Kisah-Kasih di Sekolah (Bagian 25)

Bacaan sebelumnya klik di sini


Awal kami di kelas dua masih berjalan biasa saja sebenarnya. Kami masih suka bermain musik bersama. Kini bukan hanya bermusik lagi, kedua sejoli ini sudah mulai belajar nakal. Rapsan ingin sekali mencoba minuman keras sebelum latihan. Ternyata Danu juga demikian. Lalu aku? Mau tidak mau harus ikut dalam pusaran mereka.

Rapsan dan Danu memang anak yang nakal. Mereka ini benar-benar klop dalam segala hal. Tapi kelakuan mereka tidak sejahat teman-teman yang lain. Aku katakan demikian karena mereka tidak sok-sok bertingkah seorang jagoan sehingga harus memalak orang yang lemah. Mudah mengajak orang berkelahi juga bukan hobi mereka.

Minuman keras dulu masih belum semahal sekarang. Itu karena alkohol belum ada cukai. Hanya bermodal kurang dari 15ribu, sebotol minuman sudah didapat. Harga ini sama seperti sejam kami menyewa studio musik.

“Ayo kita mabok dulu sebelum main,” Rapsan mengajak yang lain. Hanya Danu yang mengiyakan. Aku cuma bisa terdiam. Mereka berdua yang akhirnya membeli. Terlihat keduanya sangat bersemangat ingin mencoba. Karena waktu kami bermain masih ada satu jam, cukup untuk mereka bersenang-senang.

Agar tak ketahuan pengelola musik, kami geser ke tempat yang lebih sepi. Studio ini ada di perumahan. Danu yang hapal dengan  daerah ini mengajak ke taman. Siang hari di perumahan ini sepi. Siapa juga yang anak kecilnya mau panas-panasan di jalan. Aku menunggu di sana ketika Rapsan dan Danu membeli minuman. Aku menunggu tidak begitu lama. Hanya 15 menit dari mereka bergerak. Danu memang tahu segalanya.

Dari kejauhan aku melihat mereka berbicara sambil tertawa lepas. Pasti ada yang aneh dalam pikirku. Mereka girang sekali mencoba minuman jahat ini. Ternyata minuman ini tidak dalam botol. Agar tak terlihat mencolok, pedagang memasukkan ke dalam plastik. Sekilas memang seperti minuman bersoda berwarna hitam.

“Aduuh...Ikatannya kuat banget. Lu bisa ga Nu?” Danu mencoba ternyata tidak bisa juga. Mereka pun berharap padaku untuk membukanya. Ternyata memang keras ikatannya. Kugunakan mulut untuk mempermudah. Tanpa kusadari air sisa minuman itu masih ada di pinggir plastik dan aku merasakannya di lidah. Aku meludah agar tidak tertelan.

“Hahaahaaa...” Danu dan Rapsan tertawa. Ternyata mereka memang sengaja menyuruhku untuk membuka. Dugaan mereka aku akan membuka menggunakan mulut. Ternyata benar tebakan mereka. Itulah yang mereka bicarakan sambil tertawa saat di motor barusan. Mereka tahu aku tidak akan minum, makanya harus dikerjain. Sungguh iseng. Belum mabok saja sudah tertawa seperti orang gila mereka.

“Sial lu! Nih!” aku serahkan plastik yang sudah terlanjur terbuka. Danu bersiap menuangkan minuman ke gelas plastik. Rapsan memegang gelas agar tidak jatuh. Tangan Danu ternyata gemetar saat menuangkan anggur. “Goblok! Nuang saja gemetaran,” kata Rapsan. Kami  semua tertawa. Ternyata ada saja kelakuan tolol orang yang ingin mabok.

Satu jam berlalu sambil tertawa dan minum. Rapsan dan Danu belum terlihat pusing. “Kaga ada rasa-rasanya mabok ini gua. Apa karena gua terlalu kuat ya?” Rapsan sombong.

“Lu kan minum dikit doang. Gimana mau mabok. Gua yang minum lebih banyak saja ga ngerasa pusing,” Danu ga mau kalah.

“Lu berdua norak. Minuman murah mana bisa bikin mabok? Sudah gitu sebotol diminum berdua,” aku nimbrung. “Sudah mau mau mulai nih. Ayo ke studio.”

Waktu bermain mulai. Ternyata efek dari minum masih terasa bagi mereka berdua. Sambil nge-band kami tertawa-tawa. Seminggu ini aku diajarkan memainkan lagu Blink 182 dengan judul Adam Song. Sudah sebulan terakhir kami intens menyanyikan lagu dari Band favorit Rapsan dan Danu. Dua minggu lalu kami sudah hatam memainkan All The Small Things, I Miss You, dan The Rock Show.

Selama sebulan semua masih berjalan biasa saja. Hingga akhirnya Danu jarang kumpul karena memang kesibukan kami dengan tugas sekolah. Sebulan lebih kita jarang bermusik lagi. Tapi minum minuman keras masih sering. Rapsan dan Danu jadi ketagihan minum. Bukan hanya itu, mereka ngajak teman yang lain agar patungannya banyak.

Dua orang yang diajak adalah satu orang dari kelasku dan satunya teman kelas satu yang berbeda denganku dan Danu. Teman satu kelas denganku dan Rapsan namanya Asep Septiadi. Meski namanya seperti dari suku Sunda, keluarganya berasal dari Jawa Timur. Yang satunya Riski Sofian. Riski memang tidak bisa bermain musik, tapi kesukaannya dengan lagu metal jangan ditanya.

Kali ini Riski menawarkan diri untuk menjadi tuan rumah. Ternyata tawarannya tidak cuma-cuma. “Lu harus ikut minum jef,” kata si tuan rumah. Apa? Kenapa harus melibatkan aku? Jebakannya kali ini bukan secara sembunyi lagi.

Bersambung.....
Previous
Next Post »
0 Komentar