Kartu Modus Masih Ada

Pulang dari kerja aku merasa ada yang aneh dengan kamar. Perbedaan bukan hanya saat masuk ke kamar, tapi juga naik ke lantai dua. Ruang yang tadinya kosong menjadi ramai barang-barang. Kulihat lebih dalam ternyata itu semua adalah kepunyaanku.

Mama kutanya apa yang terjadi. Ternyata dia membeli lemari pakaian baru untuk kedua anaknya. Meja belajar yang berisi buku dan segala sesuatu semenjak sekolah dikeluarkan. Mungkin pemikirannya karena aku sudah tidak sekolah lagi, barang-barang ini sudah tidak berfungsi.

Karena sudah terlanjur, keisenganku muncul. Kucoba untuk membongkar barang yang sudah berserakan itu. Barang pertama yang kulihat yakni kardus telepon genggam. Kupikir-pikir banyak juga telepon yang sudah kubeli.

Telepon genggam yang  aku punya dari awal hingga sekarang. Ini telepon yang benar-benar milikku

Telepon yang banyak ini bukan karena aku yang suka ganti barang elektronik tersebut, tapi terpaksa. Terpaksa disebabkan barang yang kugunakan itu hilang oleh kelalaian pribadi. Telepon pertamaku merk-nya Nokia. Itu dibeli pertengahan 2007 ketika aku kelas dua SMA.

Aku bisa dikatakan telat memiliki telepon. Memang aku tidak begitu berminat memilikinya dulu. Ayah membeli karena aku merasa sudah cukup penting untuk punya telepon. Hanya aku yang tidak punya telepon di antara teman sekolah.

Telepon kedua kubeli menjelang masuk universitas. Ini adalah rekor terbesarku. Rekor karena dalam satu bulan aku kehilangan dua telepon. Insiden ini terjadi di tempat yang sama. Karena sudah hilang dua kali, aku tidak punya telepon. Aku yang saat itu harus komunikasi sama pacar, dengan inisiatif pacar meminjami teleponnya yang tidak digunakan sampai ayah membelikan telepon baru.

Hingga akhirnya aku punya telepon baru. Telepon ini produksi Cina. Saat itu lagi membludak telepon mirip BlackBerry. Teleponku ini termaksud dalam kumpulan kaum tersebut. Telepon ini hanya berlangsung kurang dari setahun. Selain berat, telepon ini kurang nyaman.

Akhirnya kubeli lagi telepon baru dengan merk yang lebih bagus. Mungkin memang nasib tidak boleh punya telepon lama. Kali ini telepon hilang lagi saat tidur di masjid kampus. Padahal ketika subuh telepon masih ada di genggaman karena bunyi alarm. Setelah kumatikan ternyata luput masuk kantong dan akhirnya jadi santapan pencuri.

Sempat terbesit untuk tidak pegang telepon. Tapi kuurungkan niat karena aku membutuhkannya. Di rumah ada telepon yang tidak dipakai. Hanya baterainya saja yang tidak ada. Kubeli yang baru biar awet. Tidak masalah mahal asalkan tahan lama.

Telepon yang ini cukup bertahan lama. Belajar dari pengalaman, aku selalu memastikan telepon ada di kantong celana. Hingga satu setengah tahun telepon ini sudah mencapai batasnya. Lalu kuputuskan untuk membeli telepon pintar. Jaman yang semakin canggih membuatku butuh telepon ini. Sampai sekarang pun telepon ini masih masih kugunakan.

Yang paling membuatku berkesan di penggeledahan  adalah kartu telepon pertama yang kugunakan masih ada. Nomorku yang sekarang memang berbeda dengan yang sebelumnya. Dulu, alasanku ganti nomor karena perusahaan penyedia memberikan tarif yang mahal.

Oleh karena itu aku ganti nomor. Bukan hanya ganti, aku juga bersumpah dengan teman baikku untuk tidak akan menggunakan kartu itu lagi. Dan sampai sekarang janji itu masih kami lakukan. Aku tidak tahu apakah teman itu masih ingat atau tidak, pikiran baikku dia masih menepati janjinya.

Selain nomor pertama yang kugunakan, kartu-kartu semasa modus dengan wanita juga masih ada. Dulu ada kartu yang di akhir pekan nelpon sampe budeg hanya Rp1. Malahan waktu masih awal promosi, tarif murah ini setiap hari.  Aku menggunakan itu untuk mendekati adik kelas.

Kartu perdana dari awal sampai sekarang. Bahkan kartu simnya masih ada. kartu untuk modus juga masih tersimpan

Tak kusangka barang-barang yang iseng kusimpan  ini mengingatkan kembali pada masa-masa labil. Kenangan yang lucu tapi malu untuk diungkapkan. Barang-barang ini akan tetap kujaga sampai memang tak bisa dijaga. 
Previous
Next Post »
0 Komentar