Kisah-Kasih di Sekolah (Bagian 19)

Bacaan sebelumnya klik di sini


Aku hanya tertawa saat Rapsan menceritakan saat pertama kali main ke rumah Citra. Dari situ kami tahu kalau Danu hanya manis di bibir. Kami juga tahu bukan hanya pandai bersilat lidah saja, ternyata Danu juga punya gaya yang tengil.

Tingkahnya itu seperti orang tua. Rapsan yang selalu beradu mulut dengan Danu memanggilnya kolot. ‎Kata itu agak aneh tapi lucu. Sejak saat itu kami semua memanggilnya kolot. Itu adalah panggilan akrab kami padanya. Rapsan dan Danu memang sangat dekat.

Kedekatan mereka selain berawal dari musik, juga karena keduanya memiliki tim sepak bola kesukaan y‎ang sama, yaitu Chelsea. Rapsan tidak terima kalau dibilang baru menyukai tim yang memiliki julukan The Blues itu karena sekarang sudah menjadi kesebelasan yang sukses. Dia selalu mengatakan suka dengan Chelsea sejak kepemimpinan Zola.

"Dari Zola jadi pemain dan pelatih pun juga suka," nadanya meninggi karena diejek sama Danu. "Memangnya lu tahu banyak tentang Chealsea?" balas Rapsan.

Adu mulut mereka tidak pernah ada habisnya sepanjang hari. Pasti saja ada yang mereka perbincangkan. Dari perdebatan itu mereka merasa memiliki satu pandangan yang sama. Perdebatan mereka selalu menjadi bahan tawaan kami. Aku tidak memihak pada satu kubu. Mereka yang terdesak, aku ledek. Teman yang lain pun meramaikan.

Semua hal mereka ceritakan berdua. Bahkan wanita pun mereka bahas. Cerita-cetita itu tidak ada yang bisa mereka berdua simpan dengan baik walaupun bersifat rahasia. Pasti selalu saja bocor ke yang lain. Meski begitu, mereka berdua tetap saja tidak pernah berhenti berbagi cerita.

Satu hal yang aku pernah ikut dalam perbincangan mereka adalah ambisi mereka untuk merintis band agar menjadi lebih terkenal.

"Pokoknya band kita ini harus sukses dan menjadi terkenal," kata Rapsan.

"Yaudah sebelum itu kita harus punya nama band dulu. Kira-kira apa namanya?" Tanya Danu. Kami bertiga terdiam sejenak. Aku yang sebenarnya terjebak dalam perbicaraan ini hanya diam saja. Karena bagiku bermain musik bersama mereka adalah sebuah kesenangan tersendiri.

Dulu juga saat SMP teman dekat rumah suka bermain musik. Tapi aku tidak terlalu seambisi sekarang untuk bermusik. Dulu teman rumahku bermain karena band Peterpan sedang naik daun dan mengikuti gaya mereka. Teman-temanku terhipnotis pengaruh itu. Karena keren-kerenan itulah yang membuatku malas untuk bergabung, minimal ikut bermain dengan mereka.

Lebih baik aku main yang lain karena suka bukan ikut-ikutan. Dan sampai sekarang‎ hanya bermain playstation yang aku suka. Suka karena kalau bermain dengan teman lainnya membuatku senang. Penak pun hilang setelah bermain.

"Gimana kalau namanya Blink Reborn," Rapsan memecah kebuntuan. Rapsan dan Danu memang memiliki selera musik yang sama. Rapsan punya koleksi kaset pita Blink 182 dari album pertama sampai yang terbaru. Itu asli bukan bajakan. Danu yang lebih sedikit mampu, mempunyai kaset cd dari album pertama sampai terbaru. Itu pun asli.

Aku baru tahu band itu saat bergaul dengan mereka. Salah satu album yang selalu menjadi pembahasan mereka adalah‎ klip video yang berjudul "What's My Age Again." Ditayangan itu, semua personilnya berlari keliling kota telanjang tanpa ditutupi sehelai benang pun.


Saat menjadi terkenal nanti Rapsan dan Danu juga ingin ‎ada adegan telanjang seperti itu. Tingkah-tingkah mereka juga banyak yang meniru salah satu personil Blink 182. Contohnya saja Rapsan. Jika terkenal nanti dia ingin menaruh ucapan terima kasih pada kasetnya nama-nama wanita yang sudah pernah dia setubuhi. Itu seperti yang dilakukan drumer Blink, Travis Barker.

"Yaudah itu saja. Keren tuh!" Timpal Danu. ‎


Bersambung......
Previous
Next Post »
0 Komentar