Kisah-Kasih di Sekolah (Bagian 23)

Bacaan sebelumnya klik di sini



Selalu saja Rapsan memberi kabar yang dadakan. Memang pengumuman itu belum ada seminggu  sejak pemberitahuan. Tapi kan ini menjadi yang perdana bagiku. Bermain musik adalah permainan kerja sama tim. Kalau satu orang saja kurang tepat dalam memainkan kunci atau ketukan nada, pasti akan terasa kesalahannya. Dan aku belum siap untuk menampilkan diri.

“Lu pasti bisa. Kalau ngga dari sekarang, mau kapan lagi,” kata Danu. Aku masih terdiam memikirkan apa yang akan terjadi nanti.

“Ga usah dipikirin. Sekarang itu yang penting banyak latihan dan pilih lagu yang bakal dibawa nanti pas pentas,” Rapsan menggebu-gebu. Ini adalah kesempatannya untuk memperlihatkan keahlian dia pada satu sekolah terutama pada Citra.

Persiapan sejak Rapsan memutuskan untuk tampil di pentas seni adalah tujuh hari. Paling tidak dua kali kami harus latihan di studio musik dan setiap hari pertemuan untuk menyatukan irama. Inilah hal yang paling penting. Karena kalau penyatuan ini tidak dilakukan, masing-masing personil tidak bisa merasakan satu sama lainnya.

“kita dikasih waktu dua lagu untuk mentas nanti. Mau bawa apa nih kira-kira?” Rapsan bertanya saat kami selesai latahan perdana sebelum manggung. Di latihan ini kami masih belum fokus membawa lagu untuk dibawa nanti. Aku hanya diam mengikuti keputusan. Aku tidak masalah membawakan lagu apapun yang penting tahu dan memang kami suka.

“Kalau dua-duanya lagu rock gimana?” Rapsan memberikan pilihan karena kami semua terdiam.

“Jangan deh. Nanti malah gada yang suka. Satu lagu yang agak santai saja,” Danu menolak. “Memang di sekolah kita banyak yang suka lagu metal, tapi kan nggak semuanya. Kita bawakan lagu yang memang semua orang tidak pernah bayangkan,” tambahnya.

“Nah yang nggak pernah kita bayangkan itu apa?” tanyaku.

“Itu dia yang gua nggak tahu,” Danu terdiam. Kami semua terdiam. Rapsan kembali memecah keheningan.

“Lagu Club 80’s yang judulnya Hingga Akhir Massa saja kalau gitu. Dari judulnya kan juga cocok untuk perpisahan kakak kelas kita.”

“Itu lagu tentang percintaan yak,” Danu nyeletuk.

“Iya kan memang di masa SMA itu katanya nggak terlupakan karena salah satunya banyak cinta di sana.”

“Yaudah kenapa nggak. Lagian lagunya juga ngga norak banget kok,” kataku. Rapsan pernah sekali menunjukkan padaku lagu itu. “Nanti sebelum main atau sesudahnya kita kasih tahu maksud kita membawa lagu ini.”

Kami pun setuju membawa lagu pertama dengan lirik bahasa indonesia. Memilihan lagu kedua agak sedikit mudah karena apapun lagunya yang penting bisa membuat jingkrak-jingkrak pendengar. Lagu kedua yang kami bawakan yaitu My Chemical Romance dengan judul I’m Not Okay.

Akhirnya hari di mana perpisahan untuk kakak kelas yang sudah lulus  tiba. Aku benar-benar deg-degan. Belum pernah aku berdiri di depan panggung dilihat banyak orang. Rapsan registrasi ke panitia. Dia berlari terlihat panik. Ternyata kami tampil pertama di bagian band. Jantungku makin berdegup cepat.

Ternyata pentas seni di sekolah bukan hanya pertunjukan musik. Karena ini adalah acara yang intinya untuk perpisahan, maka ada pula penghargaan-penghargaan dan acara lain. Aku benar-benar tidak sabar untuk segera bermain. Tidak sabar karena sudah terlalu lelah menahan grogi. Tekanan lain pula tidak boleh bermain salah. Beban lain karena aku menjadi suara tambahan. Blink Reborn tidak ada vokalis murni. Semuanya adalah penyanyi kecuali pemain drum

Pertunjukan untuk musik tiba. Sebelum naik ke atas panggung panitia memberi tahu kalau ada sedikit perubahan jadwal. Karena acara yang banyak, kami diharuskan membawa satu lagu, bukan dua. Rapsan terlihat kecewa. Kami bingung mau membawakan lagu yang mana.

Sempat terjadi adu mulut pula antara Rapsan dan Danu. Aku menenangkan agar tidak ada keributan. Suasana yang tidak baik berpengaruh pada musik yang akan dibawa pula. Aku tak mau di panggung perdana ini menjadi awal yang buruk.

Kami akhirnya memutuskan untuk membawakan lagu pertama karena memang lebih kena jika didengar senior. Rapsan naik panggung pertama diikuti Danu dan aku. Kami mengecek alat musik yang dipegang. Setelah tidak ada masalah dan masing-masing nada cocok, Rapsan berbicara pada semua orang yang hadir.

Ada yang menonton di panggung yang telah disediakan, dari lantai dua, dan di luar sekolah karena memang berdekatan di panggung. Semuanya tertuju pada kami. Jantungku masih berdetak. Rapsan juga sudah selesai memberikan maksud membawa lagu Club 80’s. Aku menarik nafas dalam-dalam untuk membuat santai. Rapsan menatap Danu, Aku dan pemain Drum sebagai tanda bahwa kami siap. Pertunjukan pun dimulai.

Bersambung......
Previous
Next Post »
0 Komentar