Bacaan sebelumnya klik di sini
Selalu saja Rapsan memberi kabar yang dadakan. Memang pengumuman
itu belum ada seminggu sejak
pemberitahuan. Tapi kan ini menjadi yang perdana bagiku. Bermain musik adalah
permainan kerja sama tim. Kalau satu orang saja kurang tepat dalam memainkan
kunci atau ketukan nada, pasti akan terasa kesalahannya. Dan aku belum siap
untuk menampilkan diri.
“Lu pasti bisa. Kalau ngga dari sekarang, mau kapan lagi,”
kata Danu. Aku masih terdiam memikirkan apa yang akan terjadi nanti.
“Ga usah dipikirin. Sekarang itu yang penting banyak latihan
dan pilih lagu yang bakal dibawa nanti pas pentas,” Rapsan menggebu-gebu. Ini adalah
kesempatannya untuk memperlihatkan keahlian dia pada satu sekolah terutama pada
Citra.
Persiapan sejak Rapsan memutuskan untuk tampil di pentas
seni adalah tujuh hari. Paling tidak dua kali kami harus latihan di studio
musik dan setiap hari pertemuan untuk menyatukan irama. Inilah hal yang paling
penting. Karena kalau penyatuan ini tidak dilakukan, masing-masing personil
tidak bisa merasakan satu sama lainnya.
“kita dikasih waktu dua lagu untuk mentas nanti. Mau bawa
apa nih kira-kira?” Rapsan bertanya saat kami selesai latahan perdana sebelum
manggung. Di latihan ini kami masih belum fokus membawa lagu untuk dibawa
nanti. Aku hanya diam mengikuti keputusan. Aku tidak masalah membawakan lagu
apapun yang penting tahu dan memang kami suka.
“Kalau dua-duanya lagu rock gimana?” Rapsan memberikan
pilihan karena kami semua terdiam.
“Jangan deh. Nanti malah gada yang suka. Satu lagu yang
agak santai saja,” Danu menolak. “Memang di sekolah kita banyak yang suka lagu
metal, tapi kan nggak semuanya. Kita bawakan lagu yang memang semua orang tidak
pernah bayangkan,” tambahnya.
“Nah yang nggak pernah kita bayangkan itu apa?” tanyaku.
“Itu dia yang gua nggak tahu,” Danu terdiam. Kami semua
terdiam. Rapsan kembali memecah keheningan.
“Lagu Club 80’s yang judulnya Hingga Akhir Massa saja
kalau gitu. Dari judulnya kan juga cocok untuk perpisahan kakak kelas kita.”
“Itu lagu tentang percintaan yak,” Danu nyeletuk.
“Iya kan memang di masa SMA itu katanya nggak terlupakan
karena salah satunya banyak cinta di sana.”
“Yaudah kenapa nggak. Lagian lagunya juga ngga norak
banget kok,” kataku. Rapsan pernah sekali menunjukkan padaku lagu itu. “Nanti
sebelum main atau sesudahnya kita kasih tahu maksud kita membawa lagu ini.”
Kami pun setuju membawa lagu pertama dengan lirik bahasa
indonesia. Memilihan lagu kedua agak sedikit mudah karena apapun lagunya yang
penting bisa membuat jingkrak-jingkrak pendengar. Lagu kedua yang kami bawakan
yaitu My Chemical Romance dengan judul I’m Not Okay.
Akhirnya hari di mana perpisahan untuk kakak kelas yang
sudah lulus tiba. Aku benar-benar
deg-degan. Belum pernah aku berdiri di depan panggung dilihat banyak orang. Rapsan
registrasi ke panitia. Dia berlari terlihat panik. Ternyata kami tampil pertama
di bagian band. Jantungku makin berdegup cepat.
Ternyata pentas seni di sekolah bukan hanya pertunjukan
musik. Karena ini adalah acara yang intinya untuk perpisahan, maka ada pula
penghargaan-penghargaan dan acara lain. Aku benar-benar tidak sabar untuk
segera bermain. Tidak sabar karena sudah terlalu lelah menahan grogi. Tekanan lain
pula tidak boleh bermain salah. Beban lain karena aku menjadi suara tambahan. Blink
Reborn tidak ada vokalis murni. Semuanya adalah penyanyi kecuali pemain drum
Pertunjukan untuk musik tiba. Sebelum naik ke atas
panggung panitia memberi tahu kalau ada sedikit perubahan jadwal. Karena acara
yang banyak, kami diharuskan membawa satu lagu, bukan dua. Rapsan terlihat
kecewa. Kami bingung mau membawakan lagu yang mana.
Sempat terjadi adu mulut pula antara Rapsan dan Danu. Aku
menenangkan agar tidak ada keributan. Suasana yang tidak baik berpengaruh pada
musik yang akan dibawa pula. Aku tak mau di panggung perdana ini menjadi awal
yang buruk.
Kami akhirnya memutuskan untuk membawakan lagu pertama
karena memang lebih kena jika didengar senior. Rapsan naik panggung pertama
diikuti Danu dan aku. Kami mengecek alat musik yang dipegang. Setelah tidak ada
masalah dan masing-masing nada cocok, Rapsan berbicara pada semua orang yang
hadir.
Ada yang menonton di panggung yang telah disediakan, dari
lantai dua, dan di luar sekolah karena memang berdekatan di panggung. Semuanya tertuju
pada kami. Jantungku masih berdetak. Rapsan juga sudah selesai memberikan
maksud membawa lagu Club 80’s. Aku menarik nafas dalam-dalam untuk membuat
santai. Rapsan menatap Danu, Aku dan pemain Drum sebagai tanda bahwa kami siap.
Pertunjukan pun dimulai.
Bersambung......
0 Komentar