Kisah-Kasih di Sekolah (Bagian 37)

Bacaan sebelumnya klik di sini


Setelah melempar barang-barang yang tidak terpakai, satu sekolah dengan serempak tanpa diikuti aba-aba berteriak. Aku tidak tahu mereka meneriaki siapa. Apakah karena listrik yang selalu mati, para pelempar barang bekas, atau Senyawa Bang yang tampil karena memberikan performa yang kurang baik?

Aku memang secara pribadi sangat tidak suka dengan Senyawa Band, terutama d'vast. Karena keberadaan band baru ini, kesenangan kami bermusik buyar. Danu menjadi sangat terobsesi dengan d'vast dan menjadi bebek yang selalu mengikuti barisan di depannya.

Meski sangat benci dengan band Danu tapi tidak pernah terpikir untuk menyabotase atau melakukan pelemparan yang bagiku begitu kejam. Tapi, saat melihat aksi pelemparan itu, rasa kesal dengan mereka terbalas. Riski dan yang lainnya pun terlihat senang. Mereka sambil tertawa juga mengatakan, “Mampus!”

Setelah itu pihak panitia benar-benar menjaga kesiapan panggung. Kali ini butuh waktu yang lama bagi mereka untuk kembali pada acara. Tia tidak muncul di panggung karena pengeras suara mati. Beberapa menit kemudian tim teknisi memberikan tanda bawa semua beres dan siap dilanjutkan. Tia mengecek suara berharap tidak ada gangguan lagi.

Tia juga meminta teman-teman sekolah tidak melakukan hal buruk seperti melempar barang bekas karena itu perbuatan yang tidak baik. “Kalau tidak suka cukup diam. Kita di sini mayoritas muslim dan agama kita mengajarkan demikian. Teman-teman pasti tahu kalimat berkatalah yang baik atau diam. Aku harap banget insiden tadi tidak terjadi lagi,” katanya.

Penampilan Danu berjalan lancar. Akan tetapi dia hanya membawa dua lagu. Lebih sedikit dari yang ditentukan. Semuanya lagunya adalah dari d'vast. Para penonton pada bernyanyi di saat reff. Meski banyak yang tidak suka dengan Senyawa Band, ada juga yang suka. Tapi aku tetap konsisten membenci d'vast.

Tak lama acara puncak tiba. Acara televisi yang datang ke sekolah segera dimulai. Kali ini yang datang adalah penyanyi solo hasil lomba nyanyi yang diselenggarakan televisi itu. Bisa dikatakan ini sebagai ajang promosi artis baru ini. Semua teman yang berada di lantai dua dan di tempat yang mereka suka jadi berkumpul di depan panggung.

Selain panitia acara mengarahkan agar pada di depan panggung supaya terlihat ramai, para siswa juga ingin melihat dari dekat artis yang akan tampil. Panitia juga menyuruh ada siswa yang di lantai dua seakan-akan terlihat mereka sedang menunggu jam belajar dimulai ketika terekam kamera nanti. Semua dibuat rapi sebelum acara dimulai.

Aku tetap di atas karena malas juga turun. Selain tidak begitu tertarik dengan penyanyinya, di bawah panas pula. Acara baru benar dimulai pukul 10.00. Aku kan tidak sedang pelajaran olahraga. Dari sini juga kelihatan. Teman-teman yang lain juga demikian.

Tiba-tiba Agnes menjadi gaduh. Dia meminta temannya yang lain untuk ikut turun juga agar bisa melihat lebih dekat. Desti hanya diam saja mengikuti suara terbanyak. Tadinya kedua temannya yang lain juga malas. Setelah dibujuk-bujuk, mereka akhirnya bersedia turun lebih dekat dengan panggung. Kali saja bisa masuk televisi.

Para lelaki juga mengikuti. Jelas saja karena Aldy dan Akbar sedang mendekati dua di antara adik kelas. Keduanya terus menempel. Aku tidak mau kalah. Kubuntuti juga Desti dari samping sambil jalan menuju panggung. Beberapa kali kuajak bicara meski dijawab seadanya. Akan tetapi itu tidak membuatku patah arang. Ini menjadi semakin tertantang.

Menuruni tangga, Rapsan melihat kami. Sebagai orang yang sangat ingin mendekati wanita, dia kaget melihat Riski dan yang lainnya bersama adik kelas. Yang paling membuat dia shok adalah ketika melihatku terus menempel dengan Desti. “Anjiiiirrrr,” katanya.

Para adik kelas langsung melihat ke arah sumber suara. Mereka tidak kenal dengan orang itu. Rapsan pun demikian. Dia bertanya-tanya sejak kapan aku bisa kenal dengan wanita yang berada di sebelahku. Aku juga awalnya demikian saat melihat Riski sudah akrab sekali dengan Desti dan yang lainnya. Riski menyapa Rapsan dengan santai. “Darimana saja lu?” tanyanya.

“Tadi ngerokok di luar. Bete soalnya. Itu Jefri sejak kapan bisa nempel gitu sama cewe? Sudah ngga homo lagi dia?”

Kurang ajar nih Rapsan. Aku belum setengah hari kenal dengan para wanita ini tapi sudah dijatuhkan olehnya. “Gua pura-pura saja. Habis kasian lihat lu ga berani dekatin cewe,” aku balas ledekannya. Agnes dan Aivani tertawa.

Bersambung....
Previous
Next Post »
0 Komentar