Bacaan sebelumnya klik di sini
Aku melihat teman lain. Semua berharap padaku. Aku lihat Rapsan seperti tidak kuat menahan tawa. Aku tahu sekali ini kerjaannya dan yang lain. Tawaran ini pasti jebakan jebakan. Sepertinya aku harus menolak sarat yang diajukan Riski.
Aku melihat teman lain. Semua berharap padaku. Aku lihat Rapsan seperti tidak kuat menahan tawa. Aku tahu sekali ini kerjaannya dan yang lain. Tawaran ini pasti jebakan jebakan. Sepertinya aku harus menolak sarat yang diajukan Riski.
“Yaudah jadi!” Aku berubah pikiran untuk menyanggupi
permintaan Riski. Benar-benar temanku ini pada senang mengajak yang lain melakukan
kesesatan. Tapi buatku tidak apa. Mencoba sekali seumur hidup kan tidak
masalah. Hidup cuma sekali. Sayang sekali kalau hanya digunakan yang lurus saja.
Belok sedikit kan biar seru perjalanannya.
Sebagai tuan rumah Riski mengoordinir untuk mengumpulkan
uang membeli minuman jahat. “Kita beli Intisari sama Anggur Merah saja ya?”
tanyanya meminta persetujuan yang lain. Seperti biasa aku hanya mengangguk
karena tidak begitu paham mengenai jenis minuman. Semua mengangguk tanda
setuju.
“Mau dioplos ga biar ada rasanya?” Riski kembali
bertanya. Asep yang sudah berpengalaman minum menolak saran ini. “Anggur Merah
itu sudah ada rasanya. Kalau lu pernah makan permen karet, kaya gitu rasanya.” Wah
jago juga Asep dalam hal seperti ini.
Danu dan Rapsan mengikuti jejakku terdiam dalam
perbincangan itu. Aku rasa sebentar lagi mereka berdua juga paham rasa dan
berbagai jenis minuman. Kalau hal seperti ini mereka berdua itu tidak ada yang
bisa mengalahkan.
Pulang sekolah kami langsung bergegas ke rumah Riski. “Kalian
langsung ke rumah gua saja ya,” seru Riski. Kami semua berbagi tugas melakukan
tindakan nakal ini. Danu menjadi pemimpin ke rumahnya diikuti aku lalu Rapsan
yang seperti biasa duduk manis di belakangku. Danu hapal sekali rumah Riski. Itu
karena mereka merupakan teman satu sekolah saat SMP. Riski minta ditemani Asep
membeli minuman.
Rumah Riski lumayan jauh juga dari sekolah. Tapi masih
lebih jauh rumahku. Aku mengecek jam di telepon genggam, hanya memerlukan waktu
15 menit mengendarai motor santai dari sekolah ke rumah Riski. Ini pertama kali
aku ke sini. Tidak lama kami tiba, Riski muncul dari kejauhan. “Cepet bener lu,”
tanyaku. “Asep bawa motornya gila. Dia juga nomor satu dah buat cari tempat
untuk beli minuman. Gua beli bukan di tempat biasa yang jauh dari rumah. Ternyata
dekat sini juga ada.”
Riski berbicara dengan volume yang biasa. Hal yang
seperti ini kan tidak perlu menggunakan suara normal. Rumah dia sepi ternyata. Makanya
Riski berani terang-terangan. Ibu-bapaknya adalah seorang pekerja. Dia punya
kakak yang masih kuliah. Saudara kembarnya pun belum sampai rumah. Mungkin sedang
main pula ke rumah temannya seperti yang kami sedang lakukan.
Pikiran jahatku adik Riski juga sedang pesta minuman
seperti kami. Aku hanya tersenyum sendiri membayangkan itu. jangan-jangan
mereka berdua sering minum bersama kalau sedang bosan. Aku seperti orang gila
tertawa sendiri
Asep berlagak seperti pelayan bar yang menyediakan
minuman pada pelanggannya. Muniman yang terbungkus plastik bening dia tarik
pinggir ujungnya agar panjang seperti belalai gajah. Ujungnya Asep gigit untuk
keluar air. Danu dan Rapsan menyimak betul cara menyajikan minuman yang
dilakukan Asep.
“First drinking buat jefri,” kata Asep diikuti riuh dan
tepuk tangan yang lain. Sial! Mereka sangat senang melihatku melakukan tindakan
kejahatan. Langsung kuambil gelas plastik bekas air mineral itu dan kuminum
dalam dua teguk. Yang lain ketawa. “Lu haus? Mau minum lagi?” tanya Riski. “Gantian
lah. Enak saja gua yang dicekokin!”
Semua minum bergantian. Karena hanya dapat dua botol,
masing-masing dapat dua sampai empat gelas.
Aku hanya minum dua gelas karena hanya ingin mencicipi. Itu sarat yang
kuberikan juga pada yang lain kalau aku harus minum.
Setelah itu kami tertawa-tawa di atas genteng. Cuaca ketika
itu juga sedang mendukung karena terik surya dihadang awan putih. Langit pun memberikan
fasilitasnya atas kenakalan kami. Saat yang lain sedang asik dengan dunianya, kulihat
Asep sedang berusaha meraih jambu tetangga sebelah dari atas. Rapsan yang melihat,
langsung berjalan perlahan menghampiri Asep.
Rapsan terus melangkah dan tiba-tiba terdengan suara. “Praakk!!”
Lalu membuat kami semua tertuju pada suara itu.
Bersambung....
0 Komentar