Kisah-kasih di Sekolah (Bagian 76)



“Iya Jefri lagi dekat sama seorang wanita.” Itu yang aku kirim padanya. Keesokan paginya Mega bertanya, “Sudah berapa lama sama dia?”

“Baru dua bulan ini.” Sepertinya Mega tidak tahu bahwa wanita yang aku maksud adalah dia. Lagi-lagi aku melakukan seperti halnya Ftv. Berharap dalam waktu dekat Mega tahu apa yang sedang aku rasakan lalu dia menunggu aku mengungkapkan perasaan padanya. Aku seakan lupa pada kejadian Vini. Sungguh bodoh!

Sejak aku jawab seperti itu intensitas kami berkirim kabar semakin berkurang. Bahkan keesokan harinya tidak ada satupun pesan dari Mega. Tidak ada yang bisa aku kirim pesan di saat hari libur lebaran ini. padahal masih ada tiga hari menuju hari pertama halal bi halal. Yang aku lakukan adalah bermain play station bersama teman rumah.

***

Akhirnya masuk sekolah tiba. Tenyata libur lama itu tidak enak juga. Kangen belajar, kangen bolos jam pelajaran, kangen ke kantin dengan alasan mau ke kamar mandi, dan kenakalan lainnya. Yang aku pikirkan saat masuk sekolah adalah teman-teman. Telepon genggam aku masukkan dalam-dalam di kantong.

Ternyata bukan hanya aku saja yang ingin segera sekolah. Siswa lainnya juga demikian. Biasanya jam setengah tujuh masih sepi dan tenang. Hari ini parkiran sekolah sudah penuh. Banyak siswa yang berdiri di depan kelas sambil mengobrol dan tertawa pada temannya. Mereka berbagi cerita pada semua.

Rapsan saja yang biasanya selalu telat sudah datang lebih dahulu dari aku. Dia sudah tertawa dan menggoda wanita-wanita satu kelas. Tak lama Dara muncul di depan pintu. Dia tidak berani masuk. Hanya melongok mencari pria yang dicari. “Rapsan…. tuh pacar lu datang,” kata seorang teman dan langsung menyoraki Rapsan dan Dara.

Dara sangat malu lalu bersembunyi ke samping kelas. Dengan jalan yang sangat pede, Rapsan menghampiri Dara. Dara terlihat sebal. Sepertinya karena telah dibuat malu barusan. Tapi Rapsan menanggapinya dengan santai. Dia terus menggoda Dara. Tidak butuh waktu lama baginya membuat Dara tersenyum lagi. Setelah itu mereka mengobrol sampai bel masuk berbunyi.

Kami teman sekelas tidak begitu memedulikan Rapsan yang sedang asik dengan kekasihnya. Aku juga punya mainan sendiri dengan Riski dan yang lainnya. Riski dan teman yang sekelas ketika kelas satu kebanyakan satu kelas dengan Mega. Ruang mereka bersebelahan dengan aku. Itu juga yang membuat aku terkadang selalu main ke kelas Mega.

Riski sedang tertawa dengan teman kelasnya di depan kelas. Aku mencoba bergabung mengikuti topik pembicaraan. Sesekali melihat sekitar ingin mencari tahu seperti apa Mega sekarang. Dua minggu tidak bertemu pasti ada perubahan penampilan. Aku memang selalu berkirim pesan tapi tidak pernah bertemu. Yah sekadar melihat dia saja. Tidak lebih kok.

Aku merasa mengamati keliling untuk mencari Mega ini sudah sangat berlebihan. Setiap orang yang akan lewat aku perhatikan, berharap bahwa dia adalah Mega. Aku harus bertingkah seperti biasa. Tidak boleh seperti ini terus-terusan. Jangan-jangan memang aku sudah menaruh hati pada Mega. Aku berharap dengan sangat bahwa itu salah.

Tapi tumben Mega belum terlihat ada di kelas. Biasanya dia sangat rajin dan tidak pernah telat. Bel jam masuk sudah berbunyi setengah jam lalu. Tanda-tanda kehadirannya juga belum telihat. Apa Mega sakit? Sakit apa? Semoga bukan sakit parah. Sejak perbincangan yang sangat serius itu aku tidak pernah berkirim pesan. Jadi aku tidak tahu bagaimana kondisinya sekarang.

Pikiranku melayang berpikir yang aneh-aneh. Khayalan yang aku miliki memang sangat berlebihan. Selalu membayangkan yang ekstrim. Meski begitu aku berharap bahwa Mega sehat dan sedang melakukan aktivitas lain yang sangat penting. Sesekali aku melihat ke ruang guru. Tepat sekali Mega keluar dari ruangan itu saat aku menatap ke sana.

Mega terlihat sangat berbeda. Dia mengubah model rambutnya dengan panjang sebahu. Itu membuat wajahnya tambah bersinar. Setiap langkahnya tak satupun aku lewatkan. Saat itu aku merasakan ada yang aneh di dalam dada. Perasaan apa ini?

Sepertinya aku jatuh hati pada Mega. Sial! Semua akibat aku terlalu sering komunikasi dengannya. Selama seharian wajahnya selalu terbayang. Aku tidak fokus. Beruntung hari ini tidak ada jam pelajaran. Aku merasa sangat berdosa. Yang aku pikirkan saat itu juga adalah Asep. Apakah mungkin aku harus merebut wanita yang sepertinya Asep suka?

Bersambung….

Previous
Next Post »
0 Komentar