Kisah-Kasih di Sekolah (Bagian 24)

Bacaan sebelumnya klil di sini


Intro mulai dimainkan. Aku mengocok senar gitar dengan hari-hati dan tetap mencoba santai agar tidak ada salah nada. Sesekali juga aku menjadi penyanyi bantuan untuk meramaikan suara Rapsan. Danu juga ikut membantu. Kalau kupikir ini seperti Blink 182 yang diimpikan Rapsan dan Danu. Bedanya saat ini kami hanya bernyanyi mengggunakan lagu santai dan juga berempat. Tapi aku menikmati ini.

Saat sudah terbiasa berdiri di depan, waktu kami tampil habis. Karena memang satu lagu, aku turun lebih dulu. Rapsan teerlihat masih belum bisa beranjak dari tempatnya. Danu yang ada di sebelah kirinya mengingatkan Rapsan bahwa dia harus segera turun. Sambil melepaskan gitar yang mengalunginya, Danu merangkul Rapsan agar berjalan bersamanya.

Suara tepuk tangan membanjiri kami sembari turun. Tak kusangka beberapa teman ada yang suka dengan penampilan kami. Meski begitu Rapsan masih kurang puas dengan satu lagu yang dipersembahkan. Padahal dia ingn menunjukkan pada satu sekolah keahliannya memainkan gitar, terlebih pada Citra. Aku tetap menyemangatinya. “Tahun depan kita berikan yang lebih baik.”

Bukan hanya itu. Ternyata kakak kelas satu tahun di atas kami benar-benar memperhatikan. Bambang yang merupakan pemain gitar terbaik di sekolah mengakui keberadaan Rapsan. Tapi tidak denganku ataupun yang lain. Mungkin karena Rapsan bermain musik sambil menyanyi, jadi dia yang lebih dikenal.

Sejak saat itu aku mulai teriasa tampil di depan umum. Meski demikian, Rapsan masih belum puas dengan kemampuanku bermain gitar. Dia bahkan menyuruhku agar belajar bermain melodi agar saat dia menyanyi ada suara-suara pemanis.

“Lu harus berkembang lagi. Jangan cuma bisa bermain kunci balok saja, tapi juga melodi.”

“Emang kenapa?”

“Lu puas dengan kemampuan lu yang begitu-begitu doang?”

“Ya ngga sih. Tapi gua ga tahu harus mulai darimana.”

“Gampang. Coba lu belajar pahami kunci lagu-lagu baru. Itu yang paling gampang karena paling beberapa kotak doang. Nanti kalau memang sudah ahli nanti lu pasti bisa kulik melodi.”

“Iya.”

“Satu lagi. Sekarang kan bulan Juli. Sampai akhir tahun lu, gua tantang supaya bisa main melodi Rufio-Above Me. Kalau memang bisa, gua bakal ngelakuin apa saja buat lu.”

“Bener nih yak.” Awalnya aku memang semangat karena Rapsan memberikan janji seperti itu. Tapi niat itu langsung berubah karena memang tidak ada yang aku inginkan darinya. Belajar bermain gitar sudah cukup bagiku. Kalau memang nanti Rapsan benar menepati janjinya itu hanya bonus.

Setiap hari aku berlatih mendengar nada lalu mencari kunci dari lagu itu. Hingga akhirnya aku sedikit bisa memainkan melodi. Itu juga karena Rapsan terkadang datang mengajarkanku. Kalau saja tidak ada dia, mungkin kemampuanku tidak akan berkembang. Aku sangat salut dengan keahlian dia bermusik. Kini aku percaya bahwa Tuhan tidak pernah menciptakan manusia tanpa keahlian.

Meski sudah delapan bulan berusaha memainkan lagu Rufio, masih saja aku tidak bisa. Hingga akhirnya aku menyerah dan kulupakan janji Rapsan itu karena memang kurasa aku tak bisa. Kemampuanku masih belum bisa menyaingi si pemain asli.

Aku lupa memberitahu bahwa personil band kembali berubah. Ini berawal saat kami naik kelas. Danu  berbeda kelas denganku dan Rapsan. Teman baru membuat Danu memiliki pilihan teman yang bisa diajak untuk bermusik.

Ternyata benar. Teman di kelasnya banyak yang bisa bermain musik dan lebih hebat dariku. Selera musiknya pun berubah. Dia jadi suka band baru yang sedang naik daun, yaitu D’masiv. Band yang sukses karena mengikuti audisi ini terkenal dengan nada  dan lirik berbau cinta. Yang membuat kedekatan Danu dengan band ini semakin dalam adalah para personilnya merupakan senior dia dulu.

Rumah mereka juga dekat dengan Danu. Setelah ditelisik, adik salah satu personil ini adalah teman SMP Danu. Danu tidak mau menyiakan ini. Meski berbeda agama, Danu tetap mendekatinya. Hingga akhirnya mereka menjalin hubungan yang lebih erat.

D’masiv sungguh mengubah semuanya. Danu jadi lupa dengan kami terlebih dengaku. Aku yang kurang begitu hebat bermain gitar tersingkirkan. Dia lupa dengan janji kami dulu yang akan terus bersama. Kedekatan kami bermain musik menjadi renggang. Hanya Rapsan yang masih dekat. Aku memahami itu. Sejak saat itu aku jadi membenci D’masiv.
Previous
Next Post »
0 Komentar