Kisah-Kasih di Sekolah (Bagian 27)


Bacaan sebelumnya klik di sini 


Rapsan memecahkan genteng yang sudah lapuk. "Waaahhh. Lu kalau mabuk jangan rusuh dong!" Asep langsung menegur.

"Yah namanya juga ngga sengaja. Gua juga nginjeknya hati-hati kok. Memang gentengnya saja yang sudah lemah," kilah Rapsan.

"Terus mau diapain nih?" tanyaku sambil meminta buah yang diambil Asep. Buahnya lumayan manis. Riski langsung turun ke bawah rumah. Kami menakut-nakuti Rapsan. Dia masih saja terus berkilah. Untuk hal seperti ini kami memang paling senang.

Beberapa menit kemudian Riski muncul dengan membawa lakban hitam. Genteng yang patah itu lalu ditambal. Kami semua hanya bisa melihat. Acara senang-senang pun berakhir dengan genteng pecah.

Mulai dari situ kedekatanku dengan Asep mulai terbangun. Aku yang awalnya duduk sendiri di belakang kini berdua dengannya. Dia pindah karena tidak betah duduk tepat di depan guru. Hal yang membuatnya tidak suka adalah diam mendengarkan penejelasan. Selain itu dia juga suka memerhatikan teman yang sedang fokus mendengar guru.
Terkadang Asep suka ketawa sendiri melihat reaksi teman di kelas yang bisa dikatakan di luar kendali. Contohnya saja dia suka tertawa ketika melihat Dimas yang suka mangap ketika mendengar penjelasan guru.

Ada lagi Rapsan yang terkadang di luar kendali dia berlagak seperti perempuan. Ketika fokus, dia duduk dengan dadanya yang membusung ke depan dan tangannya bertopang di dagu. Aku juga larut terbawa suasana dengan Asep menertawai kelakuan yang lain. Ternyata memang terkadang manusia suka melakukan perbuatan di luar sadar.  Itu yang kupelajari di pelajaran psikologi.
Asep merupakan orang yang bisa membuat suasana kelas menjadi ramai. Ada saja tingkah lakunya terhadap guru yang membuat teman seluruh kelas tertawa. Kalau tidak ada dirinya, kelas sepi sekali. Tidak ada yang berisik melakukan hal aneh.

Suatu hari dia ijin sakit karena habis dipukuli orang dekat rumahnya. Suasana kelas sangat tenang apalagi ketika mengerjakan tugas dari guru. Tiga hari kemudian Asep masuk lagi. Suasana kelas seketika gaduk melihat matanya hitam. Dia tidak memedulikan suara riuh dan berjalan santai. Gaya sok kerennya itu sungguh membuatku kesal. Kesal ingin meledeknya.

“Matalu kenapa?” tanyaku yang tertawa makin keras. Dari dekat wajahnya makin jelek. Dia menceritakan semuanya. Di akhir pekan saat dia kumpul dengan teman lainnya di studio dekat rumahnya, ada seseorang yang meminta uang. Asep sudah berkata dengan baik hanya punya uang Rp 1.000. Entah kesal dikasih kurang banyak, dia langsung memukul tepat di mata Asep.

Kegaduhan terjadi. Pemalak itu ternyata sedang mabuk. Hampir saja dia dihajar massa. Asep tidak sempat membalas bogem mentah dari orang itu karena terlanjur pusing. Saat sadar, orang itu sudah pergi. Asep menceritakan ini dengan seru. Suasana kelas menjadi ramai dengan kehadirannya.

Meski nakal dia bukan anak yang begitu bodoh. Kedua orang tuanya adalah guru di sebuah SMA Negeri Jakarta. Beberapa guru juga sempat menyindirnya kenapa anak guru bisa senakal dia. Ada pula guru yang memaklumi kenakalan itu karena anak seumuran kami sedang proses menuju kedewasaan.

Asep juga aktif bertanya pada guru. Ya walaupun terkadang pertanyaannya agak ngaco dan aneh bagi kami tapi tetap diladeni guru dengan jawaban serius. Jawaban itu menambah pengetahuan kami. Akan tetapi ada pula yang menjawab dengan sembarang yang malah membuat Asep dijadikan bahan tertawaan.
Dan setelah kejadian mabuk bersama itu memang aku jadi jarang nge-band. Entah itu karena memang fokus belajar di kelas dua atau sudah tidak bersemangat lagi bermusik. Seakan-akan impian kami sudah lenyap begitu saja. Bagaimana mau menjadi band yang besar kalau masalah kecil seperti ini saja tidak bisa ditangani?

Rapsan juga sudah memiliki band baru. Band yang sebenarnya diajak oleh teman satu kawasan di rumahnya. Bisa dikatakan Rapsan bergabung dengan band yang sudah terbentuk oleh temannya yang satu sekolah. Iseng kutanya, teman rumahnya ini ternyata satu sekolah sama Vini. Aku tidak begitu kenal baik dengan teman band ini tapi hanya mendengar beberapa cerita saja dari Rapsan.

Band itu sudah memiliki nama dengan sebutan Cancel. Aku tidak begitu mau tanya lebih dalam kenapa namanya itu. Yang kutahu, Rapsan adalah tipe pria yang suka membuat sesuatu dengan nama bahasa Inggris. Band kami dulu pun seperti itu.

Tiba pada suatu hari Rapsan datang ke sekolah dengan senyum-senyum. Tidak biasanya dia seperti ini. Dia masuk sambil menggantungkan earphone di telinganya. Sambil mengangguk-angguk dia duduk. "Kenapa lu?" tanyaku. "Gua abis rekaman lagu baru."

Bersambung....


Previous
Next Post »
0 Komentar