Kisah-Kasih di Sekolah (Bagian 38)

Bacaan sebelumnya klik di sini


Kami semua berada di tengah lapangan. Tapi karena pegal dan panas, aku akhirnya menyerah berdiri melihat dari dekat. Selain tidak tertarik dengan bintang tamu, bagiku acaranya membosankan. Penampilan Danu juga sudah selesai dan berjalan dengan lancar setelah itu. Aku kembali ke kelas dan menyambangi Rapsan.

Lagi-lagi dia masih penasaran dengan wanita yang aku pepet tadi. “Jef, tadi itu siapa? Baru kali ini gua lihat lu sama cewe satu sekolah,” Rapsan memberondongku dengan banyak pertanyaan berharap rasa penasarannya hilang.

“Adik kelas itu. Gua juga baru kenal barusan. Dikenalin sama Riski.”

“Terus kok lu bisa deket banget sama cewe yang tadi? She has big boobs,” wajah mesumnya kembali diperlihatkan. Dia mengatakan seperti itu sambil memainkan dadanya yang rata.

“Cabul lu.”

“Hantam lah. Dia kayanya mau tuh sama lu.”

“Sok tahu. Lu sama cewe saja ngga berani, mau kasih kesimpulan.”

“Ini insting seorang pria. Kalau gua jadi lu, sudah gua sikat. Nomor hape-nya ada ga?”

“Ngga.”

“Fix! Lu memang homo. Ngga doyan sama cewe.” Mulai mancing lagi nih Rapsan.

“Selow. Nanti juga dapat.”

Riski dengan yang lainnya masuk ke kelas. Dia bersama Michael dan Aldy memiliki pikiran yang sama dengan Rapsan agar segera mendekati Desty. “Tapi dia mantannya Lana,” kata Riski. Lana adalah anak IPS kelas sebelah. Dia juga bertetangga dengan Riski. Dalam hati aku bertanya, lalu kenapa memang kalau dia mantan teman?

Kan sudah tidak ada hubungan lagi dengannya. Kalau masih pacaran atau gebetannya baru jadi masalah. Lagipula aku tidak punya agenda atau niat untuk bergerak labih jauh mendekati Desty. Bukan wanita tipeku.

***

Kembali pada ajakan Rapsan yang akan ada acara musik. Aku tidak masalah dengan tawarannya. Tapi bagaimana dengan yang lain? Asep dan Ihsan diminta pendapat. Mereka setuju. Kami semua siap dengan agenda itu. Tidak ada masalah dengan waktu dua minggu. Itu sudah cukup untuk menentukan lagu yang akan dibawa.

Seperti yang sudah kuceritakan sebelumnya, kami teman sekelas menjadi sering bermain musik lagi meski tidak sesering dulu. Akan tetapi kebahagiaan untuk memainkan lagu yang disuka yakni rock n roll tidak luntur. Rapsan pun demikian. Bahkan dia juga menciptakan lagu meski band yang diajak oleh teman rumahnya juga punya obsesi melangkah lebih jauh.

Hari ini aku ada bimbingan belajar. Oleh karena itu aku meminta pada yang lain agar tidak terlalu lama latihannya. Latihannya sih tidak lama, tapi bincang-bincang santainya ini yang biasanya sampai lupa waktu. Kami lalu membicarakan lagu apa yang akan kami bawakan saat mentas nanti. Lagu baru yang sedang ngehits tahun ini adalah Netral dengan judul Pertempuran Hati. Rapsan mengusulkan lagu itu. Tidak ada sedikitpun keberatan oleh yang lain.

“Tapi yang lagu yang satunya bahasa Inggris ya,” pinta Asep. Dengan memainkan lagu dari band luar membuat kepercayaan diri ketiga temanku bertambah. Mereka lebih pede bermusik terlebih manggung dengan musik luar. Ketampanan pun bertambah dua kali lipat kata mereka.

“Mau bawa lagu apa?” aku tanya pada Asep. “Rufio yang judulnya In My Eyes saja bagaimana?” semua mengangguk dengan ide Asep. Kebetulan kami juga sering membawakan lagu itu setiap kali bermusik. Paling tinggal melancarkan saja sekalian memainkan lagu lain.

Kami latihan dekat rumah Asep. Seperti biasa kami singgah sebentar di rumahnya. Kali ini adiknya sudah pulang. Dia sedang bermain komputer. Asep menyuruhnya untuk membelikan rokok. Tak ada perlawanan darinya. Sepertinya memang adik Asep takut padanya.

Ihsan langsung mengecek meja makan. Kali ini lauk makanan ada banyak. Nasinya saja yang sedikit. “Gua masak nasi ya?” tanya Ihsan pada pemilik rumah. “Hantam!” kata Asep. Kebetulan dia juga lapar dan malas untuk menjamu. Di sini kami bisa melakukan sepuasnya. Bawa wanita pun tak masalah. Tempat yang sangat nyaman dijadikan kumpul.

“Nanti gua ga bisa lama-lama nongkrong ya soalnya mau les,” aku kembali meminta ijin pada yang lain agar mereka memaklumi dan tahu waktu. Sembari menunggu nasi matang, Asep menunjukkan koleksi lagunya yang mungkin bisa dijadikan rujukan baru untuk bermusik. Rapsan duduk di sebelahnya mencermati. Sedangkan aku rebahan di bangku tepat di belakang mereka.

“Sudah matang nih,” teriak Ihsan. Sedari tadi dia dapur saja tidak keluar. Ternyata dia mengolah bahan mentah yang ada di dapur. Ihsan memasak sayur untuk makan bareng. Tidak terlalu buruk masakannya. Makan ramai-ramai memang mengasikkan. Makanan biasa terasa lebih nikmat. Selesai makan, aku dan Rapsan yang mencuci piring.

Setelah persiapan beres termaksud mengisi perut, kami semua ke studio. Kami memainkan lagu yang akan ditampilkan beserta lagu ciptaan Rapsan khusus untuk band ini. Band dia dengan teman rumahnya sedang vakum. Buat lucu-lucuan, Rapsan menyebut band-nya sudah bubar. Kalau sudah kumpul lagi pasti mereka nge-band bareng lagi.

Sebenarnya aku tidak tahu liriknya seperti apa. Lagu ciptaannya ini berbahasa Inggris. Rapsan pernah menunjukkan coretan lagu itu padaku tapi tidak kucermati jelas setiap bait kata. Hanya saja kunci gitar ini mirip sekal dengan lagu Netral yang judulnya Pertempuran Hati. Mirip tapi tidak sama. Musik memang seperti itu, tidak ada yang berubah sedari dulu. Yang ada hanya sedikit modifikasi.

Bersambung....

Previous
Next Post »
0 Komentar