“Lu
yakin?” Tanya Rapsan. Aku hanya mengernyitkan alis. Ucapanku sudah
diwakili Rapsan. Entah apa yang ada dipikiran Danu sampai punya niat
untuk memacari adik dari personil band d'vast. Motivasinya sudah
menghalalkan segala cara. Aku tidak menyangka Danu akan melakukan
seperti ini. Tapi aku tidak yakin dia bisa melakukan misi itu.
“Memang
ada masalah?” Danu membalas.
“Lu
sama cewe yang disuka saja ngga berani ngobrol. Apalagi buat misi
yang lebih gede kaya gini,” Rapsan meyakinkan Danu.
“Aaahhh
itu gampang. Gua bukan Danu yang dulu. Lu liat saja.”
“Kapan
terakhir kali lu deket sama cewe? Selama gua kenal lu, lu ngga pernah
deketin cewe. Teman-teman gua itu pecundang semua. Gede mulut doang!”
“Lu
jangan banyak cing-cong. Ngaca coba. Lu juga ngga berani ngobrol sama
Citra.”
“Tapi
kan gua ngga punya niat jelek kaya lu.”
“Kalau
deketin adik d'vast memang jelek? Dia kan teman SMP gua juga.”
“Itu
sebelum tahu kalau dia adik artis. Sekarang sudah beda.”
Aku tidak
tahu harus dukung yang mana. Suasana makin runyam. Keadaan seperti
ini sebenarnya sudah sering terjadi di mana Danu dan Rapsan beradu
mulut. Akan tetapi ini beda. Ini sudah mulai membicarakan masalah
perasaan. Apalagi harus melibatkan orang yang sebenarnya tidak tahu
apa-apa.
Aku
melihat sebenarnya kami salah juga. Kami belum mendengar penjelasan
lebih dalam. Bisa saja memang mereka dulu pernah saling suka. Dan
ternyata memang benar. Setelah perdebatan panjang, Danu
menceritakannya. Adik drummer d'vast ini pernah menaruh hati pada
Danu. Aku menyebutnya cinta monyet.
Mereka
hanya pernah satu kelas di tahun pertama. Setelah naik kelas, mereka
tidak pernah satu kelas. Di kelas satu itu pula mereka diledek
teman-temannya. Ini berawal dari teman mereka yang ember ke seisi
kelas bahwa wanita itu suka dengan Danu. Christie, nama adik drummer
ini dari pertama masuk sudah menjadi bahan ejekan. Kulitnya yang
terbilang cukup cokelat pekat itulah yang makin membuatnya terus
dihujat.
Tapi
sekarang sudah berbeda. Saat ditunjukkan foto Christie oleh salah
satu teman Danu, dia sudah berubah. Kulitnya masih cokelat tapi tidak
pekat. Sekarang Christie sudah pandai merawat tubuh. Badannya pun
menurut pengakuan Danu sudah berisi. "Montok lah pokoknya,"
kata Danu.
Tetap
saja aku ragu dengan apa yang akan dilakukan Danu. Dua bulan lalu
setelah libur puasa dia mengajak kami ketemuan sama perempuan.
Perempuan ini masih SMP kelas dua. Itu berarti beda tiga tahun sama
kami.
"Gua
dapat nomor ini cewe dari teman rumah. Gua belum pernah ketemu juga
sih, tapi katanya ada yang cakep. Lumayan buat senang-senang."
"Siapa
saja yang mau ke sana?" Tanyaku.
"Ya
kaya biasa saja." Danu mengajak teman-teman di kelas satu dulu.
Hitung-hitung kami kumpul lagi.
Selagi
persiapan berangkat Danu bercerita awal mula kedekatan mereka. Waktu
itu memang lagi jamannya minta nomor wanita ke teman. Nah, karena
kebosanan Danu di bulan puasa lalu, dia minta ke temannya untuk
dikenalkan oleh wanita. Transaksi pertukaran pelajar pun dimulai. 'Lu
kasih, gua beri.' Itu prinsip pertukaran nomor pelajar.
Ternyata
dari satu nomor wanita ini, Danu dikenalkan oleh teman wanita ini.
Danu bilang namanya Winda. Saat sedang asik mengirim pesan, ternyata
teman Winda yang ketika itu membalas. Winda minta maaf karena yang
balas pesan itu barusan bukan dia.
Danu
memaklumi. Tapi kesempatan itu tidak dia lewatkan. "Itu teman
rumah?" kata Danu di pesan singkat.
"Bukan.
Ini teman sekolah. Dia lagi menginap di sini." Dari situ Danu
meminta dikenalkan dengan teman Winda. Dia pun dapat dua wanita dalam
sekali kenalan.
"Sudah
kumpul semua kan? Ayo kita jalan." kata Danu.
Bersambung.........
0 Komentar