasih kepada mobil penyapu akibat
bantuannya. Di sini kami sudah tak dilindungi lagi. Setengah jam dari peristiwa
itu kami tiba di villa tempat kami menginap saat KKN dulu.
Suasana saat itu membuat aku terkenang lagi dengan pengabdianku dulu. Aku hanya
mengenang peristiwa-peristiwa yang menyenangkan meski terkadang peristiwa hina
terlintas. Aku rindu kejadian itu. Pikiranku buyar dan terfokus pada Jablay
(penjaga vila) setelah bercerita bahwa ia tidak menjaga vila lagi.
Dari situ aku menduga bahwa rencana kami untuk senang-senang sepertinya
tidak seperti dibayangkan. Karena kami menumpang di rumah orang tua Jablay,
tindakan kami kurang leluasa. Andai kami sedang di vila, pasti sudah tertawa
terbahak-bahak dan tidak usah peduli dengan tetangga. Di sekitar vila itu tidak
ada rumah warga jadi kami bebas melakukan apa saja.
Hari selanjutnya kami jalan-jalan melihat kerjaan KKN Amoral. Ternyata
tempat sampah yang kami taruh dulu, beberapa sudah hilang. Aku hanya bisa
menggelengkan kepala. Tempat perpustakaan juga sepertinya jarang digunakan. Ini
bisa terlihat dari spanduk yang agak lepas dan rak beserta bukunya telah
berdebu.
Tempat yang sepertinya sangat dimanfaatkan dengan baik adalah MCK. Tapi
sayang pintu dan lantainya sudah aus. Tapi biarlah itu semua. Mungkin warga
sekitar memiliki pemikiran lain dengan apa yang telah kami lakukan.
Mungkin teman-temanku kecewa. Tapi hal yang membuatku senang adalah Ketua
RT yang ramah dan selalu menerima kami. Bahkan seminggu yang lalu kami ingin
diundang pada acara mereka. Tapi karena mereka tidak tahu nomor kontak kami,
keinginan tersebut gagal.
Terakhir yang aku suka jajanan di sini. Makanan yang di jual sudah sangat
jarang di Jakarta. Makanan ringan ini adalah makanan yang sering sekali aku
makan pada saat kecil. Kini aku bisa menikmatinya sambil mengenang peristiwa
beberapa tahun silam saat aku masih kanak-kanak dan belum mengerti betapa
kejamnya hidup.
0 Komentar