Kisah-Kasih di Sekolah (Bagian 20)

Bacaan sebelumnya klik di sini



Terbentuklah Blink Reborn saat itu. Lalu Rapsan dan Danu memukirkan lambang dan mulai serius untuk menciptakan lagu. “Gua ga mau lagu kita ini maknanya cengeng,” tegas Rapsan. Rapsan yang cukup ahli menggambar juga memikirkan logo Blink Reborn. Aku hanya menonton saja melihat mereka yang lagi semangat.

Saat ini memang banyak band baru yang muncul di layar kaca. Kami bertiga selalu menertawakan band-band baru itu. Bagaimana bisa televisi menampilkan band yang lagunya aneh seperti itu. Penampilannya juga norak. Tidak layak untuk ditiru. Apalagi beberapa dari mereka terlibat skandal. Contohnya saja menghamili wanita padahal belum menikah. Sungguh kacau negeri ini. Akhlak sepertinya sudah hilang. Hukuman moral sudah tak berlaku lagi. Mungkin ini tanda akhir jaman.

Personil Blink Reborn juga sebenarnya tidak jauh beda. Di video klip nanti Rapsan mau ada adegan modelnya di kamar mandi lalu dikelilingi kaca yang berembun.  Di situ ada dua model wanita yang mengelilingi satu pria. “Gua suka banget sama adegan kaya gitu.”

“Tapi sayang lu ga bakal jadi model cowo. Biasanya kan yang jadi model itu vokalis. Dan vokalis di Blink Reborn itu Gua,” aku menghancurkan ambisi Rapsan.

“Tapi ketua band ini Gua. Jadi gua yang pasti bakal jadi modelnya. Nanti dua cewe itu Citra sama Vini. Adegannya gua main air hangat sama mereka berdua. Terus gua sambil main melodi dirayu mereka,” wajah mesum Rapsan mulai muncul. Dia terkekeh-kekeh membayangkan apa yang barusan dia ucapkan.

“Kaga mungkin. Mana mungkin lu berani kaya gitu sama Citra. Lagian gua lebih ganteng dari lu. Jadi kalau dilihat dari sisi penjualan, gua pasti lebih bernilai.”

“Yaudah nanti kita lihat saja. Gua bakal nyogok produsernya untuk jadi pemeran utama.”

“Kan gua nanti yang modalin produksi video klipnya. Nanti terserah gua siapa yang bakal jadi modelnya.” Perbincangan ini terus tidak berhenti sampai kami terpaksa menghentikan perdebatan karena guru Bimbingan Konseling datang. Guru ini suka telat datang tapi sedikit jahat.

Dia yang pertama kali datang mengajar langsung memberikan pekerjaan rumah. Aku kira saat pertama kali kenal, guru ini orang yang baik karena cara mengajarnya santai. Ternyata aku salah. Saat aku dan para lelaki tidak mengerjakan PR, kami semua kena hukum jalan jongkok di kelas. Karena banyak yang kena hukum aku tidak begitu malu. Setelah itu kakiku tidak kuat untuk menahan beban tubuh. Aku pun tidak konsen belajar.

“Karena bapak adalah guru yang bertanggung jawab atas kelakuan kalian, maka ini adalah salah satu cara agar kalian tidak nakal. Sebenarnya bapak tidak ingin melakukan hukuman seperti ini. Karena kalau kalian takut melakukan pelanggaran karena hukuman, kalian sama saja seperti binatang sirkus yang melakukan perkataan majikan disebabkan binatang itu tidak ingin dicambuk.”

Kami yang awalnya gaduh kemudian terdiam. Pak guru memandangi sekeliling melihat ekspresi wajah muridnya. Guru BK ini baru mengajar di awal semester genap. Sebelumnya guru kami tidak seperti ini. Kurang memiliki aura layaknya pengajar yang seharusnya memberikan bimbingan pada anak didik.

“Sebentar lagi kan kalian akan naik kelas. Itu pun kalau naik. Nah untuk persiapan jika kalian naik kelas, akan ada pemisahan kelas IPA dan IPS. Kalian harus memikirkan ini juga.” Kenapa guru ini mengatakan “kalau naik?” seakan-akan ada dari beberapa kami yang akan tinggal kelas. Tapi itu ancaman yang cukup ampuh. Aku sendiri sebenarnya takut jika tidak naik kelas.

“Pintar saja tidak cukup. Sikap kalian merupakan pertimbangan apakah bisa naik ke tingkat selanjutnya atau tidak. Jadi bapak sarankan mulai dari sekarang kelakuan kalian diubah agar tidak mengecewakan orang tua.”

Wah ini benar-benar masuk ke hati. Aku melihat wajah teman-teman yang lain. Michael sepertinya yang paling takut. Matanya sedikit berkaca-kaca. Sedari tadi masuk kelas dia memang sedikit aneh. Tapi tidak setakut ini. Aku tidak tahu kenapa.

“Agar kalian tahu tempat mana yang cocok, maka di akhir pekan nanti kita adakan tes potensi akademik. Di situ akan ada ujian yang bisa menilai apakah kalian cocok di kelas IPA atau IPS. Nah besok beberapa dari kalian akan bapak panggil ke ruangan berbincang empat mata mengenai ini.”

Bel pulang berbunyi. “Wah pas sekali. Yaudah kita ada PR lagi yah. Jangan sampai tidak dikerjakan. Tugasnya adalah ceritakan peristiwa yang paling tidak bisa dilupakan.”

Kelas pun bubar. Aku masih duduk karena lutut benar-benar pegal akibat jalan jongkok. Teman-teman yang lain juga sepertinya sama. Kami masih duduk di tempat masing-masing sambil bicara tanpa pembahasan. Tiba-tiba Michael memotong pembicaraan. Dia memanggil Rapsan. Kami semua melihatnya. Sepertinya hal yang serius. “Gua kayanya ngga mau nge-band lagi dah.”

Bersambung......
Previous
Next Post »
0 Komentar