Gunung Fuji Tunggu Aku!

Telepon genggamku terus berbunyi. Isinya dari para redaktur yang sedang membahas usulan tema berita. Di akhir pekan, awak redaksi sudah mulai sibuk mengusulkan tema yang dijadikan bahan berita untuk satu minggu ke depan melalui grup BBM. Wakil Pemimpin Redaksi selalu mengatakan "Ok" kalau tema itu menarik.

Tiba saatnya redakturku mengusulkan tema. Saat itu dia mengajukan masalah ISIS. Di pertengahan tahun lalu peristiwa itu menjadi sangat menarik karena organisasi yang ada di Irak dan Suriah ini sudah merambah ke Indonesia. 

Editor yang mempunyai sumber di bidang pertahanan ikut nimbrung di percakapan dan mengatakan bahwa dia memiliki "orang" yang bisa dijadikan informan di sana. Katanya beberapa pendukung yang bisa berbahasa Indonesia karena mereka memang dikirim khusus dari Indonesia. Kalau kantor mau mengeluarkan uang lebih, dia siap mengirim reporternya. 

Beberapa menit kemudian BBM-ku bunyi lagi. Kali ini bukan dari grup, melainkan secara personal. Editorku yang mengusulkan tema barusan menanyakan sesuatu padaku. "Lu punya paspor? Kalau belum segera buat. Kalau ada waktu lengang langsung ke kantor imigrasi. Ga sampai 400ribu kok," katanya. 

"Iya Mas. Memang buat apa?"

"Nanti kalau lu dikirim ke luar negeri bisa siap. Siapa tahu saja lu dikirim ke Suriah buat liputan." Aku tak tahu harus berekspresi apa saat itu. Keinginan untuk ke luar negeri memang sudah kudambakan dari dulu. Keuntungan menjadi wartawan itu ya bisa ke daerah baru nan jauh secara gratis. 

Sekilas aku tersenyum membacanya, tapi kenapa harus dikirim ke negara konflik? Tak apalah pikirku. Toh ini bisa jadi tantangan terbaru. Lagian ini masih belum pasti juga. Masih sekadar wacana dan aku yakin tidak akan terlaksana‎. 

Setelah itu memang sudah kuputuskan untuk membuat paspor. Tapi menjadi seorang pemburu berita sangat sulit untuk memiliki waktu mengurusi ini. Hingga akhirnya pikiran membuat paspor hanya ada dalam wacana. 

Beberapa bulan kemudian aku bertemu dengan editor secara langsung. Meski kami satu divisi, aku sangat jarang bertemu dengannya. Kami hanya komunikasi via telepon. Dan ini pertama kali pula aku berjumpa di luar kantor. 

Dia menyinggung lagi apa aku sudah membuat paspor. Kembali kujawab belum. Dan lagi-lagi dia menyarankanku untuk membuat itu. "Siapa tahu saja besok lu dikirim ke luar negeri," katanya meyakinkan. 

Keinginan untuk mengurus kembali muncul. Tapi tetap saja masih agak enggan karena tugas liputan menumpuk. Beberapa bulan setelah itu tidak terjadi "keajaiban" apa-apa. Dugaan editor pun masih tetap dugaan. 

Hingga akhirnya sebulan yang lalu kumantabkan diri untuk mengurus paspor. "Jumat besok harus bisa," kataku dalam hati. Hari Jumat adalah waktu di mana aku telah menyelesaikan semua tugas. Benar saja. Redaktur tiba-tiba mengirim pesan lewat BBM. "Kamu punya paspor?"

"Belum Mas. Rencananya Jumat aku mau buat. Soalnya dari kemarin belum ada waktu."

Hingga akhirnya waktu itu tiba. Aku mencari tahu prosedur pembuatan paspor‎ di internet. Ternyata ada cara yang lebih mudah yaitu melalui online. Prosedur pun aku lalui. Setelah melakukan pembayaran ternyata harus membuat jadwal tanggal pengecekan berkas. Waktu yang aku dapatkan dua minggu kemudian. Lama juga!

Di hari pengecekan aku datang ke kantor imigrasi. Prosesnya sudah aku tulis sebelumnya (Kalau mau baca proses pembuatan paspor, bisa klik di sini). Secara pribadi aku sungguh dibuat kesal oleh petugas. Berkasku baru bisa diterima setelah datang yang ketiga kalinya. 

Akhirnya setelah bercucuran keringat, bersimpah darah, menahan kesal (dua yang sebelumnya agak dilebihkan) aku mendapatkan paspor juga. Oh iya bagi yang kurang puas dengan pelayanan petugas imigrasi bisa telepon atau kirim email yang telah disediakan.

Aku melakukan itu saat merasa terzolimi oleh petugas. Dan saat melakukan pengecekan, petugas itu langsung berkata tanpa basa-basi. "Saya sudah baca email Anda." Aku mengiyakan dan memberikan alasan. Tapi tak ada wajah kesal darinya dengan surat elektronik itu. Namanya saran memang harus diterima walaupun pahit. 

Usahaku berhari-hari kelar juga. Sekarang tinggal menunggu penugasan untuk ke luar negeri. Aku berharap negara yang dituju adalah Jepang. 

Sejak kecil aku selalu menonton kartun dengan adengan menaiki kereta sambil memandang indahnya Gunung Fuji. Beberapa kartun Jepang selalu mengambil adegan itu. aku pun ingin melihat itu secara nyata‎.
Previous
Next Post »
0 Komentar