Selepas bekerja aku melihat
ayah yang sedang melihat kalender di ruang tamu. Dia terlihat fokus
memerhatikan tanggal. Melihatku pulang, dia langsung bertanya, "Abang awal
Juni bisa ijin libur ga?" Wah ada apa ini? Baru awal bulan April tapi ayah
sudah menanyakan jadwal dua bulan ke depan.
"Kayanya bisa ijin
cuti. Kenapa Yah?"
"Mas Gatot tanggal 6
Juni nikah. Kita berangkat dari jakarta tanggal 5."
Ayah memang sudah terbiasa
menanyakan sesuatu dari jauh hari. Sejak kuliah dulu, aku adalah orang yang sibuk.
Bahkan kesibukanku melebihi orang yang sudah memiliki pekerjaan. Sibuk di
organisasi kampus membuatku seperti ini. Mau diapakan lagi, namanya sudah suka
dengan sesuatu apapun pasti dilakukan meski harus banyak yang
dikorbankan.
Pernah ayah mengajak kami
jalan-jalan keluar. Tapi aku tidak bisa ikut karena harus mengikuti kegiatan di
kampus. Acara itu pun gagal. Pun terjadi saat kami semua sedang libur di akhir
pekan. Ayah mengajak kami untuk makan malam di luar, tapi lagi-lagi aku
menghancurkan kumpul bersama.
Adikku juga sama. Walaupun
dia bukan orang yang aktif di organisasi, kegiatan di luarnya cukup padat.
Meski tidak sesibuk diriku, ada saja kegiatannya untuk pergi ke luar. Entah itu
pergi bersama teman-temannya atau pacar. Sejak saat itu ayah belajar dari
pengalaman untuk menanyakan sesuatu dari jauh hari pada kedua anaknya.
Dua minggu sebelum
keberangkatan aku ijin sama redaktur untuk cuti. Pada atasannya, wakil pemimpin
redaksi aku sudah menanyakan ini dan juga bagaimana prosedur pengambilan cuti.
Dia sempat bertanya apakah aku sudah setahun bekerja. Kujawab iya. Dia
mengijinkan dengan sarat redakturku mengijinkan. "Supaya nanti liputan
ngga ada yang terganggu," katanya. Redaktur pun mengijinkanku libur.
Mas Gatot adalah anak
ketiga dari anak nenek yang pertama. Bingung ya? Jadi begini, nenek punya anak
pertama. Anak pertama ini menikah dan menghasilkan tiga orang anak. Nah, Mas
Gatot adalah anak ketiga.
Nama lengkapnya Gatot
Wibowo. Aku kurang tahu usianya, sepertinya beda 10 tahun dariku. Tebakanku
bukan tanpa alasan. Mama pernah cerita ketika aku kecil, Mas Gatot pernah ke
Jakarta untuk melihatku. Mama bilang waktu itu dia masih SMA.
Beda dengannya, aku pertama
kali ke kampung ayah yang juga merupakan tempat tinggalnya saat berusia 10
tahun. Karena anak nenek cuma dua orang yang di Jakarta, kedatanganku dengan
yang lain sangat spesial. Aku benar-benar diperlakukan berbeda oleh keluarga
ayah.
Aku dimanja layaknya anak
raja. Semua keinginanku dikabulkan. Minta ke manapun dianterin. Nah untuk
merealisasikan ini, Mas Gatot adalah orang yang sering ditunjuk. Bahkan dia
sampai tidak bekerja hanya untuk memuaskan keinginanku.
Semua keluarga ayah sangat
sayang aku. Bukan hanya padaku, tapi pada keluarga yang lain juga. Sepertinya nenek
mengajarkan agar anaknya sayang pada seluruh keluarga.
Hingga akhirnya tiba pada
acara pernikahan Mas Gatot. Prosesinya tidak terlalu mewah. Pelaksanaan sumpah
janji berlangsung di rumah pengantin wanita. Hanya ditutupi tenda dan bermodal
meja serta kursi plastik. Acara berlangsung kurang dari 30 menit.
Kami memang bukan keluarga
yang mampu. Meski nenek tinggal di tengah kota, hidupnya cukup pas-pasan. Dan
itu menurun hingga anak cucu. Meski hidup dengan
keadaan yang serba cukup, tidak membuat mereka pasrah pada kejamnya dunia. Itu
pula yang membuatku untuk tidak tamak pada segala tentang dunia.
Tiba saat mengucap sumpah. Kami datang terlambat karena
perjalanan cukup jauh. Tidak terlalu telat sih, tapi adat pernikahan di
Semarang, pengantin pria seharusnya datang sebelum acara berlangsung. Meski
begitu, acara tetap berjalan dengan lancar.
Sempat Mas Gatot sedikit
terbata ketika mengijap kabul. Mungkin grogi. Aku melihat ada yang tersenyum
mendengarnya. Badanku sedikit tegang takut Mas Gatot harus mengulangnya lagi.
Penguhulu bertanya pada semua yang hadir. "Sah!!!" kata mereka
kompak.
Aku melihat Mas gatot harus mengusap mata saat prosesi
memberikan besek ke kakak kedua tapi tidak ke kakak yang pertama. Kakaknya, Mas
Edi belum menikah hingga saat ini. Aku tidak tahu kenapa seperti itu. pernah
kudengar di adat Jawa seorang adik tidak boleh melangkahi kakaknya menikah. Yang
ditakutkan kakak yang didahului ini tidak mendapat jodoh.
Entah benar atau tidak, dadaku tiba-tiba terisak. Aku berharap
itu hanya mitos yang tidak terbukti kebenarannya. Semoga saja dengan ini Mas
Edi juga segera mendapat pasangan sehidup semati. Selamat menempuh hidup baru
Mas Gatot. Meski sudah menikah, tetap selalu memanjakanku setiap aku ke sana.
Mas Gatot bersiap ijab kabul |
0 Komentar