Kisah-Kasih di Sekolah (Bagian 15)

Bacaan sebelumnya klik di sini


Tidur lebih cepat membuatku bangun lebih awal. Aku melihat jam dinding yang tepat di depan pandanganku. Aku sengaja menaruh di sana agar gampang melihat waktu saat bangun. Apakah aku kesiangan atau tidak, bisa segera ditatap dengan mata sayup. Jika masih banyak waktu, biasanya aku memejamkan mata lagi.

Sejak menginjak tahun ketiga di sekolah, hari-hariku menjadi padat. Berangkat sekolah pagi-pagi, baru pulang jam tujuh malam. Kegiatan itu terus berulang-ulang hingga enam bulan ke depan. Obat agar aku bisa melewat ini semua adalah dengan tidur cukup. Mungkin ini merupakan hal yang sepele, tapi ini cara yang sangat manjur untuk menjaga kesehatan.

Selain tidur yang cukup, banyak minum air putih adalah obat murah mencegah penyakit. Air mineral dipercaya membuang kotoran-kotoran di dalam tubuh yang kemudian dikeluarkan melalui air seni. Kegiatan rutinku setiap bangun, selalu minum segelas air. Terakhir adalah tidak telat makan. Aku orangnya mudah lapar. Tidak boleh kurang dari tiga kali jatah makan siangku.

Melihat waktu masih pukul tiga subuh, aku memutuskan untuk memejamkan mata lagi. Kalau memang sudah waktu yang ditentukan. Alarm di handphone akan berbunyi. Mungkin hanya ini salah satu fungsi telepon genggam yang kupunya. Berdasarkan penelitian yang kubaca, lebih dari 80% orang bergantung pada alarm untuk membangunkan mereka. Aku merupakan kumpulan dalam orang itu.

“deerrrrrr,” teleponku bergetar diikut sebuah musik metal. Itu tanda alarm. Ternyata waktu sudah menunjukkan satu setengah jam setelah aku terbangun sebentar. Aku berdiri, mengecek isi telepon. Ternyata ada dua pesan. Keduanya dari Tia.

“Memang Kakak berani bicara langsung sama orang yang disuka?” pesan pertama dari Tia.

“Pasti Ka Jef sudah tidur. Selamat tidur Ka. Semoga mimpi indah. :D”

“Maaf semalem sudah tidur. Gua ketiduran. Kayanya cape banget kemarin. Heheee,” aku membalasnya.

Semuanya persiapan sudah selesai. Aku termaksud orang yang suka telat datang ke sekolah. Guru piket selalu mengenalku. Di tahun pertama sekolah, kami mendapat jatah masuk siang. Itu pembagian masuk kelas karena ruangannya tidak cukup. Oleh karena itu anak barunya sekolah siang. Kami masuk dari 12.30 hingga 17.00.

Aku menjadi  salah satu siswa yang selalu terlambat. Aku tiba 15-30 menit dari waktu yang ditentukan. Biasanya kami yang terlambat tidak mendapat apa-apa. Guru pun suka datang ke kelas lewat dari jamnya. Biasanya kalau telat, mereka selalu memberi kami tugas dari buku yang memang khusus tugas siswa agar memiliki kerjaan.

Buku itu adalah buku wajib yang harus dibeli siswa dan hanya sekolah yang punya buku itu. Jadi mau tidak mau kami harus beli. Ini salah satu proyek sekolah untuk membuat mereka mendapat penghasilan tambahan. Pada akhirnya kami yang menjadi korban pengayaan diri mereka.

Setelah diberi tugas, kami melakukannya dengan kerjasama. Nyontek lebih tepatnya. Aku termaksud orang di dalamnya.  Kalau teman-temanku punya alasan mengambil jalan singkat karena ingin mendapat nilai yang bagus, aku lebih memilih karena tugas yang diberikan tidak memberi manfaat. Tidak berguna karena tugas hanya diperiksa hasilnya. Tidak dibahas kenapa jawabannya bisa seperti itu. Kalau seperti itu, aku jadi mengerti kesalahan yang telah dibuat.

Itulah yang membuat kami suka hadir terlambat. Kalau sedang sial. Aku mendapat hukuman, seperti lari mengelilingi lapangan, membersihkan sampah, atau mengabsen ke setiap kelas. Tugas terakhir ini yang paling kusuka karena bisa cari perhatian ke teman satu angkatan atau adik kelas.

Tapi itu kebiasaanku itu mulai kubuang saat ini. Masa nakal sudah berakhir. Meski begitu, mengabsen ke setiap kelas tetap menjadi kesukaan. Karena ruang guru piket bersebelahan dengan kelas, aku bisa berbincang dengan guru, jika sedang tidak ada pelajaran. Aku tahu pasti guru piket malas bergerak untuk datang ke setiap kelas. Sambil menyelam minum air, aku ambil kesempatan itu.

Di kelas pagi bel masuk pukul 06.30 tapi baru mulai jam pelajaran 06.45. Biasanya ada dua suara pemberitahuan untuk menandakan itu. Aku tiba di sekolah 10 menit lebih awal. Ternyata sudah ada Rapsan. “Nanti setelah pulang sekolah kita latihan band ya. Dua minggu lagi kita bakal mentas,” katanya tanpa basa-basi.

Aku yang belum duduk dan tidak sempat menghelas nafas, hanya bisa berkata, “Haaaa?!”

Bersambung.....

Previous
Next Post »
0 Komentar