Bacaan sebelumnya klik di sini
Awal kami di kelas dua masih berjalan biasa saja
sebenarnya. Kami masih suka bermain musik bersama. Kini bukan hanya bermusik
lagi, kedua sejoli ini sudah mulai belajar nakal. Rapsan ingin sekali mencoba
minuman keras sebelum latihan. Ternyata Danu juga demikian. Lalu aku? Mau tidak
mau harus ikut dalam pusaran mereka.
Rapsan dan Danu memang anak yang nakal. Mereka ini
benar-benar klop dalam segala hal. Tapi kelakuan mereka tidak sejahat
teman-teman yang lain. Aku katakan demikian karena mereka tidak sok-sok
bertingkah seorang jagoan sehingga harus memalak orang yang lemah. Mudah mengajak
orang berkelahi juga bukan hobi mereka.
Minuman keras dulu masih belum semahal sekarang. Itu karena
alkohol belum ada cukai. Hanya bermodal kurang dari 15ribu, sebotol minuman sudah
didapat. Harga ini sama seperti sejam kami menyewa studio musik.
“Ayo kita mabok dulu sebelum main,” Rapsan mengajak yang
lain. Hanya Danu yang mengiyakan. Aku cuma bisa terdiam. Mereka berdua yang
akhirnya membeli. Terlihat keduanya sangat bersemangat ingin mencoba. Karena waktu
kami bermain masih ada satu jam, cukup untuk mereka bersenang-senang.
Agar tak ketahuan pengelola musik, kami geser ke tempat
yang lebih sepi. Studio ini ada di perumahan. Danu yang hapal dengan daerah ini mengajak ke taman. Siang hari di
perumahan ini sepi. Siapa juga yang anak kecilnya mau panas-panasan di jalan. Aku
menunggu di sana ketika Rapsan dan Danu membeli minuman. Aku menunggu tidak
begitu lama. Hanya 15 menit dari mereka bergerak. Danu memang tahu segalanya.
Dari kejauhan aku melihat mereka berbicara sambil tertawa
lepas. Pasti ada yang aneh dalam pikirku. Mereka girang sekali mencoba minuman
jahat ini. Ternyata minuman ini tidak dalam botol. Agar tak terlihat mencolok,
pedagang memasukkan ke dalam plastik. Sekilas memang seperti minuman bersoda
berwarna hitam.
“Aduuh...Ikatannya kuat banget. Lu bisa ga Nu?” Danu
mencoba ternyata tidak bisa juga. Mereka pun berharap padaku untuk membukanya. Ternyata
memang keras ikatannya. Kugunakan mulut untuk mempermudah. Tanpa kusadari air sisa
minuman itu masih ada di pinggir plastik dan aku merasakannya di lidah. Aku meludah
agar tidak tertelan.
“Hahaahaaa...” Danu dan Rapsan tertawa. Ternyata mereka
memang sengaja menyuruhku untuk membuka. Dugaan mereka aku akan membuka
menggunakan mulut. Ternyata benar tebakan mereka. Itulah yang mereka bicarakan
sambil tertawa saat di motor barusan. Mereka tahu aku tidak akan minum, makanya
harus dikerjain. Sungguh iseng. Belum mabok saja sudah tertawa seperti orang
gila mereka.
“Sial lu! Nih!” aku serahkan plastik yang sudah terlanjur
terbuka. Danu bersiap menuangkan minuman ke gelas plastik. Rapsan memegang
gelas agar tidak jatuh. Tangan Danu ternyata gemetar saat menuangkan anggur. “Goblok!
Nuang saja gemetaran,” kata Rapsan. Kami
semua tertawa. Ternyata ada saja kelakuan tolol orang yang ingin mabok.
Satu jam berlalu sambil tertawa dan minum. Rapsan dan
Danu belum terlihat pusing. “Kaga ada rasa-rasanya mabok ini gua. Apa karena
gua terlalu kuat ya?” Rapsan sombong.
“Lu kan minum dikit doang. Gimana mau mabok. Gua yang
minum lebih banyak saja ga ngerasa pusing,” Danu ga mau kalah.
“Lu berdua norak. Minuman murah mana bisa bikin mabok? Sudah
gitu sebotol diminum berdua,” aku nimbrung. “Sudah mau mau mulai nih. Ayo ke
studio.”
Waktu bermain mulai. Ternyata efek dari minum masih
terasa bagi mereka berdua. Sambil nge-band kami tertawa-tawa. Seminggu ini aku
diajarkan memainkan lagu Blink 182 dengan judul Adam Song. Sudah sebulan
terakhir kami intens menyanyikan lagu dari Band favorit Rapsan dan Danu. Dua minggu
lalu kami sudah hatam memainkan All The Small Things, I Miss You, dan The Rock
Show.
Selama sebulan semua masih berjalan biasa saja. Hingga akhirnya
Danu jarang kumpul karena memang kesibukan kami dengan tugas sekolah. Sebulan
lebih kita jarang bermusik lagi. Tapi minum minuman keras masih sering. Rapsan dan
Danu jadi ketagihan minum. Bukan hanya itu, mereka ngajak teman yang lain agar
patungannya banyak.
Dua orang yang diajak adalah satu orang dari kelasku dan
satunya teman kelas satu yang berbeda denganku dan Danu. Teman satu kelas
denganku dan Rapsan namanya Asep Septiadi. Meski namanya seperti dari suku
Sunda, keluarganya berasal dari Jawa Timur. Yang satunya Riski Sofian. Riski memang
tidak bisa bermain musik, tapi kesukaannya dengan lagu metal jangan ditanya.
Kali ini Riski menawarkan diri untuk menjadi tuan rumah. Ternyata
tawarannya tidak cuma-cuma. “Lu harus ikut minum jef,” kata si tuan rumah. Apa?
Kenapa harus melibatkan aku? Jebakannya kali ini bukan secara sembunyi lagi.
Bersambung.....
0 Komentar